Showing posts with label Integrity. Show all posts
Showing posts with label Integrity. Show all posts

Pentingnya Pendidikan Karakter Di Sekolah

Pentingnya Pendidikan Karakter Di Sekolah

Indonesia baru saja meraih penghargaan dengan menjadi juara umum dalam International Conference of Young Scientists (ICYS) atau Konferensi Internasional Ilmuwan Muda se-Dunia yang diikuti ratusan pelajar SMA dari 19 negara di Bali pada 12-17 April 2010. Suatu prestasi yang membanggakan tentunya. Tetapi berita dan kegemilangan Indonesia itu seakan tenggelam dengan berbagai tayangan-tayangan kekerasan (bukan film action loh) yang ironisnya berasal dari dunia pendidikan. Di Makassar para mahasiswa bertindak anarkis dengan membakar dua pos polisi dan membakar ban. Kekerasan yang kerap kali terjadi tiap tahun sampai-sampai dikomentari JK tahun yang lalu sebagai,”bikin malu”. Di Ambon akhir April lalu para mahasiswa bentrok dengan pejabat kampus Kekerasan dalam dunia pendidikan seakan menjadi tradisi di negara kita, mulai dari bullying sampai tawuran, kekerasan dari tingkat SMP, SMA sampai mahasiswa.

Persoalan yang tidak kalah seriusnya juga adalah praktek-praktek kebohongan dalam dunia pendidikan mulai dari nyontek di ujian sampai plagiarisme. Kalau sebagai siswa sudah terbiasa dengan tipu menipu alias manipulasi ujian, bagaimana nantinya kalau sudah lulus kuliah dan bekerja??? Bukannya akan melahirkan kembali Gayus-Gayus yang baru? Itu sebabnya korupsi menjadi tidak ada matinya dan menjadi budaya lestari yang turun-temurun di negara kita. Dunia pendidikan turut bertanggung jawab dalam menghasilkan lulusan-lulusan yang dari segi akademis sangat OK tetapi dari segi karakter ternyata masih bermasalah.

Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh dalam peringatan Hardiknas tahun ini mengatakan"Pembangunan karakter dan pendidikan karakter menjadi keharusan karena pendidikan tidak hanya menjadikan peserta didik cerdas. Pendidikan juga untuk membangun budi pekerti dan sopan santun dalam kehidupan," ujar Nuh. Tema peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun ini menitikberatkan pada pendidikan karakter "Pendidikan Karakter untuk Membangun Peradaban Bangsa". Saya sangat setuju. Pintar tetapi karakternya buruk jelas akan sangat bermasalah. Pintar tetapi tidak bisa menghargai sesama, tidak menghargai nilai-nilai kejujuran, kebenaran dan keadilan maka akan mendatangkan malapetaka bagi orang lain bahkan dalam scope yang lebih luas bagi bangsa kita ini.

Pengetahuan yang tinggi tetapi tanpa didasari oleh pemahaman tentang nilai-nilai yang benar maka hanya akan memberi kesempatan untuk bertumbuhnya benih-benih kejahatan yang akan termanifestasi dalam berbagai bentuk.

Masalah-masalah yang terjadi di negara kita sebenarnya menyangkut masalah karakter. Kekerasan, korupsi, manipulasi, tokoh atau pemimpin yang seharusnya menjadi teladan dan panutan serta menjadi penegak hukum malah memutarbalikkan hukum. Kita sebenarnya sudah terlambat dalam menerapkan pendidikan karakter ini. But better late than never. Ada yang mengatakan bahwa percuma menerapkan pendidikan karakter karena negara kita banyak korupsinya. Ini sih pemikiran yang terlalu pesimis. Masih banyak generasi muda kita yang duduk di bangku sekolah dan butuh pendidikan karakter agar di masa depannya dia menjadi orang yang tidak hanya cerdas secara intelek tapi juga karakter. Dunia pendidikan diharapkan menjadi motor penggerak seperti kata sang menteri ini untuk mengedukasi bangsa kita sehingga manusia Indonesia lebih berkarakter dan bermartabat serta mulia.

