Modus penipuan lewat email

Tidak dapat dipungkiri bahwa modus penipuan kini telah maju seiriing dengan perkembangan teknologi. Salah satunya adalah penipuan lewat email. Hal ini benar-benar terjadi karena teman dekat saya pernah tertipu ketika kami duduk di tingkat satu. Jika dulu sering ditemukan email lotere berbahasa inggris, sekarang ternyata mereka telah menggunakan bahasa Indonesia untuk menyesatkan orang awam yang baru mengenal email.

Di bawah ini adalah kutipan email yang saya terima dari seseorang yang bernama Mrs. Lilian Goldstraw.

"Dear pemenang nomor 7,

Mega lotere jutaan ingin menarik perhatian Anda ke alamat e_mail kenyataan bahwa Anda telah memenangkan 5,000.000.00 GBP (Lima Juta British Pound Sterling), yang terpilih sebagai salah satu dari tujuh pemenang lotere jackpot Mega Jutaan Lucky.

Untuk mengumpulkan uang Anda, men-download lampiran di atas dan ikuti instruksi.

Yours Sincerely,
Mrs. Lillian Goldstraw
Secretary."

Dari gaya bahasanya juga sudah kelihatan bahwa surat tersebut diterjemahkan dengan translator. Kemudian si penipu ini mengirimkan dokumen yang harus dilengkapi. Di bawah ini adalah contoh dokumennya.

Jutaan mega hadiah dan bagaimana untuk mendapatkan (contoh dokumen)


Salah satu isi paragraf dari dokumen tersebut adalah:

KESELAMATAN: Untuk alasan keamanan, itu adalah ONLINE diprogram. Pada titik ini, setiap orang yang dekat dengan Anda dapat menggunakan rincian menang untuk mengklaim hadiah Anda. Jadi, kita nasihat semua pemenang untuk memenangkan informasi rahasia mereka dari masyarakat sampai klaim Anda sampai dokumen diproses dan hadiah uang Anda ditransfer kepada Anda.

(intinya gak boleh ngelapor POLISI!)

Biasanya mereka mengirimkan alamat email menggunakan email umum, bukan email perusahaan. Jadi, berhati-hatilah. Semoga tidak ada yang tertipu lagi seperti teman saya.

Emoticon khusus tanpa Karma

Mungkinkah menggunakan emoticon khusus tanpa Karma di Plurk? Jawabannya adalah sangat mungkin. Terima kasih buat cucu yang udah ngasih tahu caranya. Caranya sangat mudah, tinggal copas url emoticon ke status maupun komentar. Nanti akan muncul sendiri kok.

Di bawah ini adalah contoh penggunaan emoticon Kaskus untuk Plurk milik saya. Ingat, hanya copas url-nya.

Untuk mendapatkan url emoticon, silakan lihat di url blognya cucu berikut ini:

Emoticon Kaskus 1

Emoticon Kaskus 2

Emoticon Kaskus 3

Emoticon Kaskus 4

Selamat mencoba kawan  :cendol

Filosofi Single

Hampir semua netter di Indonesia pastinya pada punya akun di jejaring sosial. Katakanlah friendster, facebook, plurk, twitter, koprol, dan tidak lupa blogger, hehe. Biasanya ketika ngeliat profil pemilik akun bersangkutan, suka ada keterangan basic profile dan kata “single.” Baiklah, saat ini akan saya jelaskan ada apa dibalik kata single. Karena jenis kelamin saya laki-laki, maka saya hanya akan menjelaskan filosofi single untuk kaum adam. Entah itu benar atau tidak, tapi dapat dipastikan benar. Setidaknya untuk saya sendiri (Mengatasnamakan kaum adam padahal curhatan pribadi, haha. Benar-benar sebuah konspirasi yang kejam, hehe)

