Showing posts with label Apresiasi. Show all posts
Showing posts with label Apresiasi. Show all posts

Keajaiban Apresiasi


Seorang anak pulang dengan membawa hasil ulangan dan menunjukkannya pada Mamanya,”Ma, ini aku dapat nilai 90,” ungkapnya dengan nada riang. “Cuma 90 aja bangga, kenapa nggak cepek (maksudnya 100)”? kata Mamanya. Dia akhirnya belajar keras dan ternyata berhasil, dia mendapat nilai 100. Apa reaksi Mamanya? “Nggak salah tuh nilainya. Jangan-jangan gurumu salah periksa tuh. Atau soalnya terlalu gampang. Jaman Mama sekolah dulu nggak ada yang nilai 100.” Ada lagi kisah anak yang lainnya. Di akhir semester untuk pertama kalinya dia meraih peringkat II di kelas, dia mengabarkan kabar prestasinya kepada Papanya dengan gembira,”Pa, saya juara II loh Pa”. “Apa?, juara II? Tuh liat Kakakmu rangking I terus , jangan kalah ma dia.” Papanya kembali berkomentar,”Kamu ma Kakakmu aja masih kalah ma Papa. Jaman Papa dulu soalnya lebih susah loh, tapi Papa selalu juara kelas bahkan juara umum dari SD samppe SMA, juara lari, juara catur, juara ping pong. Hmmm kalian masih payah dibanding Papa….”

Ini memang bukan kisah nyata tapi jamak dijumpai kemiripannya dalam realita hidup keluarga di dalam kultur Timur. Kisah malang anak yang mengharapkan apresiasi tapi bukan itu yang didapat hanya tanggapan dingin, membandingkan, mengecilkan dan menganggapnya sebagai sesuatu yang biasa. Bayangkan betapa kecwanya si anak setelah belajar dan bekerja keras tetapi tak ada pujian dan pengakuan sama sekali.
Apresiasi yang minim atau langka memang bisa jadi diturunkan dan ini berkaitan dengan budaya dan pola pengasuhan dalam keluarga. Bahkan dalam budaya kita harus diakui apresiasi itu diminimalisasi dan dicegah dengan ungkapan,"Jangan dipuji, nanti besar kepala. Tu jangan dipuji nanti dia cepat puas.” Reaksi semacam ini akhirnya menjadi penghambat bagi orang untuk mengembangkan apresiasi lebih lanjut. Di sisi lainya juga timbul penyangkalan atau penolakan terhadap apresiasi. Bahkan ada yang menjadi alergi dengan apresasi atau pujian. Padahal apresiasi itu wajar dan perlu. Tidak hanya itu, apresiasi memiliki dampak luar biasa.

Apresiasi bermanfaat dan berdampak sangat besar dalam perkembangan diri seorang anak. Anak yang dibesarkan dengan apresiasi yang baik akan memiliki citra diri dan kepercayaan diri yang baik. Bahkan akan membentuk karakter yang positif dalam dirinya yaitu bagaimana belajar menghargai, bersyukur, serta akan memberikan pengaruh yang positif bagi orang lain yaitu bisa menjadi pendorong atau motivator bagi orang lain. Anak yang dibesarkan tanpa apresiasi cenderung sinis, kurang menghargai, pengeritik atau menjadi pencela. Bisa-bisa akan berpengaruh pada self esteemnya dan berdampak pada sosialisasinya juga jadi kurang baik. Belum lagi menyangkut ke depannya. Jadi apresiasi itu ternyata penting banget.

Apresiasi macam apa yang berdampak ? Jelas apresasi yang tidak sekedar basa basi, asala bunyi atau pepesan kosong tapi apresiasi yang tepat dan kongkrit. Ada apresiasi yang justru menjadi hambar dan nggak berdampak karena diungkapkan dengan cara yang keliru. Atau aapresasi yang nampaknya baik atau manis di depan tapi belakangnya “tak sobek-sobek”. Misalnya,”Wah, lukisanmu bagus, kalau dilihat dari Monas.” Atau,”Suaramu bagus kalo nyanyi, bikin bulu kuduk berdiri.” Apresiasi jenis ini mulanya mengangkat tinggi seseorang kemudian membanting sampai berkeping-keping atau dipuji dulu setelah itu dibantai. Ini bukanlah apresiasi yang baik, positif dan konstruktif.