Antara Gayus dan Zakheus

Antara Gayus dan Zakheus
Siapa yang tak kenal Gayus. Nama ini tengah menjadi sorotan di Negara kita akibat sepak terjangnya di dunia perpajakan. Pegawai Ditjen Pajak ini menjadi buah bibir terkait kasus makelar kasus pajak Rp25 miliar. Di tengah gencarnya kampanye untuk kesadaran pajak, dia justru menilep uang yang bukan haknya, Apa kata Dunia??? Sekarang akibat tindakan pengemplangannya justru ucapan itu kini berbalik kepada Gayus dan orang pajak itu sendiri : Apa kata dunia?


Ketika ramainya media massa mengekspos tentang Gayus maka saya jadi teringat dengan seorang yang bernama Zakeus. Walaupun namanya berakhiran –us tapi dua orang ini tidak ada hubungan kekerabatan dan keduanya juga hidup di zaman yang berbeda. Gayus hidup di masa sekarang sedangkan Zakeus hidup dua ribu tahun yang lalu. Persamaanya adalah kedua orang ini sama-sama bekerja di dinas perpajakan. Gayus di dinas perpajakan Indonesia sedangkan Zakeus di dinas perpajakan Romawi. Persamaan lainya dan bukan kebetulan juga, keduanya sama-sama kaya. Walaupun hidup di zaman dahulu tapi untuk ukuran orang sezamannya, Zakeus terbilang ‘sukses’ dan kaya. Rumahnya pasti tergolong rumah yang mewah dan berada di kawasan elit. Tidak jauh berbeda dengan Gayus, rumahnya di Gading Park View, walaupun disebut bermodel minimalis tetaplah tergolong mewah di Kelapa Gading. Zakeus tinggal di kota Yerikho, suatu kota yang terkenal dan menjadi pusat bisnis dan perdagangan saat itu. Gayus juga tinggal di kota Kelapa Gading, salah satu kawasan yang elit dan salah satu pusat bisnis di Jakarta.

Zakeus dan Gayus sama-sama memiliki skill juga dalam hal mendapatkan kekayaan. Dengan skill yang mereka miliki maka tidak heran pundit-pundi kekayaannya terus bertambah. Lalu mungkin ada pertanyaan lain yang muncul, persamaan apa lagi yang mereka miliki selain skill apa yang membuat mereka menjadi kaya dan bertambah kekayaannya walaupun tidak didapatkan secara halal. Jawabannya adalah keserakahan atau ketamakan. Ketamakan didefinisikan dari Webster adalah : a selfish and excessive desire for more of something (as money) than is needed atau an intense selfish desire for wealth or possessions. Ketamakan adalah keinginan yang berlebihan, hawa nafsu yang tanpa batas. Terhadap sesuatu utamanya materi atau kekayaaan. Inilah yang menjadi persoalannya. Ketika keinginan yang menjelma menjadi ketamakan dan keseerakahan menguasai hati seseorang maka tidak akan ada kata cukup. Yang ada, lebih dan lebih lagi.

Ketamakan itu dalam dunia yang berhubungan dengan makanan dikenal dengan kata rakus atau sikap lahap yang nggak ada batasnya. Orang kalau rakus aja bisa berefek kepada dirinya dan orang lain. Persoalan ketamakan itu dipandang serius dalam Kitab Suci karena termasuk dalam tujuh dosa maut. Sikap tamak ini tidak bisa dipandang remeh karena kalau dibiarkan maka membuat manusia semakin liar untuk melahap apa saja yang bukan hak miliknya. Ketamakan membuat gelap mata dan hati sehingga tidak melihat kebenaran yang sesungguhnya. Bukan berarti manusia tidak boleh memiliki atau menghilangkan keinginan dalam dirinya. Tetapi kalau keinginan itu menjadi tidak terkendali dan justru membuat manusia menghalalkan segala cara untuk memenuhi keinginan alias ketamakannya maka celaka tiga belas.

Tapi ada yang membedakan antara Gayus dan Zakheus. Zakheus pada akhirnya bertobat dari ketamakannya. Setelah dia menerima Kristus di dalam rumahnya maka dia langsung mengambil langkah perubahan. Zakeus memberikan sebagian harta miliknya serta mengganti empat kali lipat. Ini suatu tindakan yang radikal karena dengan kesadaran sendiri dia mengambil langkah pertobatan. Yang pasti Zakheus tidak lagi dikuasai ketamakan. Dia terbebas dari keserahakan dan ketamakan yang sudah mencengkeramnya bertahun-tahun. Itulah yang membuat dirinya menjadi Zakeus yang baru.