Single, so what? Banyak temen-temen dan juga saya yang sering berdalih “Mending single, deket sama siapa pun gak ada yang ngelarang.” Well, that’s true but… Single bukan berarti tidak suka sama perempuan. Justru menjadi single adalah sebuah petaka tersendiri. Pasalnya kebanyakan pria single akan lebih mudah suka dengan perempuan, maksudnya mudah terpikat. Harap diperhatikan bahwa mudah suka tidak sama dengan mudah jatuh cinta. Jauh, dan sangaaat jauh.
Juga, pria single pun dapat jatuh cinta lho. Sebetulnya ini yang akan jadi titik berat cerita filosofi single. Pria single yang sedang jatuh cinta akan sangat sulit mengutarakan rasa cintanya kepada lawan jenis, setidaknya itu yang sedang dan pernah saya alami, haha. Single itu bisa malu tapi mau, bisa tidak mau terikat alias pengen bebas, bisa juga tidak mau diganggu (i.e. asik dengan dunianya sendiri, nerd abis ato autis). Dan mungkin yang lebih elegan adalah ingin memberikan kado utuh untuk istrinya suatu saat kelak.

Apapun alasannya, ketika seorang pria single jatuh cinta, dia akan memendam perasaan itu dalam-dalam. Atau bisa juga curhat ke temen-temen dekatnya (cowo pun bisa bergosip ria lho…). Jika status single yang ada di akun jejaring sosialnya telah melekat selama berabad-abad, ini akan sangat membahayakan si pemilik akun. Dia akan memposkan status berwarna pink, mendengarkan lagu-lagu cinta, menulis puisi cinta, tetapi tidak menyatakannya secara langsung. You might be call him a ‘coward.’

Percayalah, penyakit ini selalu menghinggapi pria single dimana pun dan kapan pun mereka sedang jatuh cinta. Jadi, jangan percaya kalimat “I’m single, and I’m very happy.” Dalam hati kecilnya tetap ada sebuah kekosongan dan berharap bahwa keberanian untuk menyatakan cinta itu muncul.

How Facebook Is Redefining Privacy

Sometime in the next few weeks, Facebook will officially log its 500 millionth active citizen. If the website were granted terra firma, it would be the world's third largest country by population, two-thirds bigger than the U.S. More than 1 in 4 people who browse the Internet not only have a Facebook account but have returned to the site within the past 30 days.

Just six years after Harvard undergraduate Mark Zuckerberg helped found Facebook in his dorm room as a way for Ivy League students to keep tabs on one another, the company has joined the ranks of the Web's great superpowers. Microsoft made computers easy for everyone to use. Google helps us search out data. YouTube keeps us entertained. But Facebook has a huge advantage over those other sites: the emotional investment of its users. Facebook makes us smile, shudder, squeeze into photographs so we can see ourselves online later, fret when no one responds to our witty remarks, snicker over who got fat after high school, pause during weddings to update our relationship status to Married or codify a breakup by setting our status back to Single. (I'm glad we can still be friends, Elise.) (See pictures of Facebook's headquarters.)

Getting to the point where so many of us are comfortable living so much of our life on Facebook represents a tremendous cultural shift, particularly since 28% of the site's users are older than 34, Facebook's fastest-growing demographic. Facebook has changed our social DNA, making us more accustomed to openness. But the site is premised on a contradiction: Facebook is rich in intimate opportunities — you can celebrate your niece's first steps there and mourn the death of a close friend — but the company is making money because you are, on some level, broadcasting those moments online. The feelings you experience on Facebook are heartfelt; the data you're providing feeds a bottom line.


The willingness of Facebook's users to share and overshare — from descriptions of our bouts of food poisoning (gross) to our uncensored feelings about our bosses (not advisable) — is critical to its success. Thus far, the company's m.o. has been to press users to share more, then let up if too many of them complain. Because of this, Facebook keeps finding itself in the crosshairs of intense debates about privacy. It happened in 2007, when the default settings in an initiative called Facebook Beacon sent all your Facebook friends updates about purchases you made on certain third-party sites. Beacon caused an uproar among users — who were automatically enrolled — and occasioned a public apology from Zuckerberg. (See how to delete your Facebook profile.)

