Keinginan dan Kemampuan

Keinginan dan Kemampuan

Beberapa orang memakai standard diri dan kemampuan sekarang untuk menentukan apa yang 'boleh' mereka inginkan di masa depan.
Ini seperti seorang anak SMA yang tidak ingin kuliah karena menggunakan ukuran diri dan kemampuan SMA, berkata, "Saya tidak akan bisa lulus kuliah!"
Ini seperti seorang anak kecil yang tidak pernah mempelajari matematika, memperhatikan seorang profesor matematika sedang berhitung dan berkata, "Saya tidak mungkin berhitung seperti itu!"
Akhirnya beberapa kita menentukan masa depan kita hanya dengan ukuran diri dan kemampuan yang jauh di luar potensi perkembangan diri.
Tentukan keinginan Anda dahulu, lalu 'proyeksi' diri dan kemampuan sesuai keinginan itu. Bangun diri dan kemampuan sesuai keinginan, bukan sebaliknya!

Have a positive day!

Hingdranata Nikolay
www.inspirasiindonesia.com
www.nlpindonesia.com

Kultur 3 M

Kultur 3 M

3M maksudnya Meledek, Mengejek dan Melecehkan. 3M ini bisa disebut sebagai kultur karena sudah membudaya. Asal muasalnya dari kebiasaan dan ini menjadi habit yang terus saja berkesinambungan dan mendapat tempatnya di tengah kondisi dan orang-orang yang mendukung. Tentunya dalam pengertian yang negatif. Dari meledek ini bisa berkembang jadi saling mengejek dan akhirnya bisa menelan korban. Baru-baru ini ada peristiwa yang memilukan dan berkaitan dengan hal ini. Sebut saja Ahsed pelajar III SMP Bekasi menjadi korban hantaman teman-temannya sehingga tewas. Pelajar dari Bekasi ini dikabarkan saling bercanda dengan teman-temannya tapi berkembang menjadi saling meledek, mengejek dan puncaknya saling sabet dan saling pukul. (Bercanda yang Berujung Maut, Kompas Minggu, 6 September).

Kultur 3M ini menemukan tempatnya mulai dari dunia nyata sampai dunia maya. Lihat saja sinetron di TV mempetontonkan mulai dari meledek sampai menghina dan melecehkan. Saya pernah sekilas melihat sinetron secara tidak disengaja, dalam sebuah adegan yang durasi waktunya satu menit saja bermunculan kata-kata 3M sekitar 5 atau 6 kata dengan pemeran yang berbeda-beda. Itu baru satu menit! Belum lagi ditambah ekspresinya itu yang serba nyolot dan muka kayak semangka Cibinong yang belum mateng. Ampyun deh. Padahal sinetron itu nggak termasuk dalam daftar sinetron yang diperingatkan Komisi Siaran di negara kita.

Kata-kata ejekan itu justru popular dan muncul dalam berbagai kondisi atau konteks yang ada. Mulai dari dijadikan bahan candaan alias iseng atau sebagai reaksi yang muncul untuk situasi dan nkeadan tertentu. Jadinya, udah dianggap lumrah alias ‘normal’ saja. Kata yang keluar biasanya tidak tunggal saja karena akan muncul konco-konconya yang akan menemani dan memperkuat ungkapan tersebut. Maka meluncurlah kata-kata yang seharusnya dikerangkeng di bon-bin itu, keluar secara tak terkendali dan siap meluncur ke arah korbannya.

Kalau kata-kata itu tidak bersinggungan dengan kita atau tidak ditujukan kepada kita, reaksi kita paling,”Wah, jangan ngomong kasar, ngak sopan!”. Kalau kita anggap keterlaluan, paling Cuma,”wah, parah ya, kasar sekali!”. Tapi bagaimana kalau kata-kata 3M itu ternyata dialamatkan ke kita? Pasti tensi kita naek, diikuti temperature di hati dan kepala mulai mendidih (ntar lagi mateng), mata jadi ikutan melotot, jantung debarannya sampai 4-5 skala Richter, duk…dug…dux.

Sebelum pecah perang lidah, ibarat puter video, coba dipause dulu. Pikirkan hal yang positif. Saya suka ingat analogi gelas aqua. Misalnya kita bilang atau kita maki gelas aqua itu dengan kata-kata seperti,”kamu bodoh,” “kamu kodok”, Apakah akan mengubah gelas aqua tersebut? Kita tambahkan lagi,”Kamu bukan gelas plastik tapi kaleng rusak!”, Apakah akan berpengaruh? Coba kita ngomong sambil memegang gelas tersebut lalu kta bilang di depan anak kecil,”Ini bukan aqua, ini monyet.” Saya rasa mereka akan memandang aneh ke kita atau mengaggap kita udah gila.

So, apapun kata orang tentang kita yang bernada meledek, menghina atau melecehkan, tidak akan mereduksi nilai atau harga diri kita. 3M itu tidak akan merusak dan menodai diri kita kalau kita tidak menanggapinya. Bersikap cool aja kayak gelas aqua tadi yang gak bergeming sedikitpun. 3M tidak akan membuat kita jadi turun derajat atau berkurang kadar kemanusiaannya. Misalnya dari manusia full menjadi tinggal 70% manusia karena diejek dengan kata-kata binatang. Justru mereka yang kerap ngomong 3M itu sebenarnya sedang menurunkan derajat kemanusiaannya.

Kedua, ingatlah bahwa kita ini berharga. Manusia mungkin bisa meremehkan dan memandang rendah dengan tatapan yang merendahkan serta ucapan yang membuat harga diri kita terusik dan rasanya dinjak-injak. Apapun itu sebenarnya kita nggak perlu terprovokasi dan membalas dengan kata-kata yang bernada H=hinaan.
Diri kita tetaplah berharga? Kenapa berharga? Karena kita selain makhluk langka, kita adalah makhluk Tuhan yang special. Yang menentukan harga dan nilai manusia jelas bukan manusia tapi Pencipta. Orang boleh meremehkan tapi Tuhan tetap melihat kita berharga dimata-Nya.

Keberhargaan diri kita bukan terletak pada casing atau penampilan kita. Berharga bukan karena pakai BlackBerry, tas Gucci, sepatu Italia, cincin berlian yang gede melingkar di leher, tangan, kaki, telinga (emang mau jadi gantungan berlian?). Berharga bukan karena jabatan tinggi, tajir dan naek Mercy. Kita berharga karena kita dikasihi. Dikasih siapa dulu? Yaitu dikasihi Tuhan. Kalau kita mengasihi sesuatu atau orang lain karena kita menganggap orang atau sesuatu itu berharga. Nah, Tuhan mengasihi kita karena kita memang berharga di mata-Nya. Orang laen boleh benci atau menolak dan meremehkan kita tapi Tuhan tetep mengasihi apapun kata orang tentang kita.

Berharga, berarti kita juga berarti. Mungkin ada yang nggak menghargai dan menganggap kita nggak berarti. Tapi Tuhan menghargai sekecil apapun kemampuan, dan kelebihan kita. Walaupun kita tidak sehebat orang lain tetapi Tuhan menghargai kita. Sekecil apapun dan selemah apapun diri kita, Tuhan tidak merendahkan atau mau menyingkirkan kita. Tuhan selalu memberi kita tempat di hadapan-Nya.

Di akhir posting ini, saya cuma merenung lagi, mengubah suatu kultur sangat tidak mudah. Tapi baiklah kita mulai dari diri sendiri. Dan saya cuma berpikir, bagaimana cara positif menyikapi kultur 3M ini? Mari kita hadapi dengan Menghargai, Memuji dan Membangun atau Memotivasi...