Kalau Gayus mau melakukan hal itu berarti dia harus memberikan setengah dari harta miliknya dan menggangti empat kali 23 milyar dari uang yang dia terima. Bisakah? Kalau di negara kita, jarang sekali koruptor mau menyerahkan diri apalagi mau menyerahkan uang hasil penggelapan atau hasil penipuannya. Kudu dikejar-kejar dan ditangkap dulu baru bisa. Jarang pula yang mau menyerahkan ganti rugu. Yang terjadi malah mereka berusaha melakukan penyuapan dalam proses pengadilan atau divonis ringan atau malah bebas lepas dan tidak mempertanggungjawabkan kesalahan mereka. Kapan tobatnya ya kalau seperti itu?

Prestasi Yes, Jujur Harus !

"Prestasi Yes, Jujur Harus"
Jargon ini didengung-dengungkan jelang UN (Ujian Nasional) tahun 2010 berkaitan dengan Pakta Kejujuran. Sebagaimana diberitakan di mass media akibat maraknya tindak kecurangan dalam penyelenggaraan ujian nasional (UN) dari tahun ke tahun, Kementerian Pendidikan Nasional akan mendeklarasikan pakta kejujuran bagi semua yang terlibat dalam penyelenggaraan UN.''Pakta kejujuran bertujuan untuk berperilaku jujur terhadap semua yang akan mengikuti, mengawasi, ataupun melaksanakan UN. Semua daerah harus meneken pakta integritas kejujuran ini,'' ujar Menteri Pendidikan Nasional Mohammas Nuh pada acara Rembuk Nasional di Pusdiklat Kemendiknas, Depok, Rabu (3/3)




Pakta kejujuran ini bisa dinilai sebagai suatu langkah pemerintah untuk memperbaiki citra pendidikan khususnya dalam pelaksanaan UN yang sering diwarnai dengan berbagai pelanggaran dalam hal kejujuran. Patut disambut upaya untuk menegakkan dan menjunjung kejujuran itu dalam pelaksanaan UN. Tapi kalau jargon dan pakta kejujuran itu hanya dilihat sebagai antisipasi terhadap UN belaka maka jargon dan pakta kejujuran itu belumlah menyentuh hal yang mendasar dalam pelaksanaan pendidikan itu sendiri. 


Ujian terhadap kejujuran tidak hanya muncul pada saat UN khan? Ujian terhadap kejujuran itu sebenarnya sudah dimulai dari keseharian siswa di sekolahnya dalam menyikapi berbagai hal. Memang ukuran untuk menilai kejujuran siswa itu bisa dilihat pada saat siswa menghadapi ulangan. Nah, di sinilah tantangannya. Bagaimana dalam pelaksanaan ujian atau ulangan sehari-hari di sekolah, apakah guru berusaha menegakkan kejujuran dan menanamkan nila-nilai ini kepada anak didiknya. Apakah siswa dilatih secara konsisten untuk mendisiplin diri dan belajar bersikap jujur dalam ulangan atau tugas-tugasnya? Apakah kejujuran itu juga merupakan bagian yang dipromosikan penyelenggara sekolah mulai dari pimpinannya sampai kepada guru-guru dan siswa didiknya? Kejujuran itu juga ditanamkan tidak hanya pada saat ulangan tetapi bagaimana menerapkan kejujuran itu dalam kehidupan sehari-hari baik terhadap orang tua, guru, sahabat dan sebagainya. 


Kalau hanya demi UN, maka penyakit kronis nyontek dan ketidakjujuran itu hanya akan berberulang lagi. Kejujuran itu hendaknya mulai ditanamkan dari level pendidikan awal dan penyadaran kejujuran itu terus digemakan bukan hanya setahun sekali tetapi secara terus menerus. Dari slogan itu jelas penekanannya adalah pada karakter kejujuran yang menjadi kunci utama dari prestasi. 


Di tengah tuntutan prestasi baik dari siswa atau dari sekolah secara umum yang menargetkan kelulusan maksimal, maka jangan dilupakan kejujuran yang maksimal juga harus diupayakan dan diusahakan dengan segenap hati. Prestasi yang dicapai tanpa kejujuran tentunya adalah prestasi semu yang sebenarnya tidak bernilai. Prestasi itu akan menjadi kebanggaan apabila diraih dengan kejujuran dan integritas. Nilai inilah yang harus ditanamkan dan dimiliki setiap peserta didik yang juga menghadapi pandangan, jujur pasti hancur....Pandangan itu harus dihadapi dengan menekankan bahwa orang yang jujur pasti bisa dan orang yang jujur...mujur. Justru orang yang mempraktekkkan ketidakjujuran suatu saat pasti akan hancur, cepat atau lambat dia pasti akan menuai buah-buahnya.


