Showing posts with label pengembangan diri. Show all posts
Showing posts with label pengembangan diri. Show all posts

Katakan, Lakukan, Tunjukan CINTAmu

Katakan, Lakukan, Tunjukan CINTAmu

Banyak pria mengatakan bahwa ia bukan tipe orang yang mengucapkan kata-kata CINTA kepada seorang wanita. Ia lebih suka menunjukkan saja CINTA-nya. Lalu ada wanita yang mengatakan bahwa ia tidak percaya kata-kata CINTA sampai ia melihat seorang pria membuktikannya melalui perbuatannya. Lalu ada wanita lain lagi yang kesal karena kekasihnya tidak pernah mengatakan CINTA kepadanya, walau secara konsisten ia melakukan berbagai hal untuk menunjukkan itu.
Semuanya itu fine saja. Yang perlu diingat, itu adalah MODEL DUNIA orang-orang yang mengatakan hal ini. Itu adalah REPRESENTASI CINTA di PETA PIKIRAN mereka sendiri. Ini bisa saja berlaku dalam PETA orang lain bisa tidak. Setiap orang mempunyai REPRESENTASI sendiri-sendiri dalam pikiran mereka tentang CINTA.
Saya ingat lirik lagu 'Extreme' yang sempat tenar tahun 90-an, dengan 'More Than Words', yang pesannya, tidak cukup fungsi Auditory saja yang di-trigger, tapi juga visual, yakni tunjukkan sesuatu yang perlu saya lihat, atau lakukan sesuatu sehingga saya bisa rasakan. Lalu ada juga lirik lagu 'Wet Wet Wet', dalam lagunya 'Love is All Around' yang mengatakan 'If you really love me, come on and let it SHOWED', lalu di awal lagu ada lirik 'I FEEL it in my finger, I FEEL it in my toes'. Alias tunjukkan cintamu, biarkan saa merasak. Lalu Diana Ross berucap 'When you TELL me that you love me'.

Apa yang ingin saya katakan dengan ini?


REPRESENTASI CINTA itu bervariasi untuk siapa saja. Ada dua gap dalam mengungkapkan dan menangkap hal ini. Pertama, dalam mengungkapkan, kita kadang hanya menggunakan REPRESENTASI pribadi kita dalam menangkap. Hanya karena kita menganggap kita lebih senang orang lain menunjukkan cintanya dibanding mengucapkan, kita MEMILIH hanya melakukan berbagai hal untuk menunjukkan CINTA kita, misalnya. Kedua, dalam hal menangkap, kita kadang hanya mengharapkan partner kita memahami REPRESENTASI kita tanpa sama sekali mengungkapkannya. 'Ia seharusnya tahu', demikian dialog internal kita. Sayangnya hampir semua kita tidak berpasangan dengan paranormal.
Pikirkan dan lakukan hal yang simple saja. Karena CINTA, sebagaimana berbagai hal lain dalam hidup, memang seharusnya sederhana.
Pertama, kita tentu happy saat partner kita me-REPRESENTASI-kan CINTA-nya sesuai dengan REPRESENTASI kita. Saat kita ingin mereka KATAKAN, mereka KATAKAN. Saat kita ingin mereka LAKUKAN, mereka LAKUKAN. Jadi, bukan hanya tugas mereka semata untuk menyelidiki sampai frustrasi. Kita punya porsi untuk membantu mereka belajar bagaimana memenuhi REPRESENTASI kita. Dan ini, by the way, bukan hanya berarti memberikan sinyal-sinyal tertentu saja, lalu kita yang frustrasi karena mereka tidak 'mudeng' atau tidak kunjung bisa menangkap sinyal kita. Bila perlu, KATAKAN! Dan saat mereka benar-benar REPRESENTASI-kan sesuai keinginan kita, HARGAI dan APRESIASI! Karena ternyata ada yang malah bilang 'tumben', atau 'bener nih?'. Anda entah mau membunuh kemajuan ini atau mendorong lebih mau lagi.
Kedua, karena kita akan sangat menghargai saat REPRESENTASI kita dipergunakan, saat kita sebagai yang hendak me-REPRESENTASI-kan, gunakan REPRENSENTASI mereka! Kalau tidak tahu, tanya! Minta mereka mengajarkan kepada kita! Mencoba menangkap sinyal atau menebak, kadang berhasil, tapi kadang berantakan. Tanya dan pelajari dari mereka!
Cara paling aman dan nyaman? Saat kita hendak me-REPRESENTASI-kan, pergunakan semua sistem REPRESENTASI CINTA yang mungkin. KATAKAN CINTA Anda, TUNJUKAN, LAKUKAN sesuatu yang bisa mereka RASAKAN, gunakan sebuah WANGIAN tertentu yang bisa di-HIRUP, dan sesuatu yang bisa DIKECAPI. Kalau CINTA, ada PILIHAN untuk KATAKAN, LAKUKAN sesuatu untuk buktikan dan membuat pasangan RASAKAN, dan TUNJUKAN!