Klaim!

Klaim!


Dari kecil anak-anak sudah belajar mengklaim. Ini punyaku, itu punyaku, itu juga. Kalau diambil bisa nangis tuh, merengek-rengek, atau sambil ngesot atau loncat-loncat ditambah ekspresi cemberut tut tut plus air mata buaya langsung berderai. Bayipun demikian, dia secara spontan akan mempertahankan apa yang dia miliki. Kalau sang bayi belum bisa ngomong maka bahasa naturalnya muncul, nangis atau teriak. Hua..hua...

Ternyata kata klaim ini berhubungan dengat teriak, dari bahasa Latin clamare artinya to cry out, to shout. Dalam kamus Webster klaim adalah to ask for especially as a right, to take as the rightful owner. Jadi klaim adalah menuntut atau meminta apa yang merupakan hak/kepemilikan dari apa yang kita miliki. Maka jika ada yang mencoba mengambil apa yang kita miliki maka akan muncul self defence mechanism, mekanisme pertahanan diri. Kita akan membela atau mempertahankan mati-matian. Kalau masih belum mempan maka klaimnyapun makin vokal. Mulai dari nada suara sampai ekpresi lisan diutarakan lewat media massa atau di kolom surat pembaca. Kalau perlu pakai jasa pengacara dan pemberitahuan secara khusus di surat kabar. Kita ingin hak atau milik kita yang diambil itu dikembalikan. Mungkin mulai dari pemotongan saldo ATM yang di luar kewajaran, atau klaim harta gono gini dalam kasus perceraian, atau klaim soal status pengasuhan anak dan sebagainya.

Kalau klaim itu benar, maka tidak jadi masalah. Tapi kalau salah mengklaim, udah pasti malu besar dan bisa dituntut balik. Tapi ada yang nggak peduli, walaupun salah yang penting klaim jalan terus. Pokoke ini punyaku! Wah, ini namanya salah kaprah alias ngawur. Mungkin cuma dipinjemin sementara, tau-tau langsung diklaim bahwa itu miliknya selamanya, barangnya nggak balik-balik lagi. Mungkin cuma diberi tumpangan sementara, tau-tau langsung diklaim tempat atau barang itu miliknya. Bahkan sekitarnya pun diklaim: pohon tomat, pohon tauge, tiang listrik dan jalan tikuspun diklaim. Jadi tikuspun ngak diijinkan lewat nih, weleh-weleh.

Klaim yang salah juga termasuk mengaku-ngaku. Misalnya ada orang yang mengaku Mesias atau inilah atau itulah... Di Cirebon ada orang yang mengaku dirinya Isa Almasih. Rambutnya dipanjangin berikut jenggotnya. Di Malang lain lagi, pernah ada bapak tua yang mengaku dirinya Bung Karno. Bajunya dan atributnya sama persis tapi mukanya nggak mirip, cuma kopiah amatongkat dan bajunya yang mirip.... Masih gantengan Bung Karno juga tapi anehnya ada yang percaya. Bahkan mau aja foto-foto ama Bung Karno palsu ini. Dan orang yang mengaku Soekarno ini mengklaim bisa memulihkan krisis ekonomi bangsa. Kenyataannya orang ini palsu. Obsesi jadi presiden kali yah tapi nggak kesampaian atau nggak ada pendukungnya...Kasian.

Kita sih mungkin lebih baik artinya nggak mengklaim harta atau milik orang lain. Kita juga nggak mengklaim menjadi orang lain. Tapi kita mengklaim sesuatu yang sebenarnya bukan milik kita. Mungkin anda pernah dengar ucapan,”"This is my body.” So what?" "Ini tubuhku. Apapun yang aku lakukan adalah hakku dong." Pokoknya saya mau apain tubuh saya, itu adalah hak ekslusif saya. Mau dipermak, ditambal sulam (emangnya ban, he he) mau dioperasi plastik, mau diisi silikon, mau disuntik-suntik atau ditusuk-tusuk pake jarum narkoba, itu adalah hakku. Makanya banyak anak muda rela ditusuk jarum suntik narkoba, bahkan mengisi tubuhnya dengan drugs, alcohol, rokok karena mereka merasa bahwa : This is my body! Ada juga yang sengaja mengobral tubuhnya untuk hawa nafsu atau kesenangan karena menganggap bahwa tubuh itu adalah untuk kesenangan saja.

Emang sih tubuh ini kita punya tapi tunggu dulu. Kelihatannya seperti itu namun sebenarnya ada satu Oknum yang lebih tinggi yang lebih berhak atas tubuh kita dan lebih berhak mengklaim diri kita. Dia adalah Pencipta kita dan Pemilik diri kita yang sesungguhnya. Dia memang nggak pernah berteriak keras atau protes saat kita mengklaim ini tubuhku, ku tahu yang kumau. Dia memberi kita kesempatan. Kalau sudah tiba waktunya maka Dia akan mengklaim diri kita maka kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

Jadi sebenarnya siapa yang lebih berhak atas tubuh kita? Jelas Tuhan. Alangkah terpuji dan terhormatnya kalau kita mau menghargai dan dan mengindahkan Tuhan sebagai pemilik tunggal atas hidup kita. Kata Salomo : Ingatlah Penciptamu pada masa mudamu. Jangan sampai kita lupa siapa yang menciptakan kita, siapa yang menghadirkan kita di dunia ini. Jangan sampai lupa status kita sebagai ciptaan . Diri kita bukanlah milik pacar, atau bos kita atau bahkan orang tua kita. Kita adalah milik Tuhan dan suatu saat akan kembali pada-Nya. Maka tugas kita adalah menjaga dan dan mempertanggungjawabkan hidup kita termasuk tubuh kita ini dihadapan Tuhan.

Yang lebih penting lagi adalah bahwa tubuh kita juga unik karena menjadi tempat kehadiran Tuhan. Your body is a temple of Holy Spirit. Temple dalam kamus artinya : a place dedicated to worship, having within it a divine presence, a place reserved for a highly valued function. Adalah suatu hal yang spesial atau suatu kehormatan kalau Tuhan mau tinggal dan berada dalam hidup kita. Memang kelihatan nggak masuk akal tapi inilah misteri Ilahi. Yang pasti Tuhan sangat menghargai diri kita termasuk tubuh kita, jadi kitapun harus turut menghargai dan menjaganya. Dia terus melihat dan memperhatikan kita dengan segala sepak terjang kita dalam menggunakan tubuh ini. Satu kali kelak kita juga akan mempertangungjawabkan di hadapan Dia yang empunya tubuh ini. Jadi, ingat, ingat! :)

3G Ultimate : Gempa-Gempa-Gempa !!!

Ini adalah puncak atau trilogy dari seri 3G sebelumnya. Namanya 3G : Gempa, gempa, gempa!!! Loh kok gak nyambung dengan sebelumnya? Justru ini tetep nyambung cuma lebih dahsyat, bisa menggoyang dan mengganyang apa saja termasuk bangunan kokoh sekalipun. Ingat dampak gempa yaitu tsunami yang mengganyang dan menelan ribuan korban jiwa di negeri kita dan manca negara. Gempa dan dampak tsunami masih menyisakan trauma bagi kita. Gempa kemaren juga sebenarnya menyisakan berbagai kisah aneka reaksi orang dalam menghadapi gempa. Sambil membaca artkel ini saya juga mengajak kita untuk berefleksi sejenak dari kejadian gempa ini.