Bagaimanapun, langkah awal pemerintah itu perlu didukung dan dilestarikan pelaksanaannya dan seharusnya slogan dan pakta kejujuran itu juga diterapkan di berbagai sektor dan bidang-bidang pemerintahan, bukan hanya dalam dunia pendidikan atau untuk sekolah saja, bagaimana pendapat Anda?


Lihat juga Pembajakan PlusDalam Dunia Pendidikan

Kebenaran Meninggikan Derajat Bangsa

Kebenaran Meninggikan Derajat Bangsa

    Amsal 14: 33 Hikmat tinggal di dalam hati orang yang berpengertian, tetapi tidak dikenal di dalam hati orang bebal. Amsal 14: 34 Kebenaran meninggikan derajat bangsa, tetapi dosa adalah noda bangsa.

     Ada suatu ungkapan yang mengatakan bahwa "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya". Dalam konteks masa kini kayaknya ungkapan yang paling relevan adalah: "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai dan menjunjung tinggi kebenaran". Kebesaran suatu bangsa bukanlah terletak pada seberapa maju teknologinya atau seberapa besar armadanya tetapi kebesaran suatu bangsa terletak pada bagaimana bangsa itu mulai dari pemimpin sampai rakyatnya menegakkan dan menjunjung kebenaran. Mungkin terlalu idealis tetapi hikmat Salomo menyatakan dengan jelas bahwa kebenaranlah yang meninggikan derajat bangsa, bukan yang lain! Terjemahan lain memakai istilah keadilan dan kebaikan. Kalau kebenaran, keadilan dan kebaikan sungguh-sungguh diupayakan maka noda atau aib itu tidak akan membesar dan menjalar. Tapi kalau dibiarkan maka noda itu akan semakin mencoreng dan membuat carut marut  wajah bangsa, mau dibawa ke mana muka bangsa seperti ini? Ke laut aja kali sambil nyanyi, nenek moyangku orang pelaut, ha ha
     Dalam tulisannya, Amsal suka membandingkan antara orang yang bijaksana dengan orang yang bodoh atau bebal. Orang bodoh dalam Amsal bukanlah bodoh secara knowledge, mereka justru pintar dan punya pengetahuan tetapi hati mereka bebal. Bebal berarti mereka sudah tumpul terhadap kebenaran. Mereka jelas tahu tapi hati mereka sudah tidak peka dan mereka meremehkan kebenaran. Ini kata Amsal merupakan aib atau noda bangsa. Berawal dari kebebalan maka hal ini akan merusak dan menodai kehidupan bangsa. Kebebalan membuat orang akan memutarbalikkan kebenaran dan keadilan bahkan menjungkirkannya. Awas...
      Sebagai bangsa yang besar secara geografis dan dari jumlah penduduk maka amatlah ironis kalau saat ini kita mengalami degradasi kebenaran yang terlihat dari penyelesaian kasus-kasus kelas kakap dan masih terus berlarut.  Ketidakpuasan terhadap penegakan hukum dan keadilan mulai didigemakan secara vokal. Masalah di negara kita memang sangat kompleks dan sulit diurai dari dulu ampe sekarang. Krisis integritas, hilangnya kepercayaan dan terlebih lagi kebenaran di tingkat elit. Kebenarannya, mana? mana? Hikmat Salomo menegaskan bahwa hanya kebenaranlah yang meninggikan derajat bangsa. Derajat bangsa kita saat ini mengalami degradasi dan semakin tercoreng karena ulah dari orang-orang yang merekayasa fakta dan memutarbalikkan kebenaran. Esensi dari semua kompleksitas masalah di negara kita adalah berakar dari pudarnya kebenaran digantikan oleh berbagai tipu daya dan sandiwara.
     Kebenaran menjadi  barang langka saat ini, dikalahkan oleh berbagai rupa-rupa rekayasa dan pemutarbalikan keadilan dan hukum. Hukum dan keadilan saat ini menjadi komoditas yang bisa diperjualbelikan, bisa ditawar-tawar dan dinegosiasikan. Moto atau semboyan,"Mengembalikan derajat bangsa" tampaknya hanya menjadi slogan tanpa makna atau retorika politik saja kalau tidak disertai kesungguh-sungguhan untuk melaksanakannya secara konsisten. 