Kemana Kesadaran diri Kita

Kemana Kesadaran diri Kita


Dalam kehidupan ini banyak sekali orang yang berupaya mencari kesadaran diri atau lebih kerennya adalah mencari diri kita sejati. Mengetahui diri kita sejati adalah sebuah upaya yang bisa menjadikan hidup kita lebih bermakna dan bermanfaat pada orang lain. Puncak dari kesadaran diri kita akan membawa kita dalam kehidupan yang lebih damai.
Kesadaran diri adalah keadaan dimana Anda bisa memahami diri Anda sendiri dengan setepat-tepatnya. Anda disebut memiliki kesadaran diri jika Anda memahami emosi dan mood yang sedang dirasakan, kritis terhadap informasi mengenai diri Anda sendiri, dan sadar tentang diri Anda yang nyata. Pendek kata, kesadaran diri adalah jika Anda sadar mengenai pikiran, perasaan, dan evaluasi diri yang ada dalam diri Anda.
Orang sedang berada dalam kesadaran diri memiliki kemampuan memonitor diri, yakni mampu membaca situasi sosial dalam memahami orang lain dan mengerti harapan orang lain terhadap dirinya. Kalau orang lain mengharapkan Anda bicara, maka Anda bicara. Kalau orang lain mengharapkan Anda diam, maka Anda diam. Kalau orang lain mengharapkan Anda yang maju duluan, Anda maju duluan.


Orang yang bisa memonitor diri pasti disukai orang lain. Namun jika kemampuan monitor dirinya sangat tinggi malah bisa menjadi bunglon, alias tidak memiliki identitas karena dimana-mana selalu berusaha menyesuaikan diri. Sebaliknya, orang yang rendah monitor dirinya selalu berperilaku konsisten karena tidak ada usaha untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi. Entah di pesta, di rapat, di acara apapun dan bertemu siapapun perilakunya tetap saja sama.
Secara ekstrem, kesadaran diri bisa dibedakan menjadi dua, yakni kesadaran diri publik dan kesadaran diri pribadi. Orang yang memiliki kesadaran diri publik berperilaku mengarah keluar dirinya. Artinya, tindakan-tindakannya dilakukan dengan harapan agar diketahui orang lain. Orang dengan kesadaran publik tinggi cenderung selalu berusaha untuk melakukan penyesuaian diri dengan norma masyarakat. Dirinya tidak nyaman jika berbeda dengan orang lain.
Orang dengan kesadaran diri pribadi tinggi berkebalikan dengan kesadaran diri publik. Tindakannya mengikuti standar dirinya sendiri. Mereka tidak peduli norma sosial. Mereka nyaman-nyaman saja berbeda dengan orang lain. Bahkan tidak jarang mereka ingin tampil beda. Mereka-mereka yang mengikuti berbagai kegiatan yang tidak lazim dan aneh termasuk orang-orang yang memiliki kesadaran diri pribadi yang tinggi.

BENARKAH KITA SUNGGUH-SUNGGUH BELAJAR?

BENARKAH KITA SUNGGUH-SUNGGUH BELAJAR?

