Pursuit of Excellence

Pursuit of Excellence



Niccolo Paganini, seorang pemain biola Italia yang terkenal di abad 19, memainkan konser untuk para pemujanya yang memenuhi ruangan. Dia bermain biola dengan diiringi orkestra penuh.
Tiba-tiba salah satu senar biolanya putus. Keringat dingin mulai membasahi dahinya tapi dia meneruskan memainkan lagunya. Kejadian yang sangat mengejutkan senar biolanya yang lain pun putus satu persatu hanya meninggalkan satu senar, tetapi dia tetap main. Ketika para penonton melihat dia hanya memiliki satu senar dan tetap bermain, mereka berdiri dan berteriak, 'Bravo', 'Bravo' alias 'Hebat', 'hebat'.
Setelah tepuk tangan riuh memujanya, Paganini menyuruh mereka untuk duduk. Mereka menyadari tidak mungkin dia dapat bermain dengan satu senar. Paganini memberi hormat pada para penonton dan memberi isyarat pada dirigen orkestra untuk meneruskan bagian akhir dari lagunya itu.

Dengan mata berbinar dia berteriak, ?Paganini dengan satu senar? Dia menaruh biolanya di dagunya dan memulai memainkan bagian akhir dari lagunya tersebut dengan indahnya. Penonton sangat terkejut dan kagum pada kejadian ini.

'Excellent!', itulah kata yang tepat untuk menggambarkan kehebatan sang maestro biola tersebut. Kata yang sama sering dipakai untuk memotivasi seseorang guan melakukan sesuatu yang lebih baik. Be excellent! Kira-kira seruannya seperti itu.

Apa sih artinya excellent itu? Excellent itu bisa diartikan excel (melampaui, mengungguli), surpass (melebihi, mengungguli), atau exceed (melampaui, melebihi). Dalam bahasa Inggris, kata excellent ini padanannya adalah 'best, perfect/complete'.

Kata excellent saat ini sering diartikan yaitu untuk menjadi lebih unggul dari yang lain, menjadi superior dan mengalahkan pesaing-pesaingnya. Excellent dipahami untuk tampil perfect dan menjadi sukses dalam segala-galanya. Tapi sebenarnya ada perbedaan antara excellent dan perfeksionis serta sukses!

Berikut perbandingan antara excellent, perfectionist dan success: (saya tampilkan saja teks aslinyan karena kalau diterjemahkan kalimatnya jadi kurang sreg).
“Success means being the best. Excellence means being your best. Success, to many, means being better than everyone else. Excellence means being better tomorrow than you were yesterday. Success means exceeding the achievements of other people. Excellence means matching your practice with your potential.”

Edwin Bliss mengatakan, “The pursuit of excellence is gratifying and healthy. The pursuit of perfection is frustrating, neurotic, and a terrible waste of time.”

Melihat penjelasan di atas dapat kita pahami bahwa inti dari pursuit of excellence bukanlah untuk menjadi superior, menjadi perfeksionis atau menjadi unggul dalam segala sesuatu. Dalam usaha meraih ekselensi selama ini, apa yang kita kejar? Apa yang kita ingin raih? Meraih atau mengejar materi? Untuk menjadi lebih baik dari orang lain? Untuk berkompetisi dan menjatuhkan orang lain? Untuk meraih popularitas atau nama? Untuk mendapatkan pujian banyak orang? Semua motivasi itu ternyata bukanlah spiirit of excellence yang sesungguhnya. Itu adalah spirit dunia. Lalu seharusnya apa motivasi kita dalam mengejar ekselensi atau menunjukkan kualitas yang mutu dalam hidup kita?

Pursuit of excellence mengacu pada mengejar dan melakukan sesuatu yang terbaik yang kita bisa lakukan dangan karunia dan kemmapuan yang Tuhan berikan, memberikan apa yang terbaik dari kita untuk kemuliaan Tuhan.

Lalu bagaimana kita meunjukkan pursuit of ekcellence dalam hidup kita.

Pertama, selalu memilih yang terbaik. Hidup kita penuh dengan pilihan bukan hanya pilihan yang simpel, antara yang baik dan buruk. Tapi bagaimana kita memilih yang terbaik dari apa yang ada. Kita harus menguji dan menilai hal-hal yang kita hadapi. Pada akhirnya kita akan menentukan prioritas kita dan memilih yang terbaik untuk kita lakukan.

Kedua, Lakukan dengan totalitas. Lakukan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi. Itulah kualitas yang ekselen. Tanpa totalitas hati, maka kualitasnya hanya biasa-biasa saja. Lawan dari ekselen sebenarnya adalah medioker, rata-rata. Orang medioker adalah orang yang sebenarnya memiliki kemmapuan untuk tampil ekselen tetapi mengendurkannya atau malas untuk melngerahkan kemampuannya yang maksimal. Ini seperti yang Tuhan kecam dalam kitab Wahyu yaitu kondisi yang 'suam-suam'.