      Saya cuma mikir, bangsa kita saat ini sebenarnya membutuhkan pahlawan-pahlawan di tingkat atas yang berjuang membela kebenaran dan lebih tajam lagi yaitu figur pemimpin yang berani membela kebenaran.  Pahlawan kebenaran yang berada di bawahnya harus berjuang dengan susah payah dan karena itu membutuhkan dukunghan dari atas. Pemimpin yang dirindukan adalah pemimpin yang mampu meretas benang kusut rekayasa dan berbagai mafia yang terus bergentanyangan karena tak pernah terungkap.  Bangsa kita saat ini membutuhkan pahlawan-pahlawan model seperti ini. Jelas figur ini harus berasal dari atas (maksudnya dari pimpinan di negara ini) sehingga bisa menjadi teladan dan mampu melindungi pejuang-pejuang kebenaran yang kecil. Masalahnya kalau pejuang-pejuang kebenaran seperti cicak tidak dinaungi lalu mereka akan dinaungi siapa?

Integrity, Leading with God Watching

Integrity, Leading with God Watching

Integritas adalah kualitas yang mendasar dan harus ada dalam diri seorang pemimpin. Dalam bukunya, Integrity, Leading with God Watching, Jonathan Lamb menyatakan bahwa panggilan hidup untuk berintegritas tidak hanya dituntut oleh Allah. Di semua lapisan masyarakat ada seruan yang kuat agar para pemimpin baik di bidang usaha, politik atau agama, hidup berintergitas.
Menarik sekali bahwa integritas dinilai tinggi dalam sektor bisnis, papar Jonathan Lamb. Anda pasti tahu Shell, Ford dan HP. Perusahaan-perusahaan itu memiliki mission statement yang mengedepankan integritas. Lamb mengutip buku berjudul Transforming Leadership, yang menjelaskan daftar beberapa mission statement dari perusahaan-perusahaan tersebut, misalnya:
"Intergitas tidak bisa dikompromikan. Perusahaan kami menjunjung tinggi intergitas...(Ford Motors).
"Perusahaan Shell mengutamakan kejujuran dan integritas dalam semua aspek usahanya" (Shell)
"Kami menjalankan usaha dengan penuh integritas..."(Hewlwtt Packard)

Survei di kalangan pegawai juga menunjukkan hal yang sama. Para pegawai mengharapkan seorang pemimpin yang memiliki integritas.

Setelah menekankan pentingnya hidup berintegritas, Lamb menjelaskan apa wujud dari integritas. Menurutnya ada tiga ciri integritas:
1. Ketulusan : motivasi yang murni
2. Konsistensi : menjalani hidup sebagai suatu keseluruhan
3. Keandalan : mencerminkan kesetiaan Allah.

Dengan memakai gambaran Paulus sebagai contoh dalam buku ini, Lamb menjelaskan bagaimana Paulus hidup sebagai seorang tokoh yang berintegritas. Bagi saya, pemilihan tokoh yaitu Rasul Paulus sebagai tokoh yang berintegritas oleh Lamb di sini sangatlah tepat. Biasanya tokoh yang berintegritas dan sering disorot kebanyakan dari Perjanjian Lama, misalnya Yusuf, Daniel, Ayub dan lain-lain. Lamb menjelaskan ungkapan-ungkapan yang Paulus pakai dan mengekspresikan integritasnya, antara lain :
"di hadapan Kristus"
"di hadapan Allah"
"Allah mengetahuinya"
"Allah...tahu bahwa aku tidak berdusta"
"takut akan Allah"

(Sayangnya dalam buku versi Indonesia, tidak disebutkan dari kitab apa, hanya pasal dan ayat saja)

Lamb menjelaskan bahwa panggilan hidup berintegritas adalah hidup yang menunjukkan akuntabilitas, menunjukkan tanggung jawab kepada Allah dan manusia, termasuk dalam mengerjakan perkara-perkara kecil.

Dalam bab-bab berikutnya, Lamb mengaitkan integritas dengan melayani. Kepemimpinan dalam komunitas juga dijelaskan dalam hal menggunakan otoritas, membangun komunitas, menangani kegagalan dan keuangan.