“Saya termasuk orang yang percaya bahwa bila kita mempelajari kebenaran dan tidak mengalami perubahan hidup, hanya ada dua kemungkinan: kita tidak sungguh-sungguh belajar atau yang kita pelajari bukan kebenaran.”
~ Andrias Harefa
Nasihat tersebut saya dapat dari sebuah buku pemberian seorang teman, belum lama ini. Cukup lama saya mencerna kata-kata dari Guru Andrias Harefa di atas. Berulang kali saya membacanya. Saya mengangguk-angguk, mengidentifikasikan adanya pemahaman atas kata-kata tersebut. Jika bisa saya mengajukan diri di antara deretan nama-nama yang telah mengalami perubahan hidup karena belajar, berarti bolehlah ditambahkan nama saya.
Ini serius. Begitu saya belajar dengan sungguh-sungguh, saya segera mengalami perubahan hidup. Berarti apa yang saya pelajari tersebut memang sebuah kebenaran. Buktinya, hal itu telah membuat hidup saya berubah. Dari pribadi yang tertutup, malu, gagap, dan minder karena dibesarkan dalam sebuah keluarga yang tidak kondusif, berubah menjadi pribadi yang terbuka dan percaya diri. Dari pribadi yang berpikir, “Saya tidak berharga, miskin, kumuh, pemulung, dan hanya pantas menjadi pembantu rumah tangga,” berubah menjadi, “Saya begitu berharga, selanjutnya terserah saya.” Kemudian saya membuat artikel, dibukukan, dan diundang untuk berbicara tentang motivasi, menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan, dan sharing pengalaman.


