DUA POLA PIKIR

Pikiran mempunyai pola. Dan pola itu menentukan pemaknaan kita terhadap situasi hidup, bahkan kemudian juga memandu respons kita akan segala peristiwa yang hadir dalam hidup. Lalu sebagian orang menjadi optimis, sebagian lagi menjadi pesimis. Sebagian orang menikmati sukses, sebagian lagi terus berkutat dengan kiat-kiat meraih sukses. Sebagian orang menjadi intelektual, sebagian lagi miskin pengetahuan. Sebagian menjadi orang-orang paling kaya, sebagian lagi sibuk dengan upah minimum regional. Sebagian orang berbadan subur, sebagian lagi kurus kering. Sebagian orang merasa rendah diri, sebagian lagi nampak sangat percaya diri. Sebagian orang pandai berkomunikasi, sebagian lagi gagap mengelola informasi. Sebagian orang jadi pengusaha, sebagian lagi menjadi pegawai. Dan mengapa semua perbedaan itu ada? Salah satu jawabannya adalah karena perbedaan pola pikir. Ada variasi pola pikir dalam masyarakat. Setiap pola pikir menggerakkan perilaku tertentu. Sementara setiap perilaku memberikan konsekuensi tertentu.

Disini kita diingatkan, tiap orang bebas memikirkan hal yang mau dipikirkannya. Namun ia terikat kepada konsekuensi yang dimunculkan dari pikiran tersebut. Setiap orang bebas memilih perilaku atau tindakan yang akan diambilnya dalam kehidupan sehari-hari. Namun ia terikat pada konsekuensi yang diakibatkan oleh perilaku yang telah dipilihnya secara bebas itu. Jadi kita bebas memilih, sekaligus terikat konsekuensi. Luar biasa.


Sekarang, mari kita bertanya dari mana pola pikir itu kita peroleh? Apakah ia telah ada begitu saja ketika kita dilahirkan? Apakah ia merupakan sesuatu yang diwariskan oleh orangtua kita? Atau kita sendirikah yang membentuknya? Bagaimana pengaruh lingkungan hidup sekitar? Mungkinkah seseorang memiliki pola pikir yang berbeda dengan pola pikir dominan yang ada di lingkungan dimana ia dibesarkan? Mungkin sebuah negeri yang penuh dengan koruptor, melahirkan orang-orang yang anti-korupsi? Mungkinkah sebuah kaum yang didominasi orang-orang tercela, melahirkan orang-orang suci? Bisakah di kalangan bandit muncul ulama atau pendeta? Dan di kalangan santri atau rohaniawan, muncul penjahat-penjahat tak bermoral? Dapatkah anak pengusaha menjadi pegawai, dan anak pegawai menjadi pengusaha? Bagaimana bisa? Mengapa tidak bisa?

Seorang kawan menggurui saya dengan mengatakan bahwa pola pikir dibentuk lewat proses pengasuhan. Sampai usia 3 tahun pertama, seorang anak manusia boleh dikatakan ”menelan” semua perlakuan yang diterimanya, dan menyimpannya dalam memori otak. Lalu 5 tahun berikutnya ia juga masih lahap menelan sebagian besar (tidak semua) hal yang masuk melalui panca indranya. Dan sampai diusia sekitar 13 tahun barulah terbentuk semacam filter dalam pikirannya. Dengan filter itu ia menyaring segala peristiwa yang masuk ke dalam pikirannya. Dengan filter itu juga ia memberi makna pada setiap peristiwa yang dialami oleh inderanya (visual-auditori-kinestetik-gustatori-olfactori). Ia mulai bisa berpikir untuk memilih dan memilah-milah secara sadar. Dengan kata lain, pola pikir dibentuk lewat proses pembelajaran untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia utuh.

Masalahnya, pola pikir ini kemudian menghadapkan setiap orang kepada pilihan untuk mempercayai apakah kemampuan seseorang itu bersifat tetap dan permanen (setelah usia tertentu) atau selalu tumbuh dan berkembang (sampai usia berapapun). Jika pola pikir bersifat tetap, maka yang diperlukan hanyalah pembuktian diri. Namun, jika pola pikir itu sendiri dapat terus dikembangkan melalui proses pembelajaran, maka tidak jelas batas kemampuan (atau kecerdasan) seorang anak manusia sepanjang ia masih terus belajar mengembangkan dirinya.

Konsekuensi bahwa pola pikir tetap versus pola pikir berkembang mengingatkan kita akan perseteruan pandangan mengenai apakah kecerdasan bersifat tetap atau berkembang dengan pengalaman dan perlakuan. Apakah kecerdasan bersifat genetis atau karena pengkondisian lingkungan. Orang cerdas itu karena bawaan (nature) atau hasil binaan (nurture). Orang cerdas karena bakatnya atau karena usahanya yang terus menerus.