Dalam bagian berikutnya juga dibahas tentang tantangan-tantangan seorang pemimpin. Bagian ini mengulas tentang kelemahan dan kekuasaan, status dan ambisi yang sejati, keangkuhan dan panggilan untuk menderita.

Di bagian akhir, Lamb mengulas tentang Integritas sebagai cara hidup. Menarik bahwa lamb tidak hanya mengulas secara teoritis tetapi dia juga menawarkan solusi praktis, . Dia menjelaskan tentang bagaimana hidup dengan rasa puas, hidup secara konsisten dan menjalani kehidupan secara autentik.

Buku ini patut dibaca tidak hanya oleh para pemimpin tetapi calon pemimpin dan siapa saja termasuk praktisi dalam bisnis, aktifis dan lain-lain. Alangkah baiknya caleg atau calon presiden juga membaca buku ini, he he.

Buku ini diterbitkan oleh Perkantas 2008 dengan judul, Integritas, Memimpin di Bawah Pengamatan Tuhan. Bukunya Softcover, 246 halaman.

Integritas (lagi)!

Integritas adalah kata yang paling dicari pada tahun 2006 menurut Kamus Merriam-Webster's online dictionary. Integritas menjadi isu penting dan terus dibicarakan dan dicari dari waktu ke waktu. Maksud saya dicari adalah baik komunitas, organisasi, rakyat atau bangsa mencari dan mendambakan orang-orang yang berintegritas. Koran-koran nasional beberapa waktu lalu menulis di headline surat kabar,”Dicari Hakim yang berintegritas”, adalagi,”Dicari Pemimpin yang berintegritas”.