Mungkin kisah saya tidak jauh berbeda dengan cerita yang dituturkan oleh Brian Tracy dalam buku Change Your mind, Change Your Life sebagai berikut: Seorang wanita yang tertutup, takut, pemalu, dan rendah diri karena dibesarkan dalam keluarga yang tidak kondusif. Ketika mengalami amnesia karena kecelakaan, dia belajar tentang amnesia, membuat artikel tentang kondisinya, diundang untuk berbicara dalam sebuah konvensi kedokteran dengan membawakan makalah yang ditulisnya, menjawab berbagai pertanyaan, berbagi pengalaman serta ide-ide baru dalam bidang fungsi neurologis. Dia telah berubah menjadi pribadi yang percaya diri, positif, ramah, berpengetahuan luas dan pandai berkomunikasi.
Tidak jauh beda, bukan? He he he... Bedanya adalah, saya tidak mengalami amnesia. Tentang kondisi keluarga yang tidak kondusif, jika dia diperlakukan tidak adil dan selalu dikritik oleh kedua orangtuanya, saya merasa tidak aman karena berada di wilayah konflik yang berkepanjangan tanpa adanya niatan untuk gencatan senjata. Begitulah, sehingga timbul dampak yang sangat tidak diinginkan oleh pribadi manapun akibat kondisi yang tidak kondusif tersebut. Saya tidak bisa mengubah kedua orang ua saya, tetapi saya bisa mengubah diri saya sendiri dengan pribadi yang sekarang, mengasihi mereka, sehingga hidup menjadi indah. Semua karena saya belajar. Sungguh-sungguh belajar.
Ketika saya menjadi salah satu pembicara untuk motivasi menulis yang audiensnya adalah para guru, beberapa hari yang lalu, ada hal menarik yang ingin saya ceritakan di sini. Ribuan audiens yang hadir (mulanya diperkirakan yang akan hadir adalah ratusan orang) sangat antusias mengikuti seminar yang memilih tema “Menulis Karya Ilmiah dan Artikel Populer untuk Meningkatkan Profesionalisme Guru”. Dengan menulis artikel di media massa, otomatis mereka, para guru golongan IV-A ke atas akan mendapatkan kenaikan jabatan atau naik pangkat setingkat lebih tinggi, apalagi menulis buku. Dengan menulis artikel atau karya tulis lainnya berarti keprofesionalan mereka diakui. Karena, “Tulisan, disadari atau tidak, adalah suatu pengakuan dan kepercayaan publik terhadap kompetensi penulisnya,” demikian kata Edy Zaqeus dalam bukunya yang berjudul Resep Cespleng Menulis Buku Bestseller Edisi Revisi.
Menarik, bukan? Apalagi menulis adalah keseharian mereka. Mereka bisa mengambil tema di mana saja seperti di koran, internet, dari diskusi, bahkan dari tingkah laku murid-muridnya. Dari segi motivasi, ilmu pengetahuan, minat baca, minat para siswa terhadap pelajaran-pelajaran matematika, bahasa Inggris, komputer dan lain-lain, sistem belajar-mengajar yang konon meluluskan siswa-siswa yang gagal di kehidupan, atau bagaimana seharusnya sistem belajar-mengajar yang bagus, kurikulum yang sangat memberatkan siswa, kurangnya pengendalian diri sehingga terjadi tawuran pelajar, kurangnya peran orangtua untuk memotivasi anaknya. Wah… masih banyak tema yang tidak bisa saya sebutkan satu-per satu di sini. Mereka juga bisa menulis artikel dengan tema yang sebelumnya sudah di tulis oleh orang lain. Sah-sah saja. Karena tiap orang adalah unik dan memiliki gaya penuturan sendiri-sendiri yang khas. Jika mereka seminggu sekali menulis artikel, sudah berapa artikel yang dihasilkan dalam setahun? Sudah berapa poin yang telah dikumpulkan untuk syarat pengangkatan jabatannya?
Di balik suksesnya acara seminar tersebut, saya sempat dibuat terperangah oleh salah seorang peserta yang menghampiri, ketika acara telah selesai. Beliau mengatakan seakan-akan mewakili mereka yang hadir: “Walah, kami ini bukannya tidak bisa menulis, bukannya takut menulis, bukannya malas, tapi kami tidak sempat menulis, karena kami mengajar dan banyak tugas (ssssstt… ini kan hanya alasan, ya?). Kenapa susah-susah menulis, serahkan saja sama orang lain dan kami naik pangkat?”
Sah-sah saja jika kita menyuruh orang lain untuk menyiapkan bahan-bahan atau literatur yang akan dijadikan tema serta menuliskannya untuk kita, asalkan yang disuruh mau. Tetapi hendaknya ide-ide atau gagasan-gagasan itu benar-benar dari kita dan kita sendiri yang mengeksplorasi. Kita bisa mengeksplorasi ide atau gagasan secara lisan untuk kemudian ditulis oleh orang suruhan kita. Segampang itu. Jika kita membaca buku Edy Zaqeus di atas, kita bisa mendapatkan berbagai cara atau alternatif dalam hal tulis-menulis.
Jika kita menyuruh orang lain menulis dari ide, gagasan atau tema sampai pengembangannya, bukankah keprofesionalan kita patut dipertanyakan? Justru yang professional adalah orang suruhan kita. Sementara, kita hanya mendapatkan pangkat dan kenaikan gaji dengan kemampuan yang penuh tanda tanya, bukan? Wah, apa kata dunia?
Taruhlah kita mengalami perubahan finansial dengan kenaikan pangkat dan gaji, tetapi tingkat keprofesionalan kita tidak berubah. Dan, saya percaya nanti kita akan mengalami seleksi alam, bukannya mengalami perubahan hidup lebih baik, tetapi kemunduran yang didapat. Jika ini yang terjadi, berarti kita tidak sungguh-sungguh belajar tentang kebenaran atau yang kita pelajari bukan kebenaran. Karena, uang akan cepat habis, sementara ilmu dan keprofesionalan kita…? Dan, nasehat dari Guru Andrias hanya numpang lewat saja jadinya.


Membangun Budaya Positif

Membangun Budaya Positif

“A great civilization is not conquered from without until it has destroyed itself from within. – Sebuah bangsa yang agung tidak dapat terkalahkan kecuali diakibatkan budaya-budaya di dalam masyarakat itu sendiri.”
Will Durant.