Kalau gempa terjadi, apa yang anda akan lakukan? Apa yang anda selamatkan? Lalu kalau ada orang yang perlu diselamatkan, siapa yang anda selamatkan? Jawaban atas pertanyaan sederhana ini akan menguak prioritas-prioritas atau apa yang paling kita anggap penting untuk diselamatkan pada saat situasi itu terjadi. Waktu itu saya masih berada di sekolah, di lantai empat. Ketika gempa terjadi, banyak reaksi dari teman saya menghadapi gempa. Ada yang langsung mengambil handphone. Dia mengatakan handphone itu penting untuk menghubungi suaminya yang ada di luar kota. Ada juga yang sudah sempat lari tapi balik lagi untuk mengambil kuenya di keluarganya. Ada yang langsung menyelamatkan tas karena ada barang berharga di dalamnya, ada paspor. Ada yang secara refleks menyelamatkan laptopnya dengan memasukkan ke dalam tas padahal laptopnya masih nyala, menyusul chargernya sama kitab Suci. Teman saya yang lainnya mengatakan kalau gempa terjadi dia akan menyelamatkan koreksian atau lesson plan. Wah, masih sempat-sempatnya mikirin nilai anak-anak. Ada pula yang menjawab, "Yang penting selamatkan diri". Ini orang yang nggak mau repot dan nggak mau mikirin apa-apa lagi. Yang penting gue selamat, katanya.

Pertanyaan berikut: Siapa yang Anda selamatkan? Wah kita pasti akan mikir-mikir. Kalau disuruh memilih dan situasinya ada orang yang perlu diselamatkan, mana yang kita akan pilih? Mungkin pertanyaan ini lebih tepat ditujukan buat kaum pria. Situasinya misalnya di gedung yang bertingkat. Pasti akan memilih siapa yang perlu atau paling butuh untuk diselamatkan, iya nggak? Atau liat-liat dulu bobotnya apa penampilannya. Wah, jangan-jangan yang dipilih hanya yang muda dan cantik. Ini namanya ada udang di balik gempa...

Gempa sebenarnya memperlihatkan sifat atau watak dan temperamen asli seseorang. Ada yang ketika gempa terjadi langsung panik, mukanya udah pucat dan mau nangis (ini tipe sanguine). Ada yang tetap cool alias tenang-tenang aja, nggak peduli padahal dia udah tau ada gempa (tipe flegmatik). Sekelilingnya uda mulai jungkir balik baru dia berasa. Ada juga yang mulai mikir yang negatif, membayangkan bahwa setelah gempa bisa muncul tsunami dahsyat, kalau gempa gedung bisa rontok dalam sekejap padahal saya belum married, baru mau, akhirnya mukanya mulai muram dan stress (ini melankolik). Ada juga yang ketika gempa terjadi langsung memberi komando (tipe , jangan lewat lift, turun lewat tangga, perhatikan barang bawaannya, jangan sampai ketinggalan (ini mah kayak di busway)…Ada juga yang nggak berasa sama sekali atau atau kebal. Wah kalau ini berarti tidak termasuk keempat temperamen sebelumnya. Ini termasuk yang gawat. Udah ada bahaya tapi nggak peka atau nggak menyadari bahaya.

Gempa untuk saat ini sudah berlalu. Tapi bukan berarti kita udah nyaman dam aman (bukan menakut-nakuti tapi faktanya khan seperti itu, he he, he). Apalagi kita berada di jalur gempa (ngeri). Gempa sebenarnya menyadarkan kita kembali betapa kecilnya dan betapa rapuhnya kita di tengah dunia ini. Gempa yang hanya beberapa menit itu bisa meluluhlantakkan bangunan-bangunan yang kokoh, rumah-rumah dan meretakkan bangunan-bangunan yang tinggi. Bangunan yang besar saja bisa roboh dan hancur apalagi kita manusia. Kita nggak akan berdaya menghadapi kekuasaan Tuhan di tengah alam ini. Gempa tidak akan ,memilih-milih korbannya. Di Tasikmalaya saja, ada pejabat di sana juga sempat tertimpa sesuatu di kepalanya karena gempa, bersyukur tidak terlalu parah. Orang-orang yang ada di gedung bertingkat, pejabat atau eksekutif dan bos sekalipun harus lari terbirit-birit melewati tangga darurat. Kita rapuh, ringkih dan nggak berdaya. Kita harus mengakui kekuasaan Tuhan tidak hanya atas alam tapi atas diri kita dan alam semesta ini yang berada dalam kekuasaan-Nya.

Gempa juga mengingatkan kita betapa pentingnya memiliki jaminan dan kepastian dalam hidup. Saat terjadi sesuatu yang nggak terduga, kita benar-benar siap. Ada teman saya ynag bercanda mengatakan bahwa kalau terjadi gempa, bercermin alias ngaca dulu biar tetap kelihatan cantik atau cakep. Jadi kalau terjadi sesuatu yang buruk sekalipun, misalnya meninggal katanya tetap dalam keadaan cantik atau cakep. Coba kalau gempanya lebih kuat, pasti udah nggak sempat ngaca dan penampilan pasti kacau balau. Bukan persiapan secara lahiriah seperti ini. Kemaren saya menerima email dari teman saya yang isinya menekankan pentingnya persiapan menghadapi hal tak terduga semacam bencana dan sebagainya. Dia mengingatkan perlunya jaminan baik di dunia dan di akhir hidup kita serta jaminan untuk orang-orang yang ditinggalkan (ujung-ujungnya mengingatkan perlunya punya asuransi:). Memiliki jaminan dan kepastian itu sangat penting karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi satu 1 menit ke depan, 1 jam ke depan, besok dan seterusnya. Jaminan dan kepastian tidak hanya sekedar jaminan atau asuransi untuk hidup di dunia tapi apakah kita mendapatkan jaminan untuk memiliki hidup kekal.

3G: Gemas, Geram,Ganyang (part 2)

3G: Gemas, Geram,Ganyang (part 2)

Ekspresi ganyang adalah kelanjutan dari gemas yang naik tingkat menjadi geram dan memuncak menjadi ganyang. Ganyang adalah tindakan eksekusi dari geram. Ganyang itu bagi saya adalah kata dan tindakan yang keras dan tajam. Ganyang itu kira-kira artinya libas, habisin, sikat, hajar, hancurkan dan sebagainya. Kalau diibaratkan istilah komputer berarti delete, atau cut. Kata ini lagi naik daun saat ini di negara kita, di media massa , internet, termasuk di situs-situs dan blog-blog termasuk blog ini juga. Saat ini ramai-ramai orang berteriak ganyang, entah karena mengatasnamakan nasionalisme, gengsi, emosi atau sekedar latah. Ganyang Malaysia eh muncul juga ungkapan pembalasan, Ganyang Indonesia. Akhirnya saling ganyang mengganyang.

Sebenarnya makna ganyang ini menarik untuk ditelusuri karena ternyata kata ini berasal dari bahasa Jawa yang ada hubungannya dengan makan yaitu memakan mentah-mentah, memamah, mengunyah (memakan sampai tak tersisakan barangkali). Arti keduanya adalah membinasakan, memusnahkan dan menghancurkan, mengikis habis termasuk juga mengalahkan. (menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Keluaran Balai Pustaka hal 292 dan dibandingkan dengan kamus Melayu Online)

Kata ganyang ini juga menarik kalau diterapkan dalam konteks masa kini, misalnya :
Bagi seorang penggemar en pelahap makanan, ganyang itu singkatan dari garap sampai kenyang alias sikat sampai habis, sampai-sampai orang lain nggak kebagian (maruk juga nih).
Bagi seorang shopacolic, ganyang berarti borong sampai habis, lagi-lagi yang lain nggak kebagian.
Bagi seorang gamers action, ganyang itu berarti 'kill them all', seperti di Counter Strike.
Bagi seorang hacker, hajar web yang jadi sasaran atau dideface sehingga tampilannya jadi nggak keruan.
Bagi seorang kleptokrat, ganyang berarti makan abis semua uang yang ada termasuk uang rakyat dan uang pemerintah.