Kekristenan sesungguhnya dituntut lebih dalam hal ini. Apalagi seorang pemimpin Kristen atau seorang hamba Tuhan dituntut untuk memiliki integritas karena dunia mennuntut dan menilai kita dalam hal integritas. Itulah sebabnya kalau ada seorang pemimpin Kristen atau seorang hamba Tuhan jatuh dan gagal dalam integritas maka hal ini jelas akan menjadi sorotan. Tentunya bukan mereka yang disoroti tetapi kita sebagai orang percaya juga dituntut hal yang sama baik oleh dunia dan terutama oleh Tuhan.
Lalu integritas macam apakah yang kita perlu miliki dan kita lakukan dalam hidup kita? Saya akan menjelaskan apa yang bukan dimaksud dengan integritas dulu. Ada yang mengatakan bahwa integritas adalah apa yang di dalam sama dengan yang di luar. Hal ini kalau kita cermati sesungguhnya bukan integritas. Kalau apa yang di dalam sama dengan yang di luar, sebenarnya bisa menjadi masalah. Misalnya ada seorang pemimpin yang sangat rohani dan sudah berkeluarga. Dia memiliki sekretaris yang cantik dan pintar. Suatu kali dia mengutarakan isi hatinya kepada sekretarisnya,”Kamu baik dan cantik, aku cinta sama kamu”. Gubrak! Jelas dia mengutarakan apa yang ada di dalam hatinya lalu diutarakan ke luar. Apakah ini yang namanya integritas? Mungkin bos itu menambahkan dengan alasan yang sangat rohani, “Aku sudah menggumulkan hal ini. Ini adalah kehendak Tuhan. “ Wah, kalau seperti ini jelas ngawur.
Contoh kedua, misalnya ada seorang bapak yang sangat tersinggung dengan perkataan istrinya. Hatinya diliputi amarah yang dahsyat, lalu dia mengeluarkan amarahnya atau menyemprot istrinya dengan perkataan yang sangat pedas. Apa yang di dalam sama dengan yang di luar. Hal ini bukanlah integritas.
Hal kedua, Integritas bukanlah sekedar mengatakan kebenaran. Ada seorang teman baik saya menceritakan kesaksian dari tetangganya. Tetangganya dia itu seorang yang belum percaya , pernah bekerja di suatu perusahaan besar yang bosnya ternyata juga berprofesi sebagai seorang “Pengkhotbah”. Bosnya itu termasuk konglomerat papan atas di Indonesia. Dia sering menyampaikan khotbah di berbagai tempat. Suatu kali saat mau diadakan pembukaan cabang baru dari perusahaannya, rupanya ada yang belum beres, nah bosnya itu marah-marah sambil menendang pintu dan menggebrak apa saja yang di sekelilingnya. Ternyata menjadi pengkhotbah, menyampaikan kebenaran tapi tidak melakukannya, jelas menunjukkan suatu ketimpangan. Berbicara kebenaran saja tidak cukup.
Lalu apa itu integritas?
Ada tiga kata yang dipakai dalam bahasa Ibrani yaitu “tamim”, “tom” dan “tam”. Kata tamim memiliki arti "complete, whole, having integrity or true". Kata ini diaplikasikan kepada Nuh yang hidup benar dan saleh pada masanya. Kata “tom” juga berarti integritas, dikenakan juga kepada Ayub yang memiliki hidup yang saleh dan benar pada masanya. Jelas kata integritas selalu memiliki relasi dengan Allah. Standar atau tolok ukur yang dipakai untuk menilai seseorang itu berintegritas adalah seperti ungkapan Alkitab, seorang yang komplit, utuh, memiliki kebenaran dan menjaga kesalehan atau kekudusan hidup.
Pertama, integritas itu berkaitan dengan keutuhan atau kebulatan hati kita di hadapan Allah. Pertama-tama hati kita itu hendaknya utuh, tidak bercabang-cabang atau berbelit-belit di hadapan Tuhan. Dalam ilmu matematika , ada bilangan yang namanya integer yaitu bilangan bulat tanpa pecahan, yang tidak dapat dibagi, jadi tunggal atau utuh. Hal ini sama kalau diaplikasikan dengan integritas dalam hidup, jadi hidup yang utuh di hadapan Tuhan di manapun kita berada, suatu hidup yang tidak terkotak-kotak, memisahkan hal rohani dan jasmani. Hidup berintegritas tidak hanya kudus di Gereja atau saleh saat beribadah tetapi hidup di hadapan Allah pada saat di kantor, di jalan, di mal, di karaoke, di Puncak, di Bali dan sebagainya. Sama seperti Yusuf pada saat dia digoda dengan gencar oleh istri Potifar, alasan kuat dia menolaknya bukan karena menjaga gengsi atau istri Potifar sudah tante-tante (udah tua) tetapi karena dia benar-benar hidup di hadapan Allah.
Waktu saya masih kuliah, dosen saya seorang Korea mengajarkan istilah “Coram Deo” artinya di hadapan Tuhan. Dia mengajarkan bahwa kamu harus hidup di hadapan Tuhan, Coram Deo. Saat kamu ujian, katanya posisi kamu tidak hanya di hadapan pengawas ujian tetapi kamu sesungguhnya di hadapan Allah. Saya pikir-pikir, benar apa yang dikatakannya. Biasanya siswa atau mahasiswa takut berbuat curang kalau diawasi dengan ketat oleh pengawas. Ada pengawaspun, tetap nekat juga kan? Dengan pemahaman Coram Deo ini kita bisa menjaga integritas di manapun, bahkan saat orang lain tidak mengawasi atau melihat kita, kita hidup di hadapan Allah dengan hormat dan takut kepada Allah. Kalau siswa-siswa diajarkan hal ini, saya percaya mereka yang mau mempraktekkannya pasti tidak akan coba-coba menyontek atau berbuat curang. Kalau generasi muda punya mentalitas seperti ini maka kita tidak perlu kuatir akan masa depan mereka dan mereka bisa diandalkan. Amin?