Budaya adalah sesuatu yang mempengaruhi pola kehidupan sekaligus dipengaruhi dinamika masyarakatnya. Sehingga perubahan budaya itu sendiri bersifat statis atau tak dapat kita elakkan. Salah satu contohnya adalah budaya Republik Rakyat Tiongkok yang sudah ikut mewarnai kehidupan dan budaya bangsa Indonesia.

oleh Andrie Wongso


Hal itu dikemukakan oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, pada acara Malam Peringatan 50 Tahun Kerjasama Kebudayaan RI dan RRT. Kebetulan saya menjadi salah seorang tamu undangan pada acara yang diselenggarakan pada tanggal 28 Februari 2007 lalu. Dalam kesempatan tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa selama ini telah terjalin komunikasi lintas etnis antara bangsa Indonesia dan Tionghoa dan sudah mempengaruhi budaya bangsa Indonesia.

Dalam acara pertunjukan budaya yang dimeriahkan oleh artis-artis RRT dan Indonesia serta dihadiri sejumlah pejabat negara dan sekitar 5.000 orang itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan tegas menyatakan bahwa masyarakat Indonesia sudah terbuka dan mampu menyesuaikan diri lewat komunikasi budaya. Pemerintah RI pun mendukung perubahan tersebut, salah satunya adalah menetapkan Hari Raya Imlek sebagai hari libur nasional.

Berbicara tentang ragam budaya yang dinamis dan saling mempengaruhi, sesungguhnya yang terpenting bagi kita adalah mengambil nilai positif dari pengaruh budaya yang ada, terutama di tengah gencarnya pengaruh gaya hidup modern di era globalisasi ini. Sebagaimana seorang ahli sejarah, yaitu Will Durant, menyebutkan bahwa sebuah bangsa yang agung sekalipun dapat hancur akibat budaya bangsa itu sendiri. Sehingga kita harus pandai menyeleksi apakah budaya yang masuk itu menjadikan kita lebih maju ataukah tidak.

Salah satu faktor yang harus kita perhatikan apakah nilai-nilai budaya tersebut membuat kita mampu bersikap saling menghargai? Karena budaya sikap yang membeda-bedakan berdasarkan status, jabatan, pendidikan dan lain sebagainya menjadikan kita sulit mencapai kemajuan. “The way you give your name to others is a measure of how much you like and respect yourself. – Cara Anda menghargai orang lain merupakan tolok ukur seberapa besar cinta dan penghargaan Anda terhadap diri sendiri,” kata Brian Tracy. Sikap saling menghargai memungkinkan kita dapat mengesampingkan perbedaan dan sama-sama aktif mengembangkan diri, berkreasi, berinovasi dan mencapai kemandirian.

Selain itu kita dapat melihat kemajuan pesat yang dicapai bangsa Jepang dalam waktu relatif singkat. Salah satu faktor yang menstimulasi kemajuan tersebut adalah kerja keras bangsa Jepang sendiri. Sedangkan mekanisme di negara tersebut bersifat mendukung dan menghargai kerja keras seseorang. Kitapun kemungkinan besar dapat mencapai kemajuan dalam kurun waktu yang cukup cepat jika kita berusaha menyerap dan menerapkan budaya sikap aktif dan kerja keras seperti yang dilakukan oleh bangsa Jepang.

Salah satu budaya positif lain yang mesti kita miliki adalah kesederhanaan, meskipun mungkin kita dapat hidup serba mewah dan modern. Hidup sederhana bukan berarti tidak memanfaatkan segala fasilitas yang memungkinkan kita lebih maju dalam waktu cukup cepat, melainkan hidup hemat, tidak boros atau berlebih-lebihan.Kata Henry David Thoreau, “A man is rich in proportion to the things he can afford to let alone. – Seseorang yang mampu hidup sederhana, maka ia tidak akan pernah merasa kekurangan.”