Apresiasi yang baik adalah diekpresikan secara tepat dan kongkrit. Bukan hanya diungkapakan secara umum misalnya, “Kamu hebat atau kamu baik,” Hebat dalam hal apa atau baik dalam hal apa, ini harus jelas dulu. Apresiasi akan berdampak kalau diungkapkan secara spesifik. Apresiasi yang baik kalau diungkapkan dengan tepat maka bisa berdampak besar. Thomas Alfa Edison sewaktu bersekolah dianggap tidak memiliki harapan bahkan dikeluarkan dari sekolah oleh gurunya. Mamnya terus memberikan semangat dan dorongan buat dia untuk terus belajar dan berusaha. Terbukti Thomas ALfa Edison mencengangkan dunia dengan berbagai penemuannya yang sangat luar biasa. Ingat wanita besi, julukan buat Margareth Thatcher?, seorang PM Inggris yang luar biasa dan sangat disegani. Dia menyatakan bahwa pujian dan dorongan dari Papanyalah yang membuat dia berhasil dan meraih pencapaian-pencapaiam yang luar biasa.

Saya paling suka dengan kisah mengenai Johny Figaro. Johnny Figaro adalah seorang anak Italia berusia tigabelas tahun yang tinggal di New York. Sebagai siswa dia menjadi masalah besar bagi guru guru-nya. Johnny sering berkelahi dan sering mengganggu murid-murid . Anak ini juga dikenal kasar terhadap guru-gurunya dan sudah terlalu sering menerima hukuman.

Saat kelas enam, dia bertemu dengan wali kelasnya, seorang guru muda yang tenang. Suatu kali Johnny masuk ke kelas dengan sikap yan seenaknya. Guru muda itu berkata dengan tenangnya ”Johnny, hari ini kamu kelihatan baik dengan kemeja yang bersih dan rapi” Mendengar itu, Johnny langsung terkesiap, dan secara spontan merapikan posisi duduknya dengan badan yang tegak.
Siang harinya, Johnny terlihat memakai dasi dengan, dan kembali si guru muda ini memberikan pujian kepadanya. Hari berikutnya dia mengganti tali sepatu yang lusuh dengan yang lebih bersih dan sepatunya menjadi lebih mengkilap karena sudah disemirnya.

Guru muda itu mengatakan kepada guru-guru yang sebelumnya menangani Johny ”Berikan pujian padanya dan anak itu akan memberikan reaksi, puji saja..”
Johnny Figaro pada akhirnya menjadi seorang Rektor universitas negeri ternama di Amerika bagian tengah sebelah barat. Seorang anak lelaki yang sepertinya tidak punya masa depan dan kita mungkin berpikir bisa menjadi kepala geng atau preman, telah berubah seorang akademisi sukses berkat seseorang yang menyempatkan diri untuk memberikan pujian tulus kepadanya. Apresiasi ibarat air yang disiramkan ke tumbuhan yang akhirnya tumbuh mekar dan berbunga.

Kapan terakhir kali kita menyatakan apresiasi? Sudahkah Anda mengapresiasi seseorang hari ini?

Apresiasi

“Appreciation is a wonderful thing: It makes what is excellent in others belong to us as well.”
Voltaire (1694 – 1778)

Sebagai orang yang hidup dalam kultur Timur, kita memiliki dua problem dalam kaitan dengan apresiasi. Pertama, kita tidak terbiasa mengekspresikan apresiasi atau pujian. Bahkan kayaknya dan mungkin berlebihan, kita agak ‘tabu’ dalam memberikan pujian untuk sesuatu atau untuk orang lain. Jadi kalau ada seseorang yang melakukan sesuatu yang hebat, kita menghadapinya dengan dingin atau berkomentar dalam hati aja ,”biasa aja tuh, sayapun bisa”. Atau kita diam aja atau hanya bergumam, Mmm, ya!. Masalah kedua dan ini sebenarnya universal adalah kita cenderung berpikir dan melihat (baca:mencari) hal negatif dulu. Kombinasinya adalah akan meumnculkan ungkapan-ungkapan yang seperti ini, komentar tapi bukan bersifat pujian. Kalau orangnya hebat tapi kurus, komentarnya :”Orang itu kayak cacing”. (prestasinya nggak disinggung sama sekali). Kalau gede,”wah kayak bonsai.”Yang lainnya misalnya, “eh kamu imut ya” (maksudnya item mutlak). Adalagi : “Edan tenan orangnya.” Atau,”Kamu masih hidup toh?”. Hai ya…..(Maafkan, penggunaan contoh di atas tidak bermaksud untuk menyinggung siapapun)…Peace.