Kalau mau diperluas, masih banyak sih. Nah sebelum ganyang-mengganyang dengan tetangga sebelah, pertanyaan yang patut kita renungkan adalah benarkah konsep dan tindakan ganyang jaman dulu itu tepat untuk konteks masa kini? Ingat, kata itu digunakan Soekarno dalam konteks zaman dulu yang jelas berbeda dengan konteks sekarang. Kalau mau pakai kata ganyang, apanya yang harus diganyang? Ganyang seperti apa? Kita berhak mengekspresikan kemarahan, kegeraman atau keganyangan kita tapi perlu dilihat dulu caranya. Apakah pantas, tepat dan sudah sesuai dengan koridor ada? Maksudnya apakah juga masih mencerminkan perilaku kita sebagai bangsa yang menjunjung keberadaban, kesopanan dan kesantunan? Ganyang, lihat masalahnya apa dulu. Kalau masalahnya adalah tarian pendet, bukan masalah pelanggaran kedaulatan atau penyerobotan wilayah, berarti harus disikapi dengan cara yang berbeda. Nggak bisa dipukul rata. Nggak asal main ganyang. Dan kalau mau ganyang pihak luar, coba simak dulu kisah berikut yang saya kutip dari Teguh Timur:

“"Sum Kuning adalah kisah nyata. Ia disebutkan sebagai seorang gadis penjual telur yang jelita dari Godean, Yogyakarta. Pada suatu hari di tahun 1970, Sum Kuning diperkosa beramai-ramai oleh anak seorang pejabat dan teman-temannya. Dia sempat disuap agar tak melaporkan pemerkosaan itu. Ketika ia mengadukan nasib sial yang diterimanya, para pelaku menyerang balik dan menuduh Sum Kuning memberi keterangan palsu. Sum Kuning yang malang itu pun dibawa ke pengadilan. Untunglah, sang hakim tak menjatuhkan hukuman pada Sum Kuning. Tahun 1978 kisah Sum Kuning diangkat ke layar lebar. Disutradarai Frangky Rorimpandey dan dibintangi Yatty Surachman.

Ya, para TKI ini diperkosa beramai-ramai oleh pemerintah Indonesia berikut aparaturnya, pemerintah Malaysia berikut aparaturnya, PJTKI, rekanan PJTKI di Malaysia, pengusaha perkebunan di Malaysia, dan seterusnya. Ini adalah peristiwa sum kuning paling massif yang terjadi di muka bumi. Tidak di tempat gelap, tetapi di pertontonkan di atas panggung, dan kita semua bisa menyaksikannya. Gila." “

Ternyata dari kisah ini ada oknum dalam bangsa kita yang justru bertindak semena-mena terhadap bangsanya sendiri. Kalau mau bicara ganyang, seharusnya oknum-oknum dalam kisah diatas juga patut diganyang! Dan mereka bukan orang asing, tapi bangsa sendiri. Ingat, kisah ini bukan cuma bagian dari kisah masa lalu. Sekarangpun ada oknum-oknum orang kita sendiri yang tega menjual wanita-wanita ke negeri tetangga bahkan ke Timur Tengah. Mereka menjanjikan para calon TKI untuk dipekerjakan di restoran tapi nyatanya begitu sampai di negara tujuan malah dipekerjakan sebagai pelacur. Ada juga banyak kisah pilu calon TKI yang sudah menyetor uang untuk biaya keberangkatan, pengurusan paspor dan visa dengan sebelumnya menjual sawah atau rumah, ngutang sana sini tapi ternyata kena tipu. Uangnya diembat sama pengurusnya.Setelah bekerja mati-matian di luar negeri masih haru melewati episode penderitaan. Kita sering mendengar kisah pilu TKI yang baru pulang dari luar negeri tetapi saat tiba di airport kebanggaan kita Soekarno Hatta justru diperas habis-habisan bahkan ada yang kena tipu, pulang dengan tangan hampa. Kalau mau ganyang jangan cuma ke orang asing.

Ganyang dalam arti yang saya mau pakai di sini bukan ganyang secara fisik atau dengan cara kekerasan alis anarkis. Ganyang di sini adalah mengganyang ( mengalahkan dan mengikis habis ) segala bentuk kelaliman dan kejahatan yang yang sudah berakar dan membudaya di negara kita. Yang perlu kita ganyang adalah mentalitas korupsi dan prakteknya yang merajalela. Yang perlu diganyang adalah sikap dan mentalitas bangsa kita yang jelek dan negatif. Yang perlu kita ganyang adalah sikap aji mumpung, tidak profesional, sikap kemalasan, berbelit-belit, dan ketidakpedulian di negara kita. Perhatikan dua pandangan dari Koentjaraningrat dan Muchtar Lubis yang hampir senada mengenai manusia Indonesia :

Muchtar Lubis (2008: 18-36) juga mendaftar mentalitas negatif orang Indonesia lainnya seperti sifat munafik (hipokrit), tidak bertanggungjawab, berjiwa feodal, percaya pada tahayul, berorientasi ke masa lampau, dan lain-lain.

Koentjaraningrat (1987: 45) mendaftar kelemahan mentalitas orang Indonesia seperti sifat yang meremehkan mutu; suka menerabas (jalan pintas); tidak percaya pada diri sendiri; tidak berdisiplin murni; dan suka mengabaikan tanggungjawab. tidak bertanggungjawab.


(Sumber : Suara Muhammadiyah)

Musuh yang sesungguhnya bukan bangsa lain, bangsa Anu atau bangsa Ana, tapi bangsa Ane alias bangsa kita sendiri.....:) Musuh laten dalam bangsa kita sebenarnya adalah diri kita sendiri yang berwujud dalam mentalitas dan sikap yang negatif dan menghambat untuk maju. Musuh itu adalah sikap mementingkan diri, bagaimana mencari kedudukan yang enak atau kursi empuk dalam pemerintahan dengan cara yang tidak etis. Musuh itu adalah sikap yang hanya mencari keuntungan di tengah penderitaan rakyat. Musuh itu adalah menghalalkan segala cara agar tetap mempertahankan kedudukan dan jabatan. Musuh itu adalah mentalitas bagaimana meraup keuntungan sepuas-puasnya selagi berkuasa. Musuh itu adalah janji-janji manis politik yang nggak terealisir. Kalau mau gemas, geram, dan ganyang dengan hal ini, silakan.

Yang menggemaskan dan membuat geram adalah kalau perilaku dan mentalitas seperti ini dilestarikan atau dipelihara. Yang bikin gemas dan geram adalah kalau tidak ada perubahan dan perbaikan. Mungkin terhadap bangsa sendiri, gemas sudah nggak cukup, geram juga nggak ngefek tapi perlu ganyang. Nah kembali lagi, ganyang di sini dengan sikap yang elegan. Jangan mengarah ke anarkis dan makis-makis (maki-maki maksudnya).

3G: Gemas, Geram,Ganyang

3G: Gemas, Geram,Ganyang

Kalau tiba-tiba proposal kita dibajak orang, apa nggak gemas? Kalau orang itu kemudian mengklaim itu adalah idenya dia dan dalam forum yang lebih tinggi di mana hadir para petinggi-petinggi lalu dia mempresentasikian bahwa itu adalah ide brilyannya, apa nggak gemes? Kalau tiba-tiba posting kita diambil orang tanpa mencantumkan nama atau link kita dan diklaim sebagai karya sendiri, atau diambil dan diterbitkan menjadi sebuah buku, apa nggak tambah menggemaskan?