Kita bersyukur bahwa dewasa ini perseteruan pandangan seperti di atas sudah dapat kita sikapi secara lebih baik. Kita, misalnya, dapat mengutip pernyataan ilmuwan ahli saraf terkemuka Gilbert Gottlieb, bahwa sebenarnya gen atau bakat dan lingkungan tidak saja bekerja sama seiring dengan perkembangan kita, tetapi gen atau bakat juga membutuhkan masukan dari lingkungan untuk dapat bekerja secara tepat. Kita juga dapat mengingat kembali pernyataan Alfred Binet—sang pencipta tes IQ yang terkenal itu—bahwa orang yang pada awalnya paling cerdas tidak selalu menjadi yang paling cerdas pada akhirnya. ”Dengan praktik, pelatihan, dan yang terpenting, metode yang tepat, kita dapat meningkatkan perhatian, memori kita, penilaian kita, dan, tentu saja, menjadi lebih cerdas dari sebeumnya,” kata Binet dalam Modern Ideas About Children.

Disamping Gottlieb dan Binet, nama Robert Sternberg juga perlu disebut. Guru kecerdasan mutakhir yang satu ini pernah menulis bahwa faktor terpenting yang menentukan seseorang mencapai keahlian/kompetensi tertentu ”bukanlah kemampuan yang sudah melekat sebelumnya, tetapi pergulatan dengan maksud yang jelas”. Maksud yang jelas, visi dan pandangan jangka panjang yang kuat, motivasi yang kokoh, persistensi dan determinasi bulat, dalam banyak kasus memang mengubah manusia dari kondisi ”tidak bisa” menjadi ”bisa”; dari kondisi ”tidak mampu” menjadi ”berkemampuan”; dari kondisi ”biasa” menjadi ”luar biasa”.

Melalui paparan sederhana di atas, saya mencoba mengingatkan pembaca bahwa ada dua pilihan fundamental dalam soal pola pikir: tetap (fixed) atau berkembang (growth). Dan pola pikir mana yang Anda terima (adopsi) untuk diri Anda sangatlah mempengaruhi cara Anda mengarahkan kehidupan. Anda bebas memilih, tetapi Anda terikat konsekuensi dari pilihan tersebut. Pola pikir. Pikiran mempunyai pola. Sungguh luar biasa!

Andrias Harefa

Pembelajar Mindset Transformation



FORMASI V

FORMASI V

Pernah perhatikan angsa di daerah bermusim empat yang selalu terbang ke selatan ketika musim dingin? Mereka menggunakan formasi V. Ada angsa yang terbang paling depan dan di belakang angsa itu ada dua angsa dan di belakang masing-masing dari dua angsa tersebut ada satu ekor angsa dan terus sampai ke belakang. Biasanya jumlah angsa tersebut sampai 11 ekor dan membentuk huruf V.
Mengapa demikian? Kepak sayap dari angsa yang di depan akan mengelevasi angsa yang di belakangnya. Begitu juga dengan angsa di baris kedua, walaupun mengepakkan sayap dengan tenaga yang lebih ringan tetap saja akan dapat mengelevasi angsa di baris berikutnya. Ini mengakibatkan angsa yang paling belakang sama sekali tidak perlu mengepakkan sayap. Dia hanya perlu merentangkan sayap selebar mungkin untuk mendapatkan daya elevasi dan sayapnya yang aerodinamis tadi akan tetap membuatnya terbang.
Itu berarti semakin ke belakang maka akan semakin ringan beban untuk terbang. Ketika angsa terdepan mulai mengalami kelelahan maka dia akan menurunkan ketinggian terbangnya sehingga formasi itu melewatinya. Ketika itu pula salah satu dari dua angsa yang di belakangnya akan terbang lebih cepat untuk menjadi angsa terdepan. Barisan itu pun akan maju sehingga angsa yang terbang rendah tadi dapat masuk menjadi angsa paling belakang dari barisan itu.