Kalau ditelusuri lagi, hambatan lainnya adalah keengganan kita untuk mengakui prestasi atau kehebatan orang lain. Jelasnya, kita terlalu angkuh untuk merendahkan hati kita dan mengakui bahwa untuk hal tertentu ada orang yang skill dan kemampuannya di atas kita, ada orang yang lebih hebat dan luar biasa. Untuk memberikan pujian atau apresiasi kepada orang lain seolah-olah menempatkan kita di bawah orang tersebut dan ini artinya menempatkan posisi kita seolah-olah berada pada posisi kalah. (nah, udah mulai negatif khan…).Pada dasarnya kita ngga mau dan nggak suka berada di posisi di bawah. Kita jelas nggak suka juga dengan kekalahan. Dengan kondisi seperti ini amat sulit mengharapkan apresiasi bisa keluar dari hati dan mulut kita.

Apresiasi sendiri sebenarnya memiliki makna yang dalam dan berdampak positif bagi diri sendiri dan orang lain. Ok, saya mengajak kita untuk melihat sejenak apa sih arti dan makna apresiasi. Dalam kamus Webster, arti pertama kata apresiasi memiliki arti berpikir dengan baik (to think well of). Jadi apresiasi adalah suatu sikap, berpikir baik dan positif mengenai segala sesuatu. Nah inilah kuncinya. Kalau kita berpikir baik dan positif maka tidak akan sulit bagi kita untuk mencari hal-hal baik dan positif dari orang lain. Dalam memberikan apresiasi bukan hanya melihat atau memuji untuk prestasi yang spektakuler atau sensasional tapi hal kecil sekalipun kalau kita berpikir baik dan positif tidak akan sulit untuk mencarinya. Tapi kalau udah berpikir negatif, maka segala hal dilihat dengan kacamata minus. Segala hal dilihat dengan kacamata hitam, awas nabrak, euy. Apresasi adalah mampu melihat dengan cara pandang yang lebih baik, bukannya tidak melihat hal negatif tetapi mampu melihat dan menghargai hal positif sekecil apapun.

Apresiasi adalah penghargaan akan sesuatu yang berkualitas (to estimate the quality)(to recognize),pengakuan akan sesuatu. Misalnya pengakuan bahwa seseorang telah melakukan suatu pencapaian yang baik bahkan luar biasa . Makna apresiasi adalah mengakui bahwa orang lain telah menunjukkan prestasi dan kita belajar mengakui bahwa bukan hanya prestasi tapi sikap dan karakter orang tersebut juga sangat luar biasa. Ini amat tidak mudah. Saat mengungkapkan ini seolah-olah kita menundukkan diri dan mengakui kehebatan orang lain. Dan bagi sebagian orang, hal ini sulit untuk diterima. Ini butuh kerendahan hati dalam mengekspresikannya. Menunjukkan apresiasi sebenarnya menunjukkan kebesaran jiwa seseorang. Kristus pun pernah memuji orang lain karena iman yang dimiliki orang tersebut. Bahkan Tuhanpun mengakui bahwa iman kita manusia berharga dan sangat bernilai. Ini suatu teladan yang luar biasa. Kalau Tuhan bisa memuji seperti itu, apalagi kita manusia sepatutnya belajar mengapresiasi lebih lagi.