And it is happening again. To quell the latest concerns of users — and of elected officials in the U.S. and abroad — Facebook is getting ready to unveil enhanced privacy controls. The changes are coming on the heels of a complaint filed with the Federal Trade Commission (FTC) on May 5 by the Electronic Privacy Information Center, which takes issue with Facebook's frequent policy changes and tendency to design privacy controls that are, if not deceptive, less than intuitive. (Even a company spokesman got tripped up trying to explain to me why my co-worker has a shorter privacy-controls menu than I do.) The 38-page complaint asks the FTC to compel Facebook to clarify the privacy settings attached to each piece of information we post as well as what happens to that data after we share it.

Facebook is readjusting its privacy policy at a time when its stake in mining our personal preferences has never been greater. In April, it launched a major initiative called Open Graph, which lets Facebook users weigh in on what they like on the Web, from a story on TIME.com to a pair of jeans from Levi's. The logic is that if my friends recommend something, I'll be more inclined to like it too. And because Facebook has so many users — and because so many companies want to attract those users' eyeballs — Facebook is well positioned to display its members' preferences on any website, anywhere. Less than a month after Open Graph's rollout, more than 100,000 sites had integrated the technology. (See five Facebook no-nos for divorcing couples.)

"The mission of the company is to make the world more open and connected," Zuckerberg told me in early May. To him, expanding Facebook's function from enabling us to interact with people we like on the site to interacting with stuff our friends like on other sites is "a natural extension" of what the company has been doing.

In his keynote announcing Open Graph, Zuckerberg said, "We're building a Web where the default is social." But default settings are part of the reason Facebook is in the hot seat now. In the past, when Facebook changed its privacy controls, it tended to automatically set users' preferences to maximum exposure and then put the onus on us to go in and dial them back. In December, the company set the defaults for a lot of user information so that everyone — even non-Facebook members — could see such details as status updates and lists of friends and interests. Many of us scrambled for cover, restricting who gets to see what on our profile pages. But it's still nearly impossible to tease out how our data might be used in other places, such as Facebook applications or elsewhere on the Web. (See TIME's video on how people of all ages are connecting through Facebook.)

There's something unsettling about granting the world a front-row seat to all of our interests. But Zuckerberg is betting that it's not unsettling enough to enough people that we'll stop sharing all the big and small moments of our lives with the site. On the contrary, he's betting that there's almost no limit to what people will share and to how his company can benefit from it.

Source: http://www.time.com

25 Sites We Can’t Live Without

Facebook and Others Caught Sending User Data to Advertisers

?The Wall Street Journal is reporting on what could be a major scandal brewing for Facebook, MySpace and other social networks: despite assurances to the contrary, the sites have apparently been sending personal and identifiable information about users to their advertisers without consent.

Large advertising companies including Google’s DoubleClick and Yahoo’s Right Media were identified as having received information including usernames or ID numbers that could be traced back to individual profiles as users clicked on ads. The data could potentially be used to look up personal information about the user, including real name, age, occupation, location, and anything else made public on the profile. Both of the aforementioned companies denied being aware of the “extra” data they were receiving and claim they have not made use of it.

The WSJ goes on to report that since raising questions about the practice with Facebook and MySpace, both companies have since rewritten at least some of the code that allowed transmission of identifiable data. Beyond those two companies, LiveJournal, Hi5, Xanga and Digg made the list of sites identified as sending identifiable information back to advertisers when a user clicked on individual ads.


The Journal found that Facebook went farther than most in sharing identifiable data, by sending the username of the person clicking the ad as well as the username of the profile they were viewing at the time. This news could hardly come at a worse time for Facebook, a company that currently faces a privacy backlash potent enough to make the cover of Time Magazine this month.

Outside of Facebook, the other companies named in the article maintain the data they send to advertisers contains the user ID of the profile a user is visiting when they click on an ad, and not the user ID of the visitor themselves. Both Google and Yahoo made strong statements refuting the idea that they would ever make use of any such personally identifiable data. Yahoo VP of global policy Anne Toth said of the allegations, “We prohibit clients from sending personally identifiable information to us. We have told them. ‘We don’t want it. You shouldn’t be sending it to us. If it happens to be there, we are not looking for it.’”

What do you think: is this another privacy-related stain on Facebook as well as other social networks, or much ado about nothing?