Selain itu kita juga harus memperhatikan apakah budaya yang akan kita ikuti bermanfaat bagi kehidupan dan kemanusiaan? Budaya positif haruslah menumbuhkan empati dalam kehidupan kita sehari-hari. Karena dunia ini penuh dengan orang-orang yang malang. Bagi diri kita sendiri membudayakan sikap yang penuh empati merupakan sumber semangat untuk terus berupaya menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Budaya positif lainnya yang mesti kita serap dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari adalah budaya untuk menjadi subyek bukan sekedar menjadi obyek. Artinya, kita harus terbiasa bersikap aktif dan kreatif menciptakan karya baru yang bernilai jual tinggi. Budaya tersebut tentu saja memerlukan kesadaran untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, misalnya; senantiasa meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan melalui kursus, seminar, belajar dari buku dan orang-orang yang sudah berpengalaman dan lain sebagainya.

Sebenarnya masih sangat banyak budaya positif yang sangat bermanfaat untuk membangun kehidupan kita agar menjadi bangsa yang lebih sukses, kuat dan bermartabat. Terlebih di tengah derasnya modernisasi informasi dan serba cepat, kita dapat dengan mudah mengakses budaya-budaya positif dari berbagai macam etnis, suku, atau bangsa lain di seluruh bagian dunia ini. Meskipun mungkin agak sulit memulai, tetapi selama ada kemauan dan kita terus mencoba maka budaya-budaya positif itu lambat laun akan benar-benar menjadi warna kehidupan kita sehari-hari. Michael Jordan mengatakan, “I can accept failure. But I can’t accept not trying. – Saya dapat menerima kegagalan. Tetapi saya tidak dapat menerima jika tidak mencobanya.”


Berpendirian Keras

Berpendirian Keras

By Rudy Lim

“Saya dulu juga seorang yang sangat berpendirian keras”
~Rudy Lim

Salah satu persoalan terbesar yang telah berlangsung dalam hidup kita adalah banyak dari kita memaksakan pendapat kita kepada orang lain, yang secara tidak langsung menyatakan bahwa kita tidak pernah keliru. Cara ini meninggalkan ruang kecil perbaikan diri dan melebarkan penghadang jalan menuju sukses. Bayangkanlah 10 orang pelukis terkenal yang sedang duduk tenang mengelilingi meja bundar mengambarkan sebuah apel yang ada di tengah meja. Setiap pelukis itu pasti akan mengambar apel secara berbeda sebab setiap pelukis melihat apel itu secara berbeda.




Sama halnya dengan pendapat, keyakinan-keyakinan yang berbeda tergantung pada banyak faktor dari latar belakang dan lingkungan, dan kita mewarnai pendapat kita dengan faktor-faktor ini. Tragedi menyedihkan dari orang yang berpendirian keras adalah bahwa pendirian itu menghalangi pertumbuhan, kemampuan, dan pemenuhan diri. Pendirian yang keras secara tidak langsung menyatakan kesempurnaan, sementara tidak seorangpun dapat sempurna sepanjang waktu. Inilah kesimpulan pendahulu kita-bahwa orang yang berpendirian keras-untuk menutupi kelemahannya-akan merasa tidak bahagia dan terisolasi.

Apa yang dapat anda buat untuk mencegah diri anda menjadi dogmatis? Anda dapat mengatasi persoalan anda dengan mendengar, mendengarkan pikiran-pikiran orang lain. Anda mungkin saja keliru dengan pendapat anda dan kemudian anda harus punya kemampuan untuk membuat perubahan yang layak.

Menjadi dogmatis itu sifat yang negatif, berpandangan terbuka itu sifat yang positif dan membangun. Sifat yang pertama disebut membawa pada kegagalan dan isolasi diri, sedangkan yang kedua membawa pada sukses dan persahabatan.

Anda dapat berhenti menjadi seorang yang berpendirian keras dengan membuka tangan anda bagi persahabatan dengan orang lain, dengan belajar dari orang lain, dengan menyadari bahwa orang lain memiliki hak-hak yang sama seperti anda, bahwa kita semua ada di dunia ini untuk sukses bukan untuk kegagalan. Jadi anda dapat mengaktifkan kembali mekanisme sukses yang ada dalam diri anda dari pada berpegang pada sifat gagal.
Ingatlah kata-kata James Russel Lowel: “Orang bodoh dan orang mati sajalah yang tidak pernah mengubah pikirannya.”

Copyright © Spesial Unik. All rights reserved. Template by CB. Theme Framework: Responsive Design