Apresiasi adalah mengangkat atau menaikkan nilai sesuatu (to raise the value). Apresiasi adalah bagaimana kita belajar menghargai sesuatu yang berkualitas dan menilai dengan tinggi sesuatu yang sesuai dengan kualitasnya tersebut. Kalau kita belajar menghargai dengan baik maka hal ini akan menambah citra positif dan menambai nilai akan sesuatu. Apresasi akan menjadi suatu motivasi bagi orang lain dan tidak hanya menambah nilai dari karya orang tersebut tapi sesungguhnya kita sedang membangun atau teknisnya mengangkat orang tersebut. Sedangkan lawannya adalah meremehkan atau merendahkan hanya akan membuat kita menjadi kehilangan sense dalam menilai sesuatu. Kita akan kehilangan rasa atau sensenya justru negatif kalau kita tidak belajar mengapresiasi oran lain.

Apresiasi juga bicara soal kepekaan(to be fully sensitively or aware of). Ini tidak hanya bicara soal indra perasa tapi kepekaan hati dan kesadaran pikiran akan sesuatu. "Rasa" ini membuat kita jadi mampu mengecap dan menilai sesuatu. Rasa kepekaan terhadap orang lain utamanya di sini adalah kepekaan melihat hal yang baik, hal yang positif dan berkualitas. Kalau kita sudah kehilangan 'rasa' dan kepekaan maka kita akan kehilangan apresiasi itu sendiri.

Apresiasi adalah membuat kita untuk belajar bersyukur (be thankful for). Ya, apresiasi seharusnya membuat kita melihat bahwa Tuhan memakai siapa saja untuk berkarya dan karya mereka bahkan dinikmati orang banyak termasuk mungkin Anda dan saya. Apresiasi harusnya membuka mata dan hati kita untuk mensyukuri kesempatan bertemu dan melihat dari orang yang berprestasi dan mungkin juga bisa belajar sesuatu darinya. Bukankah hal ini patut disyukuri dan membuat kita maju?

Kultur 3 M

Kultur 3 M

3M maksudnya Meledek, Mengejek dan Melecehkan. 3M ini bisa disebut sebagai kultur karena sudah membudaya. Asal muasalnya dari kebiasaan dan ini menjadi habit yang terus saja berkesinambungan dan mendapat tempatnya di tengah kondisi dan orang-orang yang mendukung. Tentunya dalam pengertian yang negatif. Dari meledek ini bisa berkembang jadi saling mengejek dan akhirnya bisa menelan korban. Baru-baru ini ada peristiwa yang memilukan dan berkaitan dengan hal ini. Sebut saja Ahsed pelajar III SMP Bekasi menjadi korban hantaman teman-temannya sehingga tewas. Pelajar dari Bekasi ini dikabarkan saling bercanda dengan teman-temannya tapi berkembang menjadi saling meledek, mengejek dan puncaknya saling sabet dan saling pukul. (Bercanda yang Berujung Maut, Kompas Minggu, 6 September).

Kultur 3M ini menemukan tempatnya mulai dari dunia nyata sampai dunia maya. Lihat saja sinetron di TV mempetontonkan mulai dari meledek sampai menghina dan melecehkan. Saya pernah sekilas melihat sinetron secara tidak disengaja, dalam sebuah adegan yang durasi waktunya satu menit saja bermunculan kata-kata 3M sekitar 5 atau 6 kata dengan pemeran yang berbeda-beda. Itu baru satu menit! Belum lagi ditambah ekspresinya itu yang serba nyolot dan muka kayak semangka Cibinong yang belum mateng. Ampyun deh. Padahal sinetron itu nggak termasuk dalam daftar sinetron yang diperingatkan Komisi Siaran di negara kita.

Kata-kata ejekan itu justru popular dan muncul dalam berbagai kondisi atau konteks yang ada. Mulai dari dijadikan bahan candaan alias iseng atau sebagai reaksi yang muncul untuk situasi dan nkeadan tertentu. Jadinya, udah dianggap lumrah alias ‘normal’ saja. Kata yang keluar biasanya tidak tunggal saja karena akan muncul konco-konconya yang akan menemani dan memperkuat ungkapan tersebut. Maka meluncurlah kata-kata yang seharusnya dikerangkeng di bon-bin itu, keluar secara tak terkendali dan siap meluncur ke arah korbannya.