Apa yang membuat Anda gemas? Kalau orang tua melihat anaknya yang lucu, imut tapi banyak ulah pasti akan bikin gemas, bukan? Mau marah tapi sayang. Kalau punya pacar, sms kita tidak dibalas-balas sampe sms ke-10 bisa membuat diri kita gemas. Lebih gemas lagi kalau udah ditelepon tapi nggak diangkat-angkat, malah masuk mailbox. Gemas yang semacam ini dalam kamu Melayu dikatakan kesal atau benci bercampur sayang disebabkan oleh berbagai "ulah-ulah" tadi.

Gemas itu akan semakin bertambah ketika kita tidak bisa berbuat apa-apa menghadapi ulah-ulah tersebut. Misalnya menghadapi anak kecil, menghadapi orang yand disayang atau meghadapi atasan, jadi serba salah. Kita gemas tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Nah kegemasan ini yang repot. Kegemasan ini biasanya ada yang dipendam dan menjadi gerutuan dalam hati. Akhirnya bermuara menjadi gossip yang menggemaskan. Makin digosok, makin sipi. Husss.

Menghadapi orang yang perilakunya tidak berubah dan makin menjadi-jadi maka bukan lagi sekedar gemas biasa tapi eksprsi gemasnya adalah bermuatan mangkel dan marah.
Kegemasan apa yang modelnya seperti ini? Misalnya kita merasa tertipu. Udah merasa menaruh kepercayaan besar sama seorang sahabat, eh enggak tahunya kita ditipu. Hati kita jadi bertambah gemas, alias kesal jadinya. Intinya kalau diri kita dipermainkan maka reaksi gemas akan muncul.

Kita suka permainan tapi tidak suka dipermainkan. Ada orang yang dengan maksud tertentu mempermainkan diri kita dengan membuat kita bolak-balik melakukan sesuatu yang nggak jelas. Atau membuat diri kita di-pimpong sana-sini. Kita udah ke sana- kemari tapi ternyata tidak jelas, dilempar sana-atau dilempar sini. Ulah yang demikian akan membuat diri kita bertambah gemas.

Gemas juga terjadi karena milik kita diambil tanpa permisi atau tanpa ijin dan bahkan diklaim itu milik dia. Wah, kalau begini, gemasnya minta ampun. Apakah Anda pernah mengalaminya? Atau udah cape-cape mengerjakan sesuatu dengan hasil yang excellent tapi nggak dihargai bahkan dianggap kita melakukannya karena kita punya agenda tersendiri, punya ambisi dan obsesi. Sedangkan di tingkat yang lebih tinggi dia mengklaim bahwa itu adalah karyanya sendiri. Atau ada kegiatan yang kita pegang dan berhasil tetapi orang lain mengaku-ngaku bahwa dialah yang melakukan semuanya. Bahkan mengatakan bahwa, kalau bukan dia, nggak akan jalan, kalau bukan dia, project ini tidak akan berhasil. Hm, gemas tujuh keliling kalau melihat orang seperti ini!!! Nggak cuma pusing yang tujuh keliling  Nah, sekarang kita beranjak ke geram. Kalau begini sih maunya dijewer aja. Tapi kalau pelakunya orang yang posisi dan jabatannya di atas kita, paling-paling hanya bisa mengurut dada dan menarik nafas panjang, tahan dan hembuskan…..

Kita mungkin heran kenapa ada saja orang yang ngak tahu diri atau nggak tahu malu mengambil karya orang lain. Berbagai sebab bisa muncul kenapa dia melakukan hal seperti itu. Entah karena kurang kreatif, mencari jalan pintas, ingin mendapat pengakuan dan pujian dari atasan dan lain-lain. Kalau dia sudah terbiasa melakukannya alias sudah menjadi tabiat atau karakter, maka ini akan menjadi repot. Tegoran keras tidak akan mempan karena orang seperti itu seolah-olah merasa benar atau tetap dengan PD-nya melakukan hal itu di mana saja. Mengklaim bahwa dia mampu berkarya dengan membajak orang lain, itu jelas-jelas memalukan dan nggak bisa ditolerir apalagi kalau sudah berulang-ulang. Kita mungkin akan sulit menghadapi orang seperti ini apalagi kalau dia punya kedudukan yang lebih tinggi. Cape deh. Gemasnya minta ampun deh.

Geram, ini setingkat lebih tinggi dari gemas. Geram adalah reaksi dan ekpresi kemarahan karena suatu perbuatan yang dianggap tidak patut atau reaksi atas suatu tindakan atau pelanggaran yang dinilai berlebihan atau frekuensinya berulang-ulang walaupun sudah diperingatkan. Misalnya reaksi terhadap tindakan penipuan atau pelecehan yang sudah berkali-kali terjadi, atau reaksi terhadap ejekan yang berulang-ulang muncul dan semkin lama semakin keterlaluan.

Kalau awalnya mungkin hanya gemas saja tapi karena perbuatan yang sekali atau dua kali dilakukan maka geram adalah menjadi marah karena sudah tidak sabar atau tidak tahan lagi. Geram adalah ekspresi yang lebih eksplisit, lebih dari sekedar panas hati, gusar atau dongkol tetapi marah besar. Geram kalau ditelisik juga bisa disebabkan menumpuknya kegemasan yaitu kekesalan dan kejengkelan dalam hati. Melihat sikap seseorang atau suatu kelompok atau organisasi yang berperilaku meresahkan, tidak mau berubah dan tindakannya amat merugikan.

Mengekspresikan gemas atau geram itu adalah hak segala bangsa eh tiap orang. Tapi harap diperhatikan bagaimana mengekspresikannya. Ekspresi keduanya bisa dilampiaskan dengan membabi buta atau bisa juga dengan bijak. Ini adalah pilihan. Sebelum meletupkan ekspresi gemas dan geram kita, kita perlu lihat dan memahami persoalannya dulu. Jangan sampai asal geram dan melampiaskannya padahal bisa dipakai cara diplomasi atau dengan pendekatan yang bersahabat. Ekspresi tegas bisa ditunjukkan dengan teguran yang langsung pada persoalannya dan tidak menyeret-nyeret hal lainnya. Teguran juga bukan untuk melabel atau mencap seseorang dengan cap atau label negatif atau menyerang kepribadian atau karakter seseorang. Kalau ini dilakukan maka perang bintang pasti akan terjadi. Bukan penyelesaian yang muncul tapi perseteruan dan konflik. Kalau begini bisa mengarah ke tingkat selanjutnya : Ganyang :(

Daun Terakhir Yang Tidak Pernah Gugur

Daun Terakhir Yang Tidak Pernah Gugur

Di sebuah kawasan di Washington DC tinggallah sekelompok pelukis. Tetapi mayoritas diantara pelukis tersebut miskin. Diantara mereka juga tinggal seorang wanita yang mengidap penyakit kanker paru-paru.

Dokter menganjurkan wanita tersebut menumbuhkan semangat hidup dari dalam dirinya sendiri supaya dapat segera pulih kesehatannya. Tetapi wanita itu tidak mengikuti anjuran dokter. Ia justru terus menerus memikirkan sakit yang ia derita, sehingga selalu merasa letih, lesu, dan sakit. Ia mengatakan akan segera menjemput ajal bila daun-daun di pohon di depan rumahnya semuanya gugur.