Kedua, Integritas berarti hidup di dalam kebenaran. Tidak hanya menyatakan kebenaran lewat perkataan atau mulut atau ‘cuma ngomong doang’ tetapi hidup di dalam kebenaran Allah. Hidup dalam kebenaran Allah membuat Ayub dikenal sebagai seorang yang berintegritas. Ayub sangat menjaga kebenaran dan kekudusan hidupnya. Dengan kata lain Ayub menetapkan standar kebenaran yang sangat tinggi dalam hidupnya. Dalam Ayub 31:1 dikatakan ,"Aku telah menetapkan syarat bagi mataku, masakan aku memperhatikan anak dara?”. Ayub tidak pernah makan uang suap (Ayub 6:22). Dia mengatakan,”Pernahkah aku berkata: Berilah aku sesuatu, atau: Berilah aku uang suap dari hartamu, Ayub tidak hidup dalam dusta dan tipu daya . Dalam Ayub 31:5 dia mengatakan,” Jikalau aku bergaul dengan dusta, atau kakiku cepat melangkah ke tipu daya, biarlah aku ditimbang di atas neraca yang teliti, maka Allah akan mengetahui, bahwa aku tidak bersalah.” Contoh dalam kehidupan Ayub jelas menunjukkan bahwa dia tidak hanya mengakui bahwa dia benar tetapi dia sungguh sungguh menjadi pelakunya. Dia menghidupi kebenaran itu dala kehdupannya sehari-hari. Hidup dalam kebenaran ibarat makanan, itu adalah menu utamanya sehari-hari, bukan cemilan. Hidup dalam kebenaran, ibarat nafas bagi Ayub, Dia menghirup kebenaran dan menghembuskannya setiap saat, setiap waktu. Tidak ada yang bisa disanggah dari kehidupan Ayub, tidak ada kesalahan yang bisa dicari dan ditemukan untuk menjatuhkannya termasuk si Iblis yaitu pendakwa sebenarnya mengakui kesalehan dan kekudusan hidup Ayub!
Inilah keunikan integritas. Integritas menjadi kekuatan dalam diri seseorang. Ketika uang lenyap, hanya lenyap sedikit, ketika kesehatan lenyap, hanya hilang sebagian, tetapi ketika integritas hilang maka hilanglah segala-galanya. Ungkapan ini sangat bermakna. Dalam kehidupan Ayub, hartanya musnah, kesehatanya juga memburuk tapi integritasnya tetap terjaga. Maka itulah Tuhan mengupahinya atau dengan bahasa rohani, menganugerahkan kembali apa yang pernah dimabil daripadanya. Tuhan memulihkan kondisi Ayub, tidak hanya sekedar mengembalikan apa yang hilang tetapi melipagandakan berkat-Nya dalam kehidupan Ayub. Hartanya kembali melimpah, dia diberikan tujuh anak laki-laki dan tiga anak perempuan yang cantik-cantik. Dia masih diberkati dengan kesehatan dan usia yang lanjut. Apa rahasianya? Lagi-lagi integritasnya di hadapan Tuhan.
Ketiga, integritas berarti totalitas hidup, mencakup keutuhan, atau keseluruhan (wholeness). Ini juga memiliki makna yang sangat dalam. Orang yang berintegritas adalah orang yang benar-benar menunjukkan totalitas hidupnya di hadapan Tuhan. Dia mengikut Tuhan tidak setengah-setengah. Dia melayani Tuhan tidak hanya sebagai part timer tapi benar-benar full time, waktunya dipakai untk melayani Tuhan baik di kantor, di dalam keluarganya dan saat bersama orang lain, jadi tidak hanya pada waktu-waktu tertentu saja atau hanya melayani sebagian saja. Integritas menggemakan apa yang Tuhan katakan dalam The Great Commandment atau Hukum yang Terutama yaitu kasihilah Tuhan Allahmu dengan "segenap hati, segenap jiwa dan segenap kekuatanmu serta dengan segenap akal budimu". Itulah integritas. Dalam hidup ini orang yang berintegritas menjalani hidupnya dengan sungguh-sungguh, tidak main-main atau hanya sekedar iseng. Integritas itu berarti melakukan hal kecil sama seriusnya dengan melakukan perkara yang besar. Menjalani hidup dengan maksimal atau menunjukkan ekselensi seperti ungkapan para motivator. Integritas selalu memberikan yang terbaik tidak hanya pada saat dilihat dan diamati orang tetapi bahkan tidak ada yang melihat, dia mau melakukannya dengan sungguh-sungguh. Hidup berintegritas adalah seperti ungkapan dari John Wesley
“Do all the good you can, in all the ways you can, to all the souls you can, in every place you can, at all the times you can, with all the zeal you can, as long as ever you can”
Di pengantar tadi saya menyatakan bahwa saat ini banyak dicari pemimpin yang berintegritas. Kenapa demikian? Karena mungkin hanya sedikit orang yang berintegritas saat ini atau sulit menemukan figur orang yang berkualitas demikian saat ini. Bukan hanya dunia yang mencari orang yang berintegritas tetapi Allah sesungguhnya mencari orang-orang yang berintegritas. Allah bangga kalau kita anak-anak-Nya hidup di dalam integritas di hadapan-Nya. Mari kita menghidupi integritas di dalam hidup kita untuk kemuliaan Allah. Amin

* Renungan ini diikutsertakan di Writing Competition CIBFest 2009 *
Copyright © Spesial Unik. All rights reserved. Template by CB. Theme Framework: Responsive Design