Showing posts with label Reflection. Show all posts
Showing posts with label Reflection. Show all posts

Antara Gayus dan Zakheus

Antara Gayus dan Zakheus
Siapa yang tak kenal Gayus. Nama ini tengah menjadi sorotan di Negara kita akibat sepak terjangnya di dunia perpajakan. Pegawai Ditjen Pajak ini menjadi buah bibir terkait kasus makelar kasus pajak Rp25 miliar. Di tengah gencarnya kampanye untuk kesadaran pajak, dia justru menilep uang yang bukan haknya, Apa kata Dunia??? Sekarang akibat tindakan pengemplangannya justru ucapan itu kini berbalik kepada Gayus dan orang pajak itu sendiri : Apa kata dunia?


Ketika ramainya media massa mengekspos tentang Gayus maka saya jadi teringat dengan seorang yang bernama Zakeus. Walaupun namanya berakhiran –us tapi dua orang ini tidak ada hubungan kekerabatan dan keduanya juga hidup di zaman yang berbeda. Gayus hidup di masa sekarang sedangkan Zakeus hidup dua ribu tahun yang lalu. Persamaanya adalah kedua orang ini sama-sama bekerja di dinas perpajakan. Gayus di dinas perpajakan Indonesia sedangkan Zakeus di dinas perpajakan Romawi. Persamaan lainya dan bukan kebetulan juga, keduanya sama-sama kaya. Walaupun hidup di zaman dahulu tapi untuk ukuran orang sezamannya, Zakeus terbilang ‘sukses’ dan kaya. Rumahnya pasti tergolong rumah yang mewah dan berada di kawasan elit. Tidak jauh berbeda dengan Gayus, rumahnya di Gading Park View, walaupun disebut bermodel minimalis tetaplah tergolong mewah di Kelapa Gading. Zakeus tinggal di kota Yerikho, suatu kota yang terkenal dan menjadi pusat bisnis dan perdagangan saat itu. Gayus juga tinggal di kota Kelapa Gading, salah satu kawasan yang elit dan salah satu pusat bisnis di Jakarta.

Zakeus dan Gayus sama-sama memiliki skill juga dalam hal mendapatkan kekayaan. Dengan skill yang mereka miliki maka tidak heran pundit-pundi kekayaannya terus bertambah. Lalu mungkin ada pertanyaan lain yang muncul, persamaan apa lagi yang mereka miliki selain skill apa yang membuat mereka menjadi kaya dan bertambah kekayaannya walaupun tidak didapatkan secara halal. Jawabannya adalah keserakahan atau ketamakan. Ketamakan didefinisikan dari Webster adalah : a selfish and excessive desire for more of something (as money) than is needed atau an intense selfish desire for wealth or possessions. Ketamakan adalah keinginan yang berlebihan, hawa nafsu yang tanpa batas. Terhadap sesuatu utamanya materi atau kekayaaan. Inilah yang menjadi persoalannya. Ketika keinginan yang menjelma menjadi ketamakan dan keseerakahan menguasai hati seseorang maka tidak akan ada kata cukup. Yang ada, lebih dan lebih lagi.

Ketamakan itu dalam dunia yang berhubungan dengan makanan dikenal dengan kata rakus atau sikap lahap yang nggak ada batasnya. Orang kalau rakus aja bisa berefek kepada dirinya dan orang lain. Persoalan ketamakan itu dipandang serius dalam Kitab Suci karena termasuk dalam tujuh dosa maut. Sikap tamak ini tidak bisa dipandang remeh karena kalau dibiarkan maka membuat manusia semakin liar untuk melahap apa saja yang bukan hak miliknya. Ketamakan membuat gelap mata dan hati sehingga tidak melihat kebenaran yang sesungguhnya. Bukan berarti manusia tidak boleh memiliki atau menghilangkan keinginan dalam dirinya. Tetapi kalau keinginan itu menjadi tidak terkendali dan justru membuat manusia menghalalkan segala cara untuk memenuhi keinginan alias ketamakannya maka celaka tiga belas.

Tapi ada yang membedakan antara Gayus dan Zakheus. Zakheus pada akhirnya bertobat dari ketamakannya. Setelah dia menerima Kristus di dalam rumahnya maka dia langsung mengambil langkah perubahan. Zakeus memberikan sebagian harta miliknya serta mengganti empat kali lipat. Ini suatu tindakan yang radikal karena dengan kesadaran sendiri dia mengambil langkah pertobatan. Yang pasti Zakheus tidak lagi dikuasai ketamakan. Dia terbebas dari keserahakan dan ketamakan yang sudah mencengkeramnya bertahun-tahun. Itulah yang membuat dirinya menjadi Zakeus yang baru.

Kalau Gayus mau melakukan hal itu berarti dia harus memberikan setengah dari harta miliknya dan menggangti empat kali 23 milyar dari uang yang dia terima. Bisakah? Kalau di negara kita, jarang sekali koruptor mau menyerahkan diri apalagi mau menyerahkan uang hasil penggelapan atau hasil penipuannya. Kudu dikejar-kejar dan ditangkap dulu baru bisa. Jarang pula yang mau menyerahkan ganti rugu. Yang terjadi malah mereka berusaha melakukan penyuapan dalam proses pengadilan atau divonis ringan atau malah bebas lepas dan tidak mempertanggungjawabkan kesalahan mereka. Kapan tobatnya ya kalau seperti itu?