Sedangkan salah seorang dari para pelukis miskin tersebut bertekad untuk memberikan hadiah istimewa untuk wanita sakit itu. Di tengah keterbatasan dana pelukis itu tak pernah menyerah mencari ide untuk berkarya. Ia yakin berhasil menemukan ide cemerlang untuk sebuah karya yang luar biasa di sepanjang hidupnya.

Beberapa hari kemudian, wilayah tersebut didera angin sangat kencang. Semua pohon tak ada yang luput dari terjangan angin. Hampir seluruh pohon seketika daunnya berguguran. Kejadian angin kencang beberapa bulan yang lalu ternyata benar-benar menjadi inspirasi bagi pelukis tersebut untuk menciptakan karya paling luar biasa di sepanjang hidupnya.



Diam-diam pelukis itu berusaha melukis fenomena alam itu pada sebuah sisi tembok yang berhadapan dengan salah satu jendela rumah wanita yang sedang sakit itu. Lukisannya benar-benar indah bahkan hampir menyerupai wujud asli sebuah pohon yang semua daunnya berguguran karena sedang didera angin dan hanya menyisakan setangkai daun. Ketika membuka jendela, wanita itu terperanjat dan mengira apa yang terlukis di tembok sama dengan fenomena yang sesungguhnya.

Lukisan tersebut ternyata mampu menggugah kesadaran wanita itu untuk berjuang melawan penyakitnya. Ia begitu bersemangat dan berusaha mencari berbagai bentuk pengobatan agar dapat hidup lebih lama. Lambat laun kondisi kesehatannya membaik, sampai suatu ketika ia dinyatakan sembuh total.

Pesan:

Sembuh dari penyakit kanker atau menciptakan karya spektakuler di tengah kemiskinan sekilas mungkin kita anggap sebagai sesuatu yang mustahil. Tetapi sebuah fenomena alam ‘angin kencang’ telah menjadi inspirasi pelukis miskin itu untuk menciptakan karya lukis spektakuler. Sedangkan hasil lukisan itupun telah menjadi inspirasi bagi wanita yang sakit kanker tersebut untuk berusaha sembuh. Semua itu karena kekuatan pikiran, percaya pada diri mereka dan segala kemampuan yang mereka miliki.

Pada kenyatannya seringkali kita sendiri mencoba menggambarkan sebuah keinginan, impian, dan harapan di benak kita, tetapi pada saat yang bersamaan muncul perasaan takut dan keraguan apakah mungkin dapat mewujudkannya? Seringkali kita menginginkan sesuatu, tetapi kita sendiri takut untuk mendapatkannya. Kita menginginkan kehidupan yang berbeda, tetapi di sisi lain kita takut untuk berubah.

Jangan terus membiarkan keraguan dan ketakutan menguasai jiwa kita. Karena cara tersebut hanya akan menjadikan kita semakin jauh dari impian-impian. Ibaratnya kita berlayar melawan angin, maka selamanya kita tidak akan pernah maju tetapi mundur ke belakang. Ironis sekali jika kita sama sekali tidak pernah menyadari bahwa sesungguhnya ketakutan dan keraguan itu bersembunyi di dalam pikiran kita.


Kisah diatas mengisyaratkan jika kita sudah percaya pada kemampuan diri kita sejak menit pertama, pada saat itulah kita sudah memulai menciptakan keajaiban dalam hidup kita. Ada beberapa hal yang harus kita lakukan supaya kita lebih mantap mempercayai diri kita dan segala kekuatan yang kita miliki.

Yang pertama adalah memfokuskan pikiran dan tindakan kita untuk dapat mewujudkan apa yang kita harapkan, bukan fokus pada hal-hal yang tidak bermanfaat. Motivasi diri supaya berhasil adalah tindakan kedua. Selain itu belajarlah dari kesalahan yang telah lalu, melakukan penyesuaian dan menciptakan target yang jelas.

Yang terpenting dari semua itu adalah mempertebal keimanan kita kepada Tuhan YME. Karena kekuatan spiritual adalah sumber utama energi, inspirasi, dan kepercayaan diri untuk mencapai harapan, impian, keinginan yang positif.Dengan demikian kita pasti mampu menciptakan keajaiban-keajaiban yang semula kita sangka tak mungkin. Hans Christian Anderson mengatakan, “Tidak ada sesuatupun yang terlalu tinggi untuk diraih, tapi kita harus mendaki dengan hati-hati dan penuh percaya diri.”

.: www.andrewho-uol.com :.

Vision of Life

Vision of Life



Belakangan, kasus bunuh diri di kalangan remaja mulai meningkat. Data resmi di Kepolisian Daerah Metro Jaya menyatakan, selama 2003 saja tercatat 62 kasus bunuh diri. Jumlah ini merupakan kelipatan tiga kali lebih banyak daripada angka tahun 2002. Usia pelaku bunuh diri, tidak main-main, ada yang masih belasan tahun .(sumber : bacatulisrenung). Angka ini dari tahun ke tahun kecenderungannya akan naik. Ini sangat memprihatinkan. Belum lama ini juga diberitakan seorang pemuda yang bunuh diri karena merasa nggak punya pekerjaa. Setelah melamar kerja beberapa kali dan ditolak akhirnya memilih jalan untuk bunuh diri.

Saya pernah bertanya kepada seorang remaja : Udah punya visi? Apaan tuh, katanya. OK, saya ganti pertanyaannya : Apakah Anda sudah memiliki tujuan hidup? Dia menggeleng lagi. Hm, banyak generasi muda jaman sekarang yang kalo ditanya bukannya menjawab tapi lebih banyak gelengnya. Nah, mereka kebanyakan nggak tahu apa tujuan hidupnya. Kalau generasi muda saat ini tidak memiliki tujuan hidup atau vision of life maka pilihan selanjutnya adalah vision of death. Itulah sebabnya anak-anak muda bunuh diri ketika ada masalah menimpa dirinya. Angka bunuh diri di kalangan remaja Indonesia cenderung meningkat. Walaupun tidak setinggi Jepang tetapi jelas sangat memprihatinkan.

Kalau berefleksi dari perjuangan sebelum Kemerdekaan, tanggal 16 Agustus 1945. Saya melihat peran besar para pemuda atau generasi muda yang ikut berperan dalam mendesak para proklamator kita untuk memproklamirkan kemerdekaan. Para pemuda kiita menurut saya mempunyai visi yang jelas, visi perjuangan yaitu visi untuk merdeka. Bahkan para pahlawan kita walaupun mereka berjuang sampai mati tapi jelas visi mereka adalah agar generasi bangsa berikutnya bisa hidup dalam alam kemerdekaan. Ini yang saya tangkap sebagai vision of life. Lihat saja ungkapan Chairil Anwar : Aku mau hidup seribu tahun lagi. Motto pahlawan GSSJ Ratulangi : Manusia hidup untuk memanusiakan orang lain. Inilah semangat vison of life dan semangat vision for life yang seharusnya dimiliki oleh generasi masa kini.

Tetapi kalau membandingkan dengan kondisi generasi muda masa kini, kita perlu prihatin. Visinya nggak jelas bahkan justru yang muncul adalah vision of death. Di kalangan anak-anak muda di negara lain bahkan ada trend bunuh diri massal misalnya lewat komunitas di internet. Di Jepang anak-anak muda mereka bertemu dan janjian untuk melakukan bunuh diri bersama. Jadi bunuh diri nggak mau sendirian tapi cari teman dulu. Wah-wah don't follow ya. Bahkan di Inggris juga ada anak-anak muda yang bertemu dalam jejaring social networking Beebo dan melakukan bunuh diri. Alasannya agar masuk dalam halaman sebagai Memorial Page. Jadi untuk menarik perhatian banyak orang dan dikenal namanya. Wah tujuan seperti ini sangatlah sempit dan tidak patut ditiru. Kasus di Amerika bahkan ada yang sengaja merekamnya melalui webcam dan bunuh diri. Waktu temannya nonton, disangkanya main-main. Ternyata udah beneran. Kok bunuh diri dibikin entertainment. Barangkali juga mereka mau memperlihatkan seolah-olah ini nikmatnya bunuh diri. Ngeri bo…..Apapun caranya, menarik perhatian, popularitas atau ingin dikenang dengan jalan bunuh diri adalah vision of death bukan vision of life.