Source: http://mashable.com

Berubah dengan Cara Nyaman

Berubah dengan Cara Nyaman
Hampir setiap hari kita mendengar kata-kata memotivasi seperti “hebat, dahsyat, super, luaaar biasa”. Kita jadi termotivasi, jadi merasa percaya diri, bahwa ternyata kita punya banyak potensi asal mau berpikir positip. Namun sering persoalan muncul saat akan memulai langkah implementasinya dalam pekerjaan atau kehidupan sehari-hari. Mengapa hal itu bisa terjadi?
Salah satu sebab mengapa motivasi yang begitu besar ternyata tak mampu menggerakkan kita saat ingin menerapkannya ialah rasa takut. Makin tinggi dorongan motivasi kita, makin tinggi pula cita-cita, visi yang kita canangkan. Makin jauh kesenjangan antara visi tersebut dengan realita sehari-hari kita, maka yang terjadi “kelumpuhan.” Kita menjadi tidak tahu harus melakukan apa untuk memulainya. Setiap upaya yang kita rencana berdasarkan kenyataan menjadi kurang menarik dibanding dengan visi yang sangat tinggi itu. Bahkan tak jarang kita menjadi tidak sabar terhadap lingkungan, rekan kerja, anak buah yang seolah terlalu lamban untuk mendukung visi dan semangat kita yang membahana. Kalau tidak disadari, realita itu bisa kita anggap kendala yang membuat visi kita kita anggap mustahil.
Dari sejarah kita tahu, bahwa untuk membuat perubahan caranya ada dua: revolusi dan evolusi. Perubahan radikal dan perubahan bertahap. Pada saat kita dada kita membahana, terpompa oleh daya hipnosis motivator besar, mau kita adalah melakukan revolusi kehidupan. Reformasi total. Tapi begitu kembali ke kantor, rutinitas sudah menghadang, agenda berderet seperti antrian kereta api. Perubahan sulit dilakukan. Akhirnya kita menunda, menunggu waktu yang longgar, saat yang tepat. Lalu penundaan demi penundaan terjadi, tanpa terasa hingga beberapa bulan bahkan tahun. Akhirnya momentum hilang, terlupakan oleh hal-hal yang lain.