Dengan demikian mereka dapat terbang cukup lama tanpa harus beristirahat. Mungkin ketika malam sudah terlalu larut saja mereka akan beristirahat untuk mengumpulkan tenaga yang akan mereka gunakan esok hari.
Pernahkah Anda menyadari bagaimana bila mereka terbang sendiri? Mungkin mereka akan terlalu lama berada di wilayah yang empat musim dan ketika salju mulai turun mereka belum sampai di selatan. Atau bahkan mereka sudah mati kelelahan karena tidak ada yang membantu.
Begitu pula dengan bisnis. Ketika seseorang hanya berbisnis sendiri maka dia harus berusaha sendiri. Mulai dari pembiayaan, pencarian sumber daya, pengolahan hingga pendistribusian dilakukan sendiri. Anda pasti akan kelelahan.
Belum lagi bila bisnis yang Anda masuki adalah bisnis yang diminati oleh banyak orang karena menghasilkan margin laba yang cukup tinggi. Anda akan benar-benar kelelahan, karena Anda juga harus sendirian berhadapan dengan kompetitor.
Seorang teman saya berbisnis garmen di Meulaboh. Sekedar informasi kepada Anda yang mungkin belum tahu, Meulaboh berada di pantai barat pulau Sumatra dan berada di wilayah Provinsi Naggroe Aceh Darussalam. Wilayah tersebut merupakan wilayah yang paling parah ketika ada bencana tsunami.
Tentu saja hal itu juga terjadi pada teman saya. Bukan hanya tokonya tetapi juga seluruh barang dagang yang ada juga habis dilanda tsunami. Dengan nilai persediaan hampir satu miliar rupiah habis. Memang tidak semua dari barang tersebut yang dia beli putus, tetapi tetap saja berarti dia berutang senilai tersebut tetapi tidak ada barang yang dapat dijual untuk membayar utang itu.
Mari kita lewatkan kesedihan ketika dia belum menemukan anggota keluarganya yang hilang. Mari kita bicara bisnis saja. Bagaimana cara membayar utang?
Ternyata seluruh pemasok barang dagangan tadi ketika dihubungi malah menyemangati teman saya itu. Mereka bilang, jangan patah, coba saja lagi usahakan lokasi toko yang baru, andai masih ingin buka toko di sana, juga silakan. Mereka bahkan bersedia mengirimkan barang senilai yang diinginkan teman saya itu.
Mulailah dia berusaha kembali dari nol, dari modal pinjaman yang sekarang sudah jauh melampaui nilai satu miliar rupiah. Memang teman-temannya tidak memberi penghapusan piutang, tetapi memberikan tambahan barang dagangan.
Apa yang terjadi kemudian? Setelah satu tahun lebih dia mulai kembali berusaha, maka seluruh utangnya yang lenyap dibantai tsunami sudah terbayar semua. Begitu pula utang yang timbul sejak dia mulai usaha lagi, pascatsunami pun telah terbayar. Kehidupan sudah normal lagi.
Sudah baca tulisan berjudul “Instrumen Orang Kaya” yang dimuat di Pembelajar.com dan di buku bisnis Kacamata Kuda? Saya ada bicara tentang bagaimana bila Anda merasa bahwa pasar sudah mulai terbatas dan terlihat mulai jenuh. Saya memberi saran agar membuat pasar, lengkapnya Anda baca saja dari tulisan tersebut.
Hal yang saya maksud di tulisan itu terbukti dengan pengalaman teman saya tadi. Karena teman-teman yang memiliki produk tetap mendukung dengan terus mengirimkan produk walaupun berarti utangnya bertambah, mereka tetap tenang. Karena mereka percaya bahwa dalam waktu dekat teman saya itu akan terus berusaha sampai mampu membayar semua utang dan dapat berdiri sendiri.
Tidakkah Anda belajar dari angsa? Tidakkah Anda belajar dari Purdi E Chandra dengan rumus MODOL-nya? Purdi menyatakan bahwa bisnis akan lebih mudah bila dengan MOdal Dari Orang Lain. Ketika Anda punya kemampuan berbisnis tetapi tidak memiliki modal untuk memulai usaha, maka MODOL.
Tetapi bagaimana bisa MODOL bila Anda tidak mempunyai kenalan? Itu berarti modal paling besar bagi Anda adalah kenalan, dan bangunlah networking.[as]
Oleh: Ardian Syam

New! : Father's Love Letter

Narration by Roy Lamont - Music by Robert Critchley

Father's Love Letter...

The Cry of a Father's Heart from Genesis to Revelation.


My Child.