Ketiga, lakukanlah untuk memuliakan Tuhan. Paulus dalam 1 Korintus 10:31 mengatakan bahwa apapun yang kamu lakukan lakukanlah untuk memuliakan Tuhan. Dalam Katekismus Westminster, tujuan hidup manusia adalah memuliakan Tuhan. Menunjukkan ekselensi itu bukanlah untuk pamer atau untuk mengungguli orang lain tetapi karena motifnya adalah untuk memuliakan Tuhan.

Paulus adalah orang yang menunjukkan ekselensinya sebagai seorang hamba Tuhan. rasul, pengajar, penulis, perintis misi. Paulus 3 kali melakukan perjalanan misi yang jauh dan melelahkan, perintis banyak jemaat, penulis banyak surat dan pengajar yang tak kenal lelah. Bahkan saat di penjara, dia banyak menulis surat penjara. Itulah ekselensi.

Kondisi dan situasi tidak mematahkan semangatnya. Belenggu rantai tidak membelenggu semangatnya untuk teruu mengabarkan Injil melalui surat-suratnya. Pantang menyerah dan terus maju, itulah Paulus. Dia melakukan dengan totalitas dan motifnya adalah untuk kemuliaan Tuhan.

Bagaimana dengan saudara saat ini. Ayo tunjukkan 'spirit of excellence' Anda di manapun Tuhan menempatkan Anda saat ini. Soli Deo Gloria

Enjoy the Moments

Enjoy the Moments

Life is not a matter of milestones, but a matter of moments” – Anonim


Seorang ayah memenuhi janjinya untuk mengajak anaknya pergi memancing. Dengan bersusah hati diantara schedulenya yang padat, si ayah berusaha mengambil cuti. Dan akhirnya, berangkatlah ia dengan anaknya, untuk pergi memancing. Seharian mereka memancing, tetapi tidak mendapatkan seekor ikanpun. Dengan marah-marah, akhirnya sampai sore, mereka pun pulang. Puluhan tahun berlalu, ternyata pengalaman ini dicatat oleh mereka masing-masing dalam diary harian mereka. Ketika dibaca ulang, diary si ayah bunyinya begini, "Kurang ajar. Hari yang sial! Saya sudah cuti seharian untuk memancing, ternyata tidak mendapatkan seekorpun. Sebel banget!" Sementara itu, diary anaknya pun dibuka, ternyata kalimatnya, "Terima kasih Tuhan. Hari yang luar biasa. Saya pergi memancing bersama ayah. Meskipun tidak mendapatkan seekor ikanpun, tetapi saya punya kesempatan ngobrol-ngobrol banyak dengan ayah. Sangat menyenangkan!"

Pembaca, betapa berbedanya sudut pandang si ayah dengan si anaknya. Bagi si ayah, yang terpenting adalah mendapatkan ikan-ikan, sementara bagi si anak, justru pengalaman memancing bersama itulah yang menyenangkan. Itulah orang-orang yang seringkali saya bicarakan di dalam seminar dan training saya, satunya lebih menghargai 'milestones' sementara lainnya, lebih menghargai 'moments'.

Kejadian ini sebenarnya mengingatkan saya dengan pengalaman bertemu dengan seorang General Manager sebuah perusahaan ritel, dimana ia sangat sukses dan berhasil tetapi dalam konselingnya dengan saya, mukanya tampak letih. Singkatnya, ia mengatakan, "Aku capek, sangat keletihan. Hidupku rasanya bergerak dari satu target ke target lainnya". Tidaklah mengherankan bagi saya kalau si GM ini keletihan hidupnya. Yang muncul adalah perasaan kasihan saya karena hidupnya hanyalah kumpulan dari gol satu ke gol lainnya. Bahkan, dengan keluarganya pun ia hampir tidak mempunyai waktu. Bahkan, untuk jalan-jalan dengan keluarganya saja, ia harus menjadwalkan, seakan-akan menset target apa yang harus dicapai dalam piknik keluarganya, dll. Sungguh meletihkan sekali melihat hidupnya!


Pelari Marathon atau Pendaki Gunung?
Metafora ini saya gunakan hanya untuk menggambarkan dua jenis orang di dalam menikmati hidupnya. Yang pertama, saya umpamakan seperti seorang pelari marathon. Saya ingat, saya pernah mengikuti beberapa kali lomba marathon, dan itu sangat menyenangkan. Masalahnya, saat mengikuti merathon, saya berlari dengan serius. Terfokus pada satu titik ke titik yang lain, hingga selesai . Bahkan, penonton yang di tepi jalanpun saya cuekin. Saya hanya terfokus untuk berlari dan akhirnya bisa sampai ke garis finish (ngomong-ngomong, ini mungkin tidak mewakili semua pelari marathon karena toh ada rekan saya yang bisa sangat menikmatinya). Singkat cerita, inilah tipe yang saya anggap mewakili orang yang hidupnya hanya dari satu 'