Natalia, Tetap Tersenyum dan Tabah Menghadapi Lupus

ADSENSE HERE!

Menonton Letters to God, saya jadi teringat salah seorang siswa sekolah karunia Jakarta bernama Natalia. Dia waktu itu seharusnya sudah kelas 1 SMA karena saya mengajar di kelas yang seangkatan dengannya tapi karena menderita penyakit lupus membuat dia tidak bisa melanjutkan sekolah. (Dalam referensi yang saya dapat ternyata lupus itu adalah penyakit baru yang mematikan dan setara dengan kanker, menyerang sistem kekebalan tubuh. Banyak penderita penyakit lupus tidak terdeteksi dan tidak tertolong hidupnya). Sesuai dengan namanya lupus dalam bahasa Latinnya adalah serigala, jadi penyakit ini ibarat serigala, sangat ganas dan mematikan.

Kembali ke Natalia, saya secara pribadi tidak mengenalnya, tapi saya melihata dia adalah seorang remaja putri yang berwajah manis dan selalu tersenyum. Saya beberapa kali sempat meihat dia datang ke sekolah dan melihat teman-teman sekelasnya dulu menghampiri dia untuk berbincang-bincang dengannya. Saya juga sering meihat dia datang ke gereja di kebaktian pagi karena saya gerejanya sama dengan dia. Kendati rambut di kepalanya nyaris tidak terlihat , mungkin efek dari penyakit lupus atau efek pengobatan tapi hal itu tidak mempengaruhinya sama sekali. Dia tetap tersenyum dan tidak mau menutupi kepalanya dengan wig.

Suatu pagi di hari minggu, saya bangun dengan malasnya dan mengingat hari itu adalah hari minggu. Sebenarnya masih kepingin tidur tapi saya memilih lebih baik ke kebaktian pada jam 7 karena nantinya banyak watktu yang luang setelah itu. Jadi denga memaksakan diri saya ke gereja. Saya mengambil tempat di bagian balkon dan melihat si Natalia sudah duduk di tempat sepeti biasanya.

Saya tersentak saat melihat senyumnya yang seperti biasa, karena anak ini kesannya bagi saya seperti tidak sedang menderita. Dan senyumnya bukanlah senyum yang dibuat-buat tapi senyum yang manis dan tulus , senyum yang memancar dari hatinya. Saya mencoba tersenyum saat itu tapi tidak bisa karena hati saya rasanya masih berat. Saya lalu memperhatikan wajahnya sepintas, rambut di kepalanya masih belum terlihat juga dan karena kulitnya putih terlihat ada beberapa bagian tertentu dari kulitnya yang kelihatan berbeda mungkin reaksi dari pengobatan yang dia terima. Sebagai remaja putri saya berpikir bahwa dia mungkin akan minder dan sedih atas penampilannya. Tapi ternyata tidak, dia tetap menunjukkan senyum yang melampaui kondisi fisiknya. Senyumnya adalah sukacita yang melampaui penderitaan dan kelemahan fisiknya.

Saat melihat senyumnya, hati saya tertegur dengan keras. Pada saat itu saya datang beribadah tanpa sukacita, datang dengan malas-malasan ke gereja dan dengan hati yang berat pula. Saat melihat Natalia yang datang beribadah dengan tersenyum kendati sedang menderita membuat saya menjadi malu. Saya jauh lebih kuat dan lebih sehat dan tidak sedang menderita apapun tapi kok tidak ada sukacitanya sama sekali. Seolah-olah ada suara yang mengatakan,”Coba liat diri kamu jauh lebih sehat dan lebih baik ketimbang dia, tapi senyumnya mana? Sukacitanya mana???”.

Saya yang mengenal Tuhan jauh lebih lama ketimbang dia dan tahu bahwa datang beribadah itu harusnya dengan hati yang bersukacita tapi ternyata saya datang terpaksa dan tanpa senyum sama sekali. Saya langsung minta ampun sama Tuhan, karena pasti saat itu Tuhan mengetahui isi hati dan motivasi saya saat datang beribadah. Saya percaya Tuhan memakai Natalia untuk menegur sikap hati saya dan sikap ibadah saya saat itu.

Pada akhirnya Natalia dipanggil Tuhan dalam usia yang masih muda. Saya sempat datang dengan beberapa teman guru saat jenazahnya sedang disemayamkan. Kami lalu dibagikan sebuah kertas yang berisi tulisan mengenai kesaksian dia. Yang saya ingat dalam tulisan itu adalah bagaimana dia menceritakan bahwa dia sudah memiliki Kristus dan menerimanya secara pribadi dalam hidupnya. Cicinya juga bercerita bahwa selama dia sakit, dia tidak pernah mengeluh atau complain. Saat melihat wajahnya yang terbaring waktu itu memang nampak secara natural dia tetap tersenyum.

Natalia tidak pernah berkhotbah atau member kesaksian secara langsung tapi hidupnya sungguh menjadi kesaksian yang luar biasa. Saya jadi ingat lagu, dalam suka duka ku kan tetap tersenyum. Sukacita yang dia miliki adalah sukacita Tuhan yang melampaui kondisi dan kerapuhan fisiknya. Sukacitanya memancar ibarat cahaya surya di tengah penderitaannya. Hidupnya ibarat emas yang memancar di tengah lumpur penderitaan, hidup yang memancarkan kemuliaan Tuhan. Hidupnya memang sangat singkat tetapi dia menunjukan kualitas hidup yang luar biasa.

Saya jadi ingat kata-kata Patrick Doughtie, ayah Tyler yang menjadi asisten sutradara Letters to God. Dia mengatakan bahwa penderitaan itu tidak akan peduli apa yang anda percayai dan berapa banyak uang yang anda miliki. Kalau sudah tiba dia akan mengetuk pintu anda nggak peduli siapa anda. Tapi yang terlebih penting adalah kalau Tuhan mengijinkan penderitaan itu terjadi, biarlah hal itu memuliakan Tuhan. Biarlah nama Tuhan dimuliakan dalam hidup dan mati kita. Amin

Soli Deo Gloria
ADSENSE HERE!

No comments:

Post a Comment

Komen dong, tapi yang sopan dan tidak spam ya

Copyright © Spesial Unik. All rights reserved. Template by CB. Theme Framework: Responsive Design