Sederhananya, mungkin kita ingin menaikkan nilai TOEFL hingga 600 (saat ini 450), atau menurunkan berat badan sebanyak 15kg. Tujuan atau target ini sebetulnya tidak terlalu aneh, bisa dijangkau. Apalagi setelah terpompa motivasi kita. Rasanya dengan semangat baja 3 bulan juga tercapai. Dihadapkan pada rutinitas pekerjaan, agenda yang datang silih berganti tanpa bisa kita stop. Kita jadi menunda program kursus TOEFL, atau mengikuti fitness. Mau mendaftar tetapi ragu, takut kalau nanti sudah membayar tapi tidak bisa mengikuti sesuai jadwal. Yang terjadi hanya maju mundur, sampai peluang-peluang yang ada lewat atau diambil orang lain.
Ada tindakan perubahan yang sesuai dengan potensi atau kekuatan kita selama ini. Misalnya niat memperluas network bagi yang mudah bergaul. Ekspansi karya tulis bagi yang biasa menulis. Kita tinggal melipat-gandakan produktivitas. Tapi seringkali upaya perubahan justru menuntut perubahan pada bagian dari kelemahan seseorang atau kebiasaan (addict) yang sudah menahun. Misalnya ada seorang pendiam, yang prestasinya dalam kreativitas sangat memukau, karya desainnya disukai konsumen, maka dia segera mendapat promosi jabatan. Masalahnya, pada posisi manajer dia juga harus memotivasi staf nya, mendelegasikan tugas, membimbing dan mengevaluasi karya orang lain. Disitulah kelemahan dia. Dari konsultasi dan pelatihan supervisi dia tahu apa yang mesti dilakukan, yaitu memperbaiki sikapnya terhadap anak buahnya. Dalam hal ini dia harus keluar dari zona nyaman (comfort zone). Ini lah tantangan perubahan yang sesungguhnya. Seorang pendiam disuruh bicara, seorang tukang ngoceh disuruh mendengarkan, seorang pemalu disarankan bicara di depan publik, menawarkan produk ke banyak orang.
Think big, Start small, Act now
Stress, kuatir bahkan takut untuk memulai perubahan dalam program pengembangan diri, meningkatkan efektivitas diri dalam meraih cita-cita, adalah sesuatu yang wajar. Namun seringkali begitu takut, ragu dan malasnya kita keluar dari zona nyaman (comfort zone), sehingga berakibat gagalnya program pengembangan diri seperti pengurangan berat badan, peningkatan nilai prestasi tertentu. Untuk itu salah satu alternative yang disarankan ialah “start small, act now”.
Lakukan mulai dari langkah-langkah kecil dan sederhana, tanpa merasa keluar dari “zona kenyamanan” Anda, yang bisa dilakukan hari ini juga. Mulai dengan satu pertanyaan kecil: Tindakan sederhana apa yang dapat saya lakukan saat ini? Kecil dan sederhana sehingga tak ada alasan untuk menundanya. Misalnya Anda sudah bertahun-tahun tidak membaca kitab suci, dan sekarang merasa perlu. Maka tidak usah menunggu waktu luang, waktu yang khusuk. Letakkan saja kitab suci di meja depan TV atau di dekat bantal. Tiap saat baca walau satu ayat. Sekali itu Anda lakukan tiap saat, tanpa terasa akan terbaca puluhan bahkan ratusan ayat. Padahal kalau menunggu waktu luang, terbukti tertunda tahunan.
Begitu juga keinginan Anda mulai oleh raga lagi. Terpikir untuk ikut klab golf, tenis, yoga, atau malah sudah mendaftar atau didaftarkan kantor. Tapi selalu malas untuk memulai, atau sering absen. Lama-lama menjadi segan sendiri, malu dengan teman. Untuk itu langkah sederhana bisa dilakukan dengan lari di tempat sambil nonton TV. Atau asal pakai pakaian olah raga lalu keluar rumah, otomatis kaki akan bergerak untuk berjalan. Makin lama makin cepat dan makin jauh.
Sekali dimulai, dengan langkah sederhana agar tidak mengganggu “zona kenyamanan”, maka perubahan mulai bergerak, dan sekali sudah panah teruskan agar makin jauh dan makin cepat. Sekali lagi, mulai dengan pertanyaan: Langkah sederhana apa yang dapat saya lakukan untuk memperbaiki kinerja saya dalam …. ini? [RM]

*) Risfan Munir, penulis buku “Jurus Menang dalam Karier dan Hidup ala Samurai Sejati”, Gramedia Pustaka Utama, 2009. Penulis kolom Pembelajar.com serta Andaluarbiasa.com.


Creative and Funny Hair Style
















Source: FFO Milis

Daging Anjing di Menu Astronot China

BEIJING, KOMPAS.com - Manusia pertama China yang menjelajah ruang angkasa mengungkapkan, para astronot China menyantap daging anjing untuk menjaga kekuatan mereka saat orbit kelilingi bumi.

Yang Liwei, pilot militer berumur 44 tahun yang mengomandani misi Shenzhou Five tahun 2003, mengungkapkan menu para awak pesawat luar angkasa China dalam otobiografinya yang berjudul The Nine Levels between Heaven and Earth. "Banyak teman saya ingin tahu apa yang kami makan (di ruang angkasa) dan berpikir bahwa para astronot mesti memiliki sejumlah hidangan mahal, seperti sirip hiu atau tiram," tulisnya sebagaimana dikutip Telegraph, Kamis (13/5). "Sesungguhnya kami makan makanan yang sangat normal, tidak ada keharusan itu (menu para astranot) menjadi suatu rahasia," tambahnya.

Dia membeberkan sebuah daftar menu termasuk ayam rebus, ikan kukus dan daging anjing dari daerah Huajiang di Guangdong, yang terkenal karena manfaat nutrisinya di China. Sebuah pepatah lokal di China selatan berbunyi, "Anjing Huajiang lebih baik bagi Anda ketimbang ginseng." Pepatah itu merujuk pada sejarah medis yang berperan penting dalam pengobatan tradisional China.