You may not know me, but I know everything about you.Psalm 139:1
I know when you sit down and when you rise up.Psalm 139:2
I am familiar with all your ways.Psalm 139:3
Even the very hairs on your head are numbered.Matthew 10:29-31
For you were made in my image.Genesis 1:27
In me you live and move and have your being.Acts 17:28
For you are my offspring.Acts 17:28
I knew you even before you were conceived.Jeremiah 1:4-5
I chose you when I planned creation.Ephesians 1:11-12
You were not a mistake, for all your days are written in my book.Psalm 139:15-16
I determined the exact time of your birth and where you would live.Acts 17:26
You are fearfully and wonderfully made.Psalm 139:14
I knit you together in your mother's womb.Psalm 139:13
And brought you forth on the day you were born.Psalm 71:6
I have been misrepresented by those who don't know me.John 8:41-44
I am not distant and angry, but am the complete expression of love.1 John 4:16
And it is my desire to lavish my love on you.1 John 3:1
Simply because you are my child and I am your father.1 John 3:1
I offer you more than your earthly father ever could.Matthew 7:11
For I am the perfect father.Matthew 5:48
Every good gift that you receive comes from my hand.James 1:17
For I am your provider and I meet all your needs.Matthew 6:31-33
My plan for your future has always been filled with hope.Jeremiah 29:11
Because I love you with an everlasting love.Jeremiah 31:3 .
My thoughts toward you are countless as the sand on the seashore.Psalm 139:17-18
And I rejoice over you with singing.Zephaniah 3:17
I will never stop doing good to you.Jeremiah 32:40
For you are my treasured possession.Exodus 19:5
I desire to establish you with all my heart and all my soul.Jeremiah
32:41
And I want to show you great and marvelous things.Jeremiah 33:3
If you seek me with all your heart, you will find me.Deuteronomy 4:29
Delight in me and I will give you the desires of your heart.Psalm 37:4
For it is I who gave you those desires.Philippians 2:13
I am able to do more for you than you could possibly imagine.Ephesians 3:20
For I am your greatest encourager.2 Thessalonians 2:16-17
I am also the Father who comforts you in all your troubles.2 Corinthians 1:3-4
When you are brokenhearted, I am close to you.Psalm 34:18
As a shepherd carries a lamb, I have carried you close to my heart.Isaiah 40:11
One day I will wipe away every tear from your eyes.Revelation 21:3-4
And I'll take away all the pain you have suffered on this earth.Revelation 21:3-4
I am your Father, and I love you even as I love my son, Jesus.John 17:23
For in Jesus, my love for you is revealed.John 17:26
He is the exact representation of my being.Hebrews 1:3
He came to demonstrate that I am for you, not against you.Romans 8:31
And to tell you that I am not counting your sins.2 Corinthians 5:18-19
Jesus died so that you and I could be reconciled.2 Corinthians 5:18-19
His death was the ultimate expression of my love for you.1 John 4:10
I gave up everything I loved that I might gain your love.Romans 8:31-32
If you receive the gift of my son Jesus, you receive me.1 John 2:23
And nothing will ever separate you from my love again.Romans 8:38-39
Come home and I'll throw the biggest party heaven has ever seen.Luke 15:7

I have always been Father, and will always be Father.Ephesians 3:14-15
My question is.Will you be my child?.John 1:12-13
I am waiting for you.Luke 15:11-32

Love, Your Dad.

Almighty God

A Father's Love Letter is owned and copyrighted by Barry Adams.

UBAH DIRI KITA DULU

UBAH DIRI KITA DULU

Ada sebuah cerita yang inspiratif, yang bisa menjadikan hidup kita lebih bermakna. silahkan menyimak….Saat renovasi rumah, si empunya rumah sudah merencanakan memasang sebuah lukisan potret keluarga di ruang tamu yang telah ditatanya dengan indah. Lukisan itu telah dipesan melalui seorang seniman pelukis wajah yang terkenal dengan harga yang tidak murah. Tetapi, saat lukisan itu tiba di rumah dan hendak dipasang, dia merasa tidak puas dengan hasil lukisan dan meminta si pelukis merevisiya sesuai dengan gambar yang dibayangkan.

Apa daya, setelah diperbaiki hingga ketiga kalinya, tetap saja ada sesuatu yang tidak disukai pada lukisan tersebut sehingga setiap si pemilik rumah melintas ruang tamu, selalu timbul ketidakpuasan dan kekecewaan. Itu sangatlah mengganggu pikirannya. Menjadikan dirinya tidak senang, uring-uringan, jengkel, kecewa dan sebal dengan ruang tamunya yang indah itu. Semua gara-gara sebuah lukisan!

Suatu hari, datang bertamu satu keluarga sahabat ke rumah itu. Sahabat ini termasuk pengamat seni yang disegani di lingkungannya. Saat memasuki ruang tamu—setelah bertukar sapa begitu akrab dengan tuan rumah—tiba-tiba mereka bersamaan terdiam di depan lukisan potret keluarga itu. Si tuan rumah buru-buru menyela, “Teman, tolong jangan dipelototi begitu, dong. Aku tahu, lukisan itu tidak seindah seperti yang aku mau, tetapi setelah di revisi beberapa kali jadinya seperti itu, ya udah lah, mau apalagi?”

“Lho, apa yang salah dengan lukisan ini? Lukisan ini bagus sekali, sungguh aku tidak sekedar memuji. Si pelukis bisa melihat karakter objek yang dilukisnya dan menuangkan dengan baik di atas kanvas, perpaduan warna di latar belakangnya juga mampu mendukung lukisan utamanya. Betul kan, Bu?” tanyanya sambil menoleh kepada istrinya.

“Iya, lukisan ini indah dan berkarakter. Jarang-jarang kami melihat karya yang cantik seperti ini. Kamu sungguh beruntung memilikinya,” si istri menambahkan dengan bersemangat. Kemudian, mereka pun asyik terlibat diskusi tentang lukisan itu.


Setelah kejadian itu, setiap melintas di ruang tamu dan melihat lukisan potret keluarga itu, dia tersenyum sendiri teringat obrolan dengan sahabatnya. Kejengkelan dan kemarahannya telah lenyap tak berbekas.

Jika sebuah lukisan tidak bisa diubah atau banyak hal lain di luar diri kita yang tidak mampu kita ubah sesuai dengan keinginan kita atau selera kita, maka tidak perlu menyalahkan keadaan! Karena sesungguhnya, belum tentu lukisan atau keadaan luar yang bermasalah, tetapi cara pandang kitalah yang berbeda. Jika kita tidak ingin kehilangan kebahagiaan maka kita harus berusaha menerima perbedaan yang ada.