Bunuh diri ternyata bukan hanya bunuh diri langsung. Ada juga orang yang bunuh diri secara tak langsung alias perlahan-lahan tapi pasti. Kok bisa? Ya bisalah. Baik dengan narkotika, pergaulan bebas yang membuatnya menjadi tertular HIV/AIDS dan lain-lain. Penyakit itu akan menggerogoti tubuh perlahan-lahan dan membuat umur jadi singkat. Contoh lain, mengonsumsi rokok dengan 'rajin' bisa membuat orang digerogoti oleh penyakit yang bisa membawa kematian. Mengoplos minuman keras dan kebut-kebutan juga "membantu" mempersingkat alias mempercepat usia muda bertemu dengan Pencipta. Gaya hidup seperti ini bisa menjadi culture of death, budaya kematian dan ini jelas fatal. Sebagian orang menjalani hidupnya dengan gaya hidup seenak jidat atau seenak udel ini tanpa memperhitungkan lagi dampak bagi tubuhnya, kesehatannya atau dampak bagi hidupnya.

Hidup di zaman modern tidak otomatis membuat orang bisa enjoy dengan hidupnya. Hidup memang tidak selalu menjanjikan semuanya serba enak, mudah dan gampang. Tapi kalau dipikir-pikir, hidup di zaman sekarang jauh lebih enak dan mudah dibanding zaman perang kemerdekaan, di masa kakek dan nenek kita berjuang. Sayang kalau generasi muda jaman sekarng tidak memiliki vision of life mau jadi apa generasi kita dan negara kita di masa yang akan datang. Kalau alasan kemiskinan dipakai untuk bunuh diri, rasanya hidup di zaman perang hidup jauh lebih sulit dan susah. Jauh lebih sengsara dan menderita masa perang dibanding sekarang. Hidup yang tidak memiliki tujuan hanya akan menjadi kesia-siaan. Kesia-sian belaka kata Raja Salomo.

Hidup yang tidak memiliki tujuan maka akan diakhiri dengan cepat tanpa melihat masa depan dan harapan yang masih ada. Adalah bahaya kalau hidup kita tidak memiliki tujuan, maka bunuh diri dianggap jalan keluar absolut untuk mengatasi kebuntuan dan problema yang membelenggu hidup. Vision of death di sini dalam arti bunuh diri jelas bukan kehendak Tuhan bahkan dalam agama manapun hal ini tidaklah diijinkan. Kendati memiliki tujuan dan maksud tertentu tetapi vision of death bukanlah jalan terbaik dan benar.

Tuhan memberi kita hidup yang berharga maka hidup bukan hanya dihargai tetapi hidup harus juga dimaknai. Hidup kita patut memiliki tujuan dan memberi arti. Bagi saya pribadi tujuan hidup saya adalah to glorify God an be a blessing for others. Tujuan hidup harus ada baik bagi Tuhan maupun bagi sesama. Yang pasti apapun tujuan hidupnya, tujuan hidup kita adalah vision of life dan vision for life. Vision of life dan vision for life jelas harus ada. Alangkah malangnya anak-anak muda yang tidak mempunyai tujuan hidup maka akan bisa terombang-ambing. Hidupnya akan gampang terseret dan terisi oleh vision of death.

Kalau memiliki tujuan hidup maka kita akan berjuang untuk menggapainya. Dan saat ada kebuntuan atau masalah datang, kita tidak akan menyerah karena kita akan terus berjuang. Kalau hidup tanpa tujuan maka dampaknya akan gampang mencari short cut untuk lari dari masalah. Kalau hidup tanpa tujuan, maka saat ada bujukan yang mengarah ke vision of death, langsung ditampik dan tidak akan mudah terbujuk karenanya. Vision of life or vision for life inilah yang harus kita miliki. Sudahkah anda memiliki vision of life ?

*Vision of Life, terinspirasi dari sambutan waktu 17-an oleh Principal SMP Pelangi Kasih, Uncle Sur :)

Paradox

Paradox


Paradoks adalah suatu yang nampaknya bertentangan tapi sebenarnya mengekspresikan realita yang sebenarnya... Contohnya Indonesia, kalau mau dibilang negara kaya sebenarnya orang akan tertawa, kaya apanya? Bukan cuma orang luar negeri mungkin kita sendiri tertawa dan menyangsikan hal tersebut. Tetapi walaupun kita nggak kaya, tapi sebenarnya kaya! Nah, bingung khan? Itulah kira-kira yang namanya paradox. Kaya apa dulu? OK, ini memang perlu dijernihkan atau diklarifikasi. Kalau dalam hal kesejahteraan atau ekonomi kita jelas nggak kaya. Dibandingin dengan negara tetangga saja kita kalah. Tetapi kalau secara sumber daya alam dan seni budaya kita sangat kaya bahkan melimpah. Sebenarnya tidak hanya dari sumber alam dan seni budaya tetapi sumber daya manusiapun, negara kita kaya, bahkan memperkaya negara lain. Memperkaya di sini berarti ikut memajukan dan mengembangkan pembanguhan di negara lain.

Sewaktu saya ke Malaysia beberapa tahun lalu, ada seorang teman kami yang memiliki kakak perempuan dan tinggal di Kuala Lumpur. Kakak perempuannya sudah berkeluarga dan bekerja di Kuala Lumpur. Sewaktu berbincang dengannya, dia mengatakan bahwa dia mendisain program komputer di airport di Kuala Lumpur. Airport di Kuala Lumpur memang jauh lebih bagus dibanding kita, tetapi yang mengaggumkan bahwa program komputer yang digunakan di airport itu ternyata adalah hasil karya orang Indonesia. Wow, dalam hati saya, benar-benar hebat orang ini. Lalu saya menanyakan apakah dia pernah berniat untuk merancang program tersebut buat Indonesia? Ternyata dia pernah mengajukan ke pemerintah tetapi tidak ditanggapi serius. :(

Ada lagi insinyur dari Indonesia yang membangun tower yang terkenal di Kuala Lumpur. Menara Kuala Lumpur (KL Tower), yang juga merupakan salah satu menara tertinggi di dunia, arsitek bangunan kebanggaan orang Malaysia ini adalah insinyur Indonesia. Bukankah negera kita juga memeperkaya negara lain? OK dari tenaga ahli kita sebenarnya bisa diandalkan. Dari tenaga kerja? Nggak usah ditanya. Waktu saya jalan-jalan ke Genting Highland ketemu ibu-ibu dari Jawa sebagai pekerja di situ, naik kereta gantung ternyata ketemu mas-mas berlogat Jawa. Pembangunan di negara jiran ini juga ternyata didukng oleh warga negara kita sendiri. Walaupun terbilang kasar, tetapi tanpa mereka maka infrastruktur di negara tersebut tidak akan mungkin dibangun dengan lancar. Masih banyak lagi tenaga Indonesia yang bekerja sebagai dosen, ahli riset di negara tetangga kita tersebut dan mereka mendapatkan sevice yang sangat baik, jauh lebih baik dibanding negaranya sendiri. Itu baru di negara tetangga. Di posting sebelumnya saya menuliskan bahwa Profesur termuda Amerika Serikat masih berkewarganegaraan Indonesia. Penemu planet baru, ternyata orang Indonesia juga.