Dia menambahkan, menu itu dibuat secara khusus untuk para astronot oleh ahli gizi China dan bahan makanan itu dibeli dari pemasok khusus di Beijing. Anjing secara luas dimakan di China utara, dan diyakini daging anjing punya kasiat yang dapat membantu menghadapi musim dingin yang mengigil. Telegraph melaporkan, menu daging anjing itu masih digunakan tahun lalu oleh para astronot China. Negara itu berencana untuk mendaratkan orang di bulan tahun 2020.

Pengungkapan itu memicu kemarahan para pembela hak-hak binatang, yang mengatakan Yang memberi contoh buruk bagi jutaan penggemarnya. "Yang Liwei adalah seorang teladan bagi banyak orang muda dan ia salah satu pahlawan terbesar China," kata Jill Robinson, pendiri Animals Asia. "Kami berharap, dia bisa mengetahui bahwa anjing juga pahlawan. Mereka (anjing) menemukan para korban selamat setelah gempa bumi di Sichuan dan melindungi orang dari teroris potensial selama Olimpiade. Mestinya anjing layak mendapat lebih."

Para astronot Amerika juga menyantap beragam menu makanan, termasuk daging sapi enchilada, lasagna, dan daging babi asam-manis dalam misi luar angkasa mereka. NASA mengatakan, makanan ruang angkasa harus mudah dipersiapkan dan dimakan, dan biasanya rendah lemak, rendah kalori dan tidak banyak mengandung garam.

Yang juga mengungkapkan, tekanan saat take-off selama misi Shenzhou Five begitu besar sehingga ia berpikir dirinya akan mati. "Semua organ internal saya sepertinya telah hancur. Saya tidak tahan lagi dan berpikir misi ini bisa menjadi akhir bagi saya," tulisnya.

Ketika kembali ke bumi, ia melihat sebuah retakan di jendela modul. "Bohong jika mengatakan saya tidak takut. Di luar temperaturnya 1.600 C sampai 1.800 C". Belakangan, ia menemukan, retakan tersebut merupakan sebuah garis pada lapisan tahan panas.

Berikut adalah pilihan menu Astronot China (pada misi tahun 2009)

Hari Pertama: bubur akar teratai, tahu renyah dengan daun bawang, ikan ekor kuning rebus, iga babi dengan rumput laut, bayam dengan bawang putih cincang.

Hari Kedua: kulit babi pedas, bebek rebus, kepiting jahe, hati ayam dengan cabai, kacang pinus dengan jagung manis, sup tiga-rasa.

Hari Ketiga: telur rebus dalam sup beras yang difermentasi, sosis Harbin, anjing Huajiang, casserole bayi cumi-cumi, belut dengan paprika hijau, kacang pedas dengan tahu kering.

Apel, pir dan jeruk disajikan setiap kali makan, demikian juga nasi, mie, kentang.

Sumber: Kompas.com

Anjing Vegetarian



KOMPAS.com- Ingin punya anjing yang sehat, bulu nggak mudah rontok, dan badannya tidak bau? Tak perlu pusing merogoh kocek dalam-dalam juga untuk membeli makanan anjing alias dogfood? Gampang! Coba saja latih anjing Anda untuk tidak makan daging alias bervegetarian.

Silvi, warga Poncowinatan, Kota Yogyakarta melatih Rully dan Balto, dua anjing jantan jenis yapom untuk bervegetarian. Kini, dua anjing ras itu berumur 2,5 tahun, tak pernah sakit, bermata bening, dan lincah. Makanan kesukaan Rully dan Balto adalah sawi dan tempe mentah!

"Dokter hewan menyatakan mereka sangat sehat. Kotorannya pun tak bau. Mereka akur, padahal sama-sama jantan," kata Silvi yang juga pemilik supermarket VegieHouse ini. Dikatakan pula, anjingnya tak berminat telur atau olahannya.

Sumber: Kompas.com
Copyright © Spesial Unik. All rights reserved. Template by CB. Theme Framework: Responsive Design