Mendefinisikan Realitas

Mendefinisikan Realitas
Tanggung jawab pertama seorang pemimpin adalah mendefinisikan realitas. Yang terakhir adalah mengucapkan terima kasih. Dan di antara kedua hal itu, pemimpin adalah seorang pelayan (a servant) dan seorang yang berhutang (a debtor).
–– Max De Pree



Tidak mudah mendefinisikan zaman ini. Pada satu sisi, banyak orang bicara atau menulis soal “kematian” di mana-mana. Lihat saja judul-judul buku terlaris seperti: the death of economics, school is dead, the death of competition, the end of management, the end of education, the end of nation state, the end of history, dan sebagainya. Pada sisi lain, orang bicara dan menulis tentang segala sesuatu yang “serba baru”, seperti judul buku-buku berikut: the rise of nation state, new economy, digital economy, knowledge economy, attention economy, knowledge management, knowledge society, learning organization, network organization, adaptive organization, crazy organization, relational organization, democratic organization, virtual organization, quantum learning, dan sebagainya. Di sudut yang satu orang berteriak “globalisasi”, sementara pada saat yang bersamaan berkumandang teriakan tandingan “otonomi daerah”. Orang juga bicara soal pentingnya “focus” dan “loyalty”, tetapi yang serba multi juga marak seperti: multi purpose van, multi job, multi income, multi career, multi level marketing, sampai multiculturalism. The age of paradox, terra incognita, post-modernisme?
Menyebut zaman ini sebagai era informasi atau era pengetahuan pun tidak membuat kita mudah memahami maknanya. Sebab pada satu sisi kita dibanjiri oleh begitu banyak informasi dan pengetahuan yang begitu mudah diakses dari sumber-sumber pertama yang berada di sudut-sudut global village meski secara geografis letaknya dipisahkan oleh samudra luas antar benua. Pengetahuan dunia ada di ujung jari para pengguna internet yang jumlahnya terus berkembang secara eksponensial. Namun, pada sisi lain banjir data, informasi, dan pengetahuan itu justru membuat kita bingung untuk dapat memilih mana yang sebenarnya berguna dan mana yang tidak berguna sama sekali. Kita justru semakin kurang pengetahuan, pada saat pengetahuan itu justru berlebih-lebihan. Begitulah, kalau dulu kita mengejar data, informasi, dan pengetahuan sampai ke Amerika dan Eropa, maka sekarang informasi, data, dan pengetahuan “mengejar” kita sampai ke wilayah-wilayah yang bersifat pribadi di sudut-sudut rumah kita (ingat, e-mail dan SMS dapat menjangkau banyak orang, bahkan ketika mereka sedang berada di WC rumahnya).
Dulu sebagian dari kita mungkin pernah berpikir bahwa seandainya kita memiliki cukup pengetahuan, maka relatif mudah untuk memprediksi masa depan? Tapi apa yang terjadi dengan orang-orang yang dianggap paling berpengetahuan, pakar-pakar dengan atribut akademis lengkap sampai tingkat doktoral? Tidakkah kita menemukan bahwa ternyata mereka juga tidak bisa mendeskripsikan masa depan kita semua? Catat saja berbagai prediksi yang kemudian terbukti keliru tentang perkembangan ekonomi dan politik negeri ini. Siapa yang pernah membayangkan peristiwa 14-15 Mei 1998 akan terjadi dan mengakibatkan Soeharto “turun tahta” minggu berikutnya? Dan ketika Gus Dur menjadi Presiden RI, siapa pernah menduga bahwa masa pemerintahannya akan begitu pendek? Siapa yang pernah meramalkan bahwa wanita bernama Megawati Soekarnoputeri akan jadi Presiden Indonesia dengan dukungan kelompok yang pernah menolaknya mati-matian, bahkan dengan menggunakan ayat-ayat suci agama tertentu? Ingat juga bagaimana tragedi runtuhnya Menara Kembar WTC di New York, 11 September 2001, yang melampaui imajinasi penulis skenario film-film Hollywood, yang paling liar sekalipun. Siapa menduga bahwa “popularitas” Putri Diana akan tersaingi oleh Osama Bin Laden, bukan oleh Julia Robert, Jennifer Lopez, atau Britney Spears?