Kalau kata-kata itu tidak bersinggungan dengan kita atau tidak ditujukan kepada kita, reaksi kita paling,”Wah, jangan ngomong kasar, ngak sopan!”. Kalau kita anggap keterlaluan, paling Cuma,”wah, parah ya, kasar sekali!”. Tapi bagaimana kalau kata-kata 3M itu ternyata dialamatkan ke kita? Pasti tensi kita naek, diikuti temperature di hati dan kepala mulai mendidih (ntar lagi mateng), mata jadi ikutan melotot, jantung debarannya sampai 4-5 skala Richter, duk…dug…dux.

Sebelum pecah perang lidah, ibarat puter video, coba dipause dulu. Pikirkan hal yang positif. Saya suka ingat analogi gelas aqua. Misalnya kita bilang atau kita maki gelas aqua itu dengan kata-kata seperti,”kamu bodoh,” “kamu kodok”, Apakah akan mengubah gelas aqua tersebut? Kita tambahkan lagi,”Kamu bukan gelas plastik tapi kaleng rusak!”, Apakah akan berpengaruh? Coba kita ngomong sambil memegang gelas tersebut lalu kta bilang di depan anak kecil,”Ini bukan aqua, ini monyet.” Saya rasa mereka akan memandang aneh ke kita atau mengaggap kita udah gila.

So, apapun kata orang tentang kita yang bernada meledek, menghina atau melecehkan, tidak akan mereduksi nilai atau harga diri kita. 3M itu tidak akan merusak dan menodai diri kita kalau kita tidak menanggapinya. Bersikap cool aja kayak gelas aqua tadi yang gak bergeming sedikitpun. 3M tidak akan membuat kita jadi turun derajat atau berkurang kadar kemanusiaannya. Misalnya dari manusia full menjadi tinggal 70% manusia karena diejek dengan kata-kata binatang. Justru mereka yang kerap ngomong 3M itu sebenarnya sedang menurunkan derajat kemanusiaannya.

Kedua, ingatlah bahwa kita ini berharga. Manusia mungkin bisa meremehkan dan memandang rendah dengan tatapan yang merendahkan serta ucapan yang membuat harga diri kita terusik dan rasanya dinjak-injak. Apapun itu sebenarnya kita nggak perlu terprovokasi dan membalas dengan kata-kata yang bernada H=hinaan.
Diri kita tetaplah berharga? Kenapa berharga? Karena kita selain makhluk langka, kita adalah makhluk Tuhan yang special. Yang menentukan harga dan nilai manusia jelas bukan manusia tapi Pencipta. Orang boleh meremehkan tapi Tuhan tetap melihat kita berharga dimata-Nya.

Keberhargaan diri kita bukan terletak pada casing atau penampilan kita. Berharga bukan karena pakai BlackBerry, tas Gucci, sepatu Italia, cincin berlian yang gede melingkar di leher, tangan, kaki, telinga (emang mau jadi gantungan berlian?). Berharga bukan karena jabatan tinggi, tajir dan naek Mercy. Kita berharga karena kita dikasihi. Dikasih siapa dulu? Yaitu dikasihi Tuhan. Kalau kita mengasihi sesuatu atau orang lain karena kita menganggap orang atau sesuatu itu berharga. Nah, Tuhan mengasihi kita karena kita memang berharga di mata-Nya. Orang laen boleh benci atau menolak dan meremehkan kita tapi Tuhan tetep mengasihi apapun kata orang tentang kita.

Berharga, berarti kita juga berarti. Mungkin ada yang nggak menghargai dan menganggap kita nggak berarti. Tapi Tuhan menghargai sekecil apapun kemampuan, dan kelebihan kita. Walaupun kita tidak sehebat orang lain tetapi Tuhan menghargai kita. Sekecil apapun dan selemah apapun diri kita, Tuhan tidak merendahkan atau mau menyingkirkan kita. Tuhan selalu memberi kita tempat di hadapan-Nya.

Di akhir posting ini, saya cuma merenung lagi, mengubah suatu kultur sangat tidak mudah. Tapi baiklah kita mulai dari diri sendiri. Dan saya cuma berpikir, bagaimana cara positif menyikapi kultur 3M ini? Mari kita hadapi dengan Menghargai, Memuji dan Membangun atau Memotivasi...
Copyright © Spesial Unik. All rights reserved. Template by CB. Theme Framework: Responsive Design