OK, ada lagi satu kekayaan yang dimiliki Indonesia. Sumber seni dan budaya kita berlimpah. Kita memiliki kekayaan budaya yang melimpah, tarian, lagu daerah, makanan, hasil alam dan berbagai sebni budaya lain yang nggak tersaingi oleh negara manapun. Indonesia memiliki budaya yang paling beraneka ragam di dunia. Kebanggaan suatu negara sebenarnya bukan cuma kemajuan ekonomi dan teknologi, tetapi juga kebanggaan dalam seni dan budaya. Ini yang merupakan identitas dari suatu negara atau bangsa. Dan kita patut bangga memiliki itu. Saking hebatnya hasil seni budaya kita akhirnya menarik perhatian bangsa lain untuk memilikinya. Padahal kalau bercermin dari bangsa kita sendiri, kita jarang mengapresiasi hasil budaya sendiri. Dalam klaim atas budaya kita sendiri yakni hak cipta atas karya seni dan budaya kita sangat lamban. Berdasarkan laporan dari Kompas, inventarisasi dan pengurusan ribuan hasil karya seni budaya kita sangat lamban. Kita juga sangat kurang dalam publikasi media. Bandingkan Malaysia sangat proaktif dalam mengklaim hasil seni budaya mereka sampai kebablasan. Mereka juga aktif mempublikasi hasil seni budaya lewat media, televisi, iklan sampai buku-buku diterbitkan untuk itu. Sedangkan di kita, tari-tarian daerah semacam pendet jarang ditayangkan di televisi. Untuk iklan atau untuk tayangan khusus sangat jarang menayangkan tarian daerah. Yang dominan acaranya sinetron dan tayangan magis serta hipnotis. Begitu ada yang memakainya untuk iklan di luar negeri kita jadi kelabakan. Tari pendetku diambil…...

Bagaimanapun, khazanah seni dan budaya kita sangat berlimpah walaupun kurang diapresiasi. Paradoks juga khan? Yang pasti, bangsa kita tetap kaya dan bisa memperkaya bangsa atau negara lain walaupun ekonomi masih belum hebat dan kita masih terlilit hutang. Saking banyaknya kekayaan alam kita jadi nggak bisa dihargai dan dikelola dengan baik. Kekayaan bangsa kita nggak cuma hasil alam atau seni dan budaya, banyak tenaga-tenaga ahli yang bisa diandalkan tetapi akhirnya mereka lari ke luar negeri karena di luar negeri lebih dihargai. Bahkan seni dan budaya kita di luar negeri jauh lebih dihargai. Lihat saja bangsa luarpun ikut mengincar hasil seni budaya kita, he he. Karena itu perlu sikap dan kesadaran semua pihak termasuk pemerintah untuk tidak terlena dengan segala kekayaan alam ini tetapi mau mengolah dan menghargai sumber-sumber alam dan sumber daya manusia Indonesia. Masakan kita masih impor pangan, impor ikan, impor tempe, impor tenaga ahli terus dari negara lain. Katanya kita punya lahan yang luas, tenaga kerja melimpah, sumber daya manusia yang bisa diandalkan. Katanya kita kaya. Nah, makanya jangan terlena, ntar kita makin ketinggalan.

Setiap Insan adalah Spesial

Setiap Insan adalah Spesial

Alkisah, disebuah kelas sekolah dasar, bu guru memulai pelajaran dengan topik bahasan, “Setiap insan adalah spesial”. Kehadiran manusia di dunia ini begitu berarti dan penting. “Anak-anakku, kalian, setiap anak adalah penting dan spesial bagi ibu. Semua guru menyayangi dan mengajar kalian karena kalian adalah pribadi yang penting dan spesial. Hari ini ibu khusus membawa stiker bertuliskan warna merah “Aku adalah spesial”. Kalian maju satu persatu, ibu akan menempelkan stiker ini di dada sebelah kiri kalian”.
Dengan tertib anak-anak maju satu persatu untuk menerima stiker dan sebuah kecupan sayang dari bu guru mereka. Setelah selesai, bu guru melanjutkan “Ibu beri kalian masing-masing tambahan 4 stiker. Beri dan tempelkan 1 kepada orang yang kalian anggap spesial, sebagai ungkapan rasa hormat dan terima kasih dan kemudian serahkan 3 stiker lainnya untuk diteruskan kepada orang yang dirasa spesial pula olehnya, begitu seterusnya. Mengerti kan…….”.
Sepulang sekolah, seorang murid pria mendatangi sebuah kantor, diapun memberikan stikernya kepada seorang manajer di sana. “Pak, bapak adalah orang yang spesial buat saya. Karena nasehat-nasehatpak berikan, sekarang saya telah menjadi pelajar yang lebih baik dan bertanggung jawab. Ini ada 3 stiker yang sama, bapak bisa melakukan hal yang sama, memberikannya kepada siapapun yang menurut bapak pantas menerimanya”.
Lewat beberapa hari, manajer tersebut menemui pimpinan perusahaannya yang emosional dan sulit untuk didekati. Tetapi mempunyai pengetahuan yang luas dan telah memberi banyak pelajaran hingga dia bisa menjadi seperti hari ini. Awalnya sang pemimpin terkesima, namun setelah mengetahui alasan pemberian stiker itu, dia pun menerimanya dengan haru. Sambil mengangsurkan si manajer berkata,”Ini ada 1 stiker yang tersisa. Bapak bisa melakukan yang sama kepada siapapun yang pantas menerima rasa sayang dari bapak”. Sesampai di rumah, bergegas ditemui putra tunggalnya. “Anakku, selama ini ayah tidak banyak memberi perhatian kepadamu, meluangkan waktu untuk menemanimu. Maafkan ayahmu yang sering kali marah-marah karena hal-hal sepele yang telah kamu lakukan dan ayah anggap salah.

Malam ini, ayah ingin memberi stiker ini dan memberitahu kepadamu bahwa bagi ayah, selain ibumu, kamu adalah yang terpenting dalam hidup ayah. Ayah sayang kepadamu”. Setelah kaget sesaat, si anak balas memeluk ayahnya sambil menangis sesenggukan. “Ayah, sebenarnya aku telah berencana telah bunuh diri. Aku merasa hidupku tidak berarti bagi siapapun dan ayah tidak pernah menyayangiku. Terima kasih ayah”. Mereka pun berpelukan dalam syukur dan haru serta berjanji untuk saling memperbaiki diri.
Pembaca yang luar biasa,
Kehidupan layaknya seperti pantulan sebuah cermin. Dia akan bereaksi yang sama seperti yang kita lakukan. Begitu pentingnya bisa menghargai dan menempatkan orang lain di tempat yang semestinya. memuji orang lain dengan tulus juga merupakan ilmu hidup yang sehat, bahkan sering kali pujian yang diberikan disaat yang tepat akan memotivasi orang yang dipuji, membuat mereka bertambah maju dan berkembang, dan hubungan diantara kitapun akan semakin harmonis, mari kita mulai dari diri kita sendiri, belajar memberi pujian, menghormati dan memperhatikan orang lain dengan tulus dengan demikian kehidupan kita pasti penuh gairah, damai dan mengembirakan.
Salam sukses luar biasa!

Andrie Wongso


Copyright © Spesial Unik. All rights reserved. Template by CB. Theme Framework: Responsive Design