Sungguh tidak mudah mendefinisikan sebuah zaman. Dan pekerjaan yang tidak mudah itu adalah tanggung jawab pertama seorang pemimpin. Ia harus mendefinisikan realitas. Ia harus belajar banyak dari sejarah, tetapi tidak terpasung oleh catatan sejarah. Ia harus mendefinisikan realitas masa kini, memahami makna berbagai peristiwa di berbagai belahan dunia, namun dengan kemampuan membaca realitas masa depan tanpa terjebak pada “hyper-reality” atau pun “virtual reality” yang tidak sungguh-sungguh “real”. Bukan main sulitnya, tetapi “sulit” tidak berarti impossible.
Karena mendefinisikan realitas tidak pernah mudah, maka saya sering bertanya-tanya bagaimana para pemimpin menunaikan tanggung jawab pertamanya ini. Dan sejauh ini, studi saya menunjukkan beberapa hipotesis berikut.
Pertama, untuk dapat mendefinisikan realitas para pemimpin perlu belajar untuk lebih banyak mendengarkan (listening). Ia harus belajar mendengarkan “suara-suara”. Termasuk dalam “suara-suara” itu adalah “suara” dari yang Gaib (Tuhan), suara hati nuraninya (bila masih fungsional), dan suara konstituen potensialnya (entah itu rakyat, umat, pegawai, atau komunitas lainnya). Dalam proses mendengarkan ini ia mungkin juga perlu banyak membaca, tetapi yang lebih penting mungkin adalah merenung-renungkan, berkontemplasi, menelusuri sanctuary-nya, lalu membedakan antara yang esensial dan yang tidak esensial.
Kedua, untuk dapat mendefinisikan realitas para pemimpin belajar untuk berempati, terutama berempati pada konstituen potensialnya. Ia harus mampu merasakan secara emosional berbagai jeritan hati dan penderitaan, sekaligus berbagai macam harapan dan impian konstituennya. Tidak cukup hanya sekadar “tahu”, harus sampai “rasa”.
Ketiga, untuk dapat mendefinisikan realitas para pemimpin selalu mengembangkan kesadaran (awareness) yang lebih besar, terutama mengenai dirinya (self-awareness) itu apa dan siapa. Ia masuk ke dalam kemanusiaannya sendiri, dan dengan cara itu ia makin menegaskan harkat dan martabat dirinya sebagai pertama-tama manusia, sama seperti konstituen yang ingin dilayaninya.
Keempat, untuk dapat mendefinisikan realitas pemimpin mengasah mata batinnya (eye of spirit), menerobos kungkungan masa kini menuju masa depan yang lebih manusiawi. Dengan cara ini ia dimungkinkan untuk merumuskan konsep (conceptualization), yang kemudian disusun menjadi “visi”-nya (vision statement).
Banyak mendengarkan, berempati, awareness, dan melihat dengan mata batin, itulah yang saya kira menolong para pemimpin untuk mampu mendefinisikan realitas, menunaikan tanggung jawabnya yang pertama.
Bila hipotesis di atas dapat diterima, maka kita mungkin dapat kembali menyadari betapa langkanya manusia yang disebut pemimpin itu di negeri kita. Kita memiliki begitu banyak pejabat, yakni pemangku jabatan kepemimpinan, tetapi sulit menemukan orang-orang yang mau sungguh-sungguh mendengarkan. Kalau ada pertemuan yang dihadiri para pejabat, maka mereka biasanya justru diberi banyak kesempatan untuk (dan maunya memang) berbicara, memberikan “pengarahan”, “petunjuk”, dan sebangsanya. Pada hal kebutuhan kita yang utama adalah “didengarkan”, “dimengerti”, dan “dipahami”, bukan “dikuliahi”.
Kita memiliki begitu banyak “atasan” atau “boss”, tetapi begitu sulit mencari mereka yang mampu berempati. Kebanyakan “atasan” dan “boss” kita memang ”tahu” apa yang kita rasakan, tetapi tidak ”merasakan” apa yang kita rasakan. Mereka “tahu” betapa menderitanya pegawai-pegawai kecil, pengajar-pengajar sekolahan, pengusaha skala micro-kecil, bila harga-harga membumbung, tarif listrik-BBM-telepon naik sambung menyambung, tetapi mereka “tidak sampai merasakan” semua itu.
“Atasan” dan “boss” kita juga sering menunjukkan tanda-tanda “lupa diri”. Ketika banyak anggota masyarakat kehilangan penghasilan utama, kaum ”atasan” dan “boss” itu masih saja melancong ke manca negara, pamer kemampuan membeli mobil mewah, dan berbagai perilaku kasat mata yang tidak menunjukkan adanya kesadaran diri bahwa mereka hidup dalam lingkungan masyarakat yang sedang sangat menderita, dan semakin menderita menyaksikan sikap dan perilaku mereka yang tidak menunjukkan entah itu sense of crisis, sense of urgency, atau sense-sense lainnya. Sepertinya mereka justru kehilangan commonsense (akal sehat)-nya.
Ujung-ujungnya, kita kesulitan menemukan “atasan” dan “boss” yang visioner, yang mampu memperlihatkan kepada kita direction yang lebih baik. Kita tidak tahu apa yang mereka “lihat” dengan mata batinnya, sehingga kita ragu apakah mereka memiliki jiwa reformis atau cuma penjaga status quo yang berbulu reformis (musang berbulu domba).
Konsekuensi dari semua itu adalah kita kehilangan kemampuan untuk memahami zaman apa yang sedang kita masuki dewasa ini. Kita telah kehilangan orang-orang yang mampu mendefinisikan realitas, bahkan lebih parah lagi, kita kehilangan orang-orang yang mau menerima tanggung jawab untuk mendefinisikan realitas itu. Yang banyak kita jumpai adalah mereka yang masih “rajin” melempar tanggung jawab, mencari-cari kambing hitam ketika setiap permasalahan muncul ke permukaan.
Mudah-mudahan seluruh hipotesis saya keliru.
* Andrias Harefa adalah seorang pembelajar Sekolah Kehidupan, inisiator website Pembelajar.com, dan telah menghasilkan 25 buku laris. Ia juga dikenal dengan julukan WTS (writer, trainer, speaker). Ia dapat dihubungi di: aharefa@cbn.net.id.