Servant Leader

Servant Leader

Ada anggapan bahwa menjadi bos atau pemimpin itu paling enak. Makanya di negeri ini banyak orang berlomba-lomba menjadi pemimpin mulai dari caleg sampai mau jadi bupati, camat, lurah sekalipun. Padahal kalau menyadari arti kepemimpinan yang sebenarnya tidaklah semudah dan seenak yang dikira orang. Melihat pelantikan para pemimpin di negara kita terbersit harapan dan keraguan. Harapan bahwa para pemimpin akan membawa perubahan yang lebih baik dan rasa ragu karena melihat sepertinya perubahan kepemimpinan belum tentu menjamin akan terjadi perubahan yang lebih baik lagi. Harapan bahwa perubahan di negara kita itu terjadi secara nyata sebenarnya dimulai dari para pemimpin itu sendiri.

Kepemimpinan yang macam apa atau model apa yang bisa menjadi model dan patut dipraktekkan oleh para pemimpin kita? Masih ingat lagu "Tak gendong", kalau diinterpretasikan dalam konteks kepemimpinan berarti berarti mau menyingsingkan lengan dan mengulurkan tangan tanda untuk membantu dan mau menolong. Di sini aku hadir dan siap membantu. Tak gendong sebenarnya adalah cerminan atau refleksi dari Servant Leadership atau kepemimpinan pelayan. Adalah pakar manajemen, Robert Greenleaf, mengembangkan konsep yang pertama ke dalam dunia sekular. Pada tahun 1970 Greenleaf menulis sebuah buku manajemen berjudul 'The Servant as Leader' (pelayan sebagai pemimpin). Ide pokoknya adalah, seorang pemimpin besar mula-mula harus melayani orang lain, dan bahwa kenyataan yang sederhana ini merupakan inti dari kebesarannya sebagai seorang pemimpin. Dua ribu tahun yang lalu Kristus sudah memperkenalkan konsep kepemimpinan yang melayani "Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya" (Markus 10:43-44).

Kepemimpinan pelayan melihat kedudukan itu sebagai kesempatan untuk melayani sebesar-besarnya bukannya dilayani sebesar-besarnya. Memimpin berarti melayani untuk kepentingan sesama, bukan untuk kepentingan diri sendiri. Mengutamakan atau mendahulukan kepentingan orang lain dari pada dirinya sendiri. Kepemimpinan hamba jelas bukan untuk mencari atau mengambil kesempatan atau aji mumpung. Mumpung berkuasa lalu jadi lupa diri, lupa tugas dan tanggung jawabnya. Mumpung berkuasa maka segala sesuatu dikuasai termasuk kekayaan negara dikuasai alias diembat. Mumpung berkuasa terus menekan yang di bawahnya erat-erat. Konsep mumpung disini harus dibalik. Mumpung itu harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk melayani bukan sebaliknya untuk dilayani!

Kepemimpinan pelayan melihat kedudukan itu sebagai tanggung jawab. Bukan sekedar kekuasaan atau berada di posisi puncak atau urutan yang tertinggi. Kepemimpinan hamba bukannya memerintah secara otoriter lalu menguasai dan mengeksploitasi. Kepemimpinan hamba adalah kepemimpinan yang menyadari tugas dan tanggung jawab besar yang diembannya. Dengan kedudukan yang besar maka tanggungjawabnya semakin besar pula. Kepemimpinan hamba bukan sekedar tebar janji, tebar pesona atau mencari popularitas tetapi mau menebarkan kesejahteraan, menegakkan keadilan dan menjaga integritas, dan itu adalah tanggung jawab yang sangat besar.....

Kepemimpinan pelayan berarti mau repot, mau kerja keras, ada pengorbanan besar di dalamnya. Di tengah dunia yang serba ekspres dan instant seringkali orang mencari kemudahan dengan alasan kalau bisa lebih gampang, kenapa harus mempersulit diri? Tetapi filosofi ini menjadikan orang enggan untuk peduli dan mau berkorban untuk sesama. Mau repot berarti harus keluar dari zona nyaman kita dan berada di zona yang nggak nyaman. Kepemimpinan hamba itu berarti ada resiko di mana kita harus mengorbankan tenaga, istirahat waktu dan kenyamanan kita. Kepemimpinan pelayan adalah kepemimpinan yang peduli dan mau melihat rakyatnya 'ke mana-mana'...

Kepemimpinan pelayan amat mungkin dilakukan, maka harapan kita para pemimpin—eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, dapat mewujudkan dengan spirit tak gendong sambil menyanyikan I love you full buat rakyatnya, tanda siap mengabdikan diri, memimpin sebagai pelayan.
Copyright © Spesial Unik. All rights reserved. Template by CB. Theme Framework: Responsive Design