Katakan, Lakukan, Tunjukan CINTAmu

Katakan, Lakukan, Tunjukan CINTAmu

Banyak pria mengatakan bahwa ia bukan tipe orang yang mengucapkan kata-kata CINTA kepada seorang wanita. Ia lebih suka menunjukkan saja CINTA-nya. Lalu ada wanita yang mengatakan bahwa ia tidak percaya kata-kata CINTA sampai ia melihat seorang pria membuktikannya melalui perbuatannya. Lalu ada wanita lain lagi yang kesal karena kekasihnya tidak pernah mengatakan CINTA kepadanya, walau secara konsisten ia melakukan berbagai hal untuk menunjukkan itu.
Semuanya itu fine saja. Yang perlu diingat, itu adalah MODEL DUNIA orang-orang yang mengatakan hal ini. Itu adalah REPRESENTASI CINTA di PETA PIKIRAN mereka sendiri. Ini bisa saja berlaku dalam PETA orang lain bisa tidak. Setiap orang mempunyai REPRESENTASI sendiri-sendiri dalam pikiran mereka tentang CINTA.
Saya ingat lirik lagu 'Extreme' yang sempat tenar tahun 90-an, dengan 'More Than Words', yang pesannya, tidak cukup fungsi Auditory saja yang di-trigger, tapi juga visual, yakni tunjukkan sesuatu yang perlu saya lihat, atau lakukan sesuatu sehingga saya bisa rasakan. Lalu ada juga lirik lagu 'Wet Wet Wet', dalam lagunya 'Love is All Around' yang mengatakan 'If you really love me, come on and let it SHOWED', lalu di awal lagu ada lirik 'I FEEL it in my finger, I FEEL it in my toes'. Alias tunjukkan cintamu, biarkan saa merasak. Lalu Diana Ross berucap 'When you TELL me that you love me'.

Apa yang ingin saya katakan dengan ini?


REPRESENTASI CINTA itu bervariasi untuk siapa saja. Ada dua gap dalam mengungkapkan dan menangkap hal ini. Pertama, dalam mengungkapkan, kita kadang hanya menggunakan REPRESENTASI pribadi kita dalam menangkap. Hanya karena kita menganggap kita lebih senang orang lain menunjukkan cintanya dibanding mengucapkan, kita MEMILIH hanya melakukan berbagai hal untuk menunjukkan CINTA kita, misalnya. Kedua, dalam hal menangkap, kita kadang hanya mengharapkan partner kita memahami REPRESENTASI kita tanpa sama sekali mengungkapkannya. 'Ia seharusnya tahu', demikian dialog internal kita. Sayangnya hampir semua kita tidak berpasangan dengan paranormal.
Pikirkan dan lakukan hal yang simple saja. Karena CINTA, sebagaimana berbagai hal lain dalam hidup, memang seharusnya sederhana.
Pertama, kita tentu happy saat partner kita me-REPRESENTASI-kan CINTA-nya sesuai dengan REPRESENTASI kita. Saat kita ingin mereka KATAKAN, mereka KATAKAN. Saat kita ingin mereka LAKUKAN, mereka LAKUKAN. Jadi, bukan hanya tugas mereka semata untuk menyelidiki sampai frustrasi. Kita punya porsi untuk membantu mereka belajar bagaimana memenuhi REPRESENTASI kita. Dan ini, by the way, bukan hanya berarti memberikan sinyal-sinyal tertentu saja, lalu kita yang frustrasi karena mereka tidak 'mudeng' atau tidak kunjung bisa menangkap sinyal kita. Bila perlu, KATAKAN! Dan saat mereka benar-benar REPRESENTASI-kan sesuai keinginan kita, HARGAI dan APRESIASI! Karena ternyata ada yang malah bilang 'tumben', atau 'bener nih?'. Anda entah mau membunuh kemajuan ini atau mendorong lebih mau lagi.
Kedua, karena kita akan sangat menghargai saat REPRESENTASI kita dipergunakan, saat kita sebagai yang hendak me-REPRESENTASI-kan, gunakan REPRENSENTASI mereka! Kalau tidak tahu, tanya! Minta mereka mengajarkan kepada kita! Mencoba menangkap sinyal atau menebak, kadang berhasil, tapi kadang berantakan. Tanya dan pelajari dari mereka!
Cara paling aman dan nyaman? Saat kita hendak me-REPRESENTASI-kan, pergunakan semua sistem REPRESENTASI CINTA yang mungkin. KATAKAN CINTA Anda, TUNJUKAN, LAKUKAN sesuatu yang bisa mereka RASAKAN, gunakan sebuah WANGIAN tertentu yang bisa di-HIRUP, dan sesuatu yang bisa DIKECAPI. Kalau CINTA, ada PILIHAN untuk KATAKAN, LAKUKAN sesuatu untuk buktikan dan membuat pasangan RASAKAN, dan TUNJUKAN!

Resolusi : komitmen sesaat atau ???

Resolusi : komitmen sesaat atau ???

Resolusi bukanlah komitmen biasa bagi seorang Jonathan Edwards (1669-1758). Dia tidak hanya membuat resolusi singkat untuk jangka pendek di tahun baru. Dia membuat resolusi hidup dan selalu mengevaluasinya setiap minggu! Dia mulai membuat resolusi pada usia 17 tahun sebanyak 21 resolusi. Daftarnya terus bertambah, sampai akhir hidupnya dia telah membuat resolusi sebanyak 70 resolusi. Daftar paling atas berbunyi: "Being sensible that I am unable to do anything without God’s help, I do humbly entreat Him by His grace to enable me to keep these resolutions. Remember to read over these resolutions once a week."

Apa resolusi Anda tahun ini?
Typical New Year’s Resolution No. 1: Actually keep this year’s resolutions.
Edwards: "Resolve to never give over, nor in the least to slacken, my fight with my corruptions, however unsuccessful I may be."
Typical New Year’s Resolution No. 2: Lose Weight.
Edwards: "Resolve to maintain the strictest temperance, in eating and drinking."
Typical New Year’s Resolution No. 3: Spend more quality time with family.
Edwards: "Resolve that I will live so, as I shall wish I had done when I come to die. Never allow the least measure of any fretting uneasiness at my father or mother … so much as in the least alteration of speech or motion of eye."
Typical New Year’s Resolution No. 4: Always tell the truth.
Edwards: "Resolve to never willfully omit anything, except the omission for the glory of God; and frequently to examine my omissions."
Typical New Year’s Resolution No. 5: Spend more time reading God’s Word.
Edwards: "Resolve to study the Scriptures so steadily, constantly and frequently, as that I may find, and plainly perceive, myself to grow in the knowledge of the same."

O ya Jonathan Edwards adalah seorang pengkhotbah terkenal di Amerika pada zamannya.
Pengen sih ya membuat dan menjalani komitmen seperti beliau.
Semoga kita tidak hanya membuat resolusi singkat tapi benar-benar "resolusi hidup" yang nantinya akan membuat perbedaan di tahun ini. Kiranya Tuhan menolong kita semua.

Team Hoyt - the story behind video

Team Hoyt is a father (Dick Hoyt, b. ca. 1940) and son (Rick Hoyt, b. 1962) in Massachusettsmarathons, triathlons, and other athletic endeavors. Rick has cerebral palsy, caused by loss of oxygen to his brain at birth because his umbilical cord was wrapped around his neck. Dick pulls him in a special boat as they swim, carries him in a special seat up front as they bike, and pushes him in a special wheelchair as they run. who compete together in

Doctors told his parents that Rick would live in a vegatative state, but his parents, with the help of Tufts University engineers, recognized that his sense of humor indicated intelligence. At the age of 12, Rick was able to learn how to use a special computer to communicate using movements from his head. The first words he typed were, "Go Bruins!", and the family learned he was a sports fan. They entered their first race in 1977, a 5 mile benefit run for an injured lacrosse player who was a schoolmate of Rick's.

Dick is a retired Lieutenant Colonel in the Air National Guard. Rick earned a college degree from Boston University in special education, and now works at Boston College. They continue to compete in races, and are also motivational speakers.

As of August 31, 2008, Team Hoyt had participated in a total of 984 events, including 229 Triathlons (6 of which were Ironman competitions), 20 Duathlons, and 66 Marathons, including 26 Boston Marathons.[1] They have also biked and run across the USA, in 1992 — a 3,735 mile journey that took them 45 days.

When speaking in Milwaukee at a Best Buddies Wisconsin leadership breakfast, Dick Hoyt said, “He motivates and inspires me. He’s a very tough guy, and he doesn’t let his disability get in the way of things he likes to do”. Some may argue just who is the tough guy and who doesn’t let things get in the way of what he likes to do, but the humble Dick Hoyt looks at it through his son’s eyes. Dick says, “I just feel now that Rick is the athlete and I’m out there just loaning him my arms and my legs so we can compete together” .

(from wikipedia)



download di bawah ini
http://www.mediafire.com/?nj2wmjnzzhl
Copyright © Spesial Unik. All rights reserved. Template by CB. Theme Framework: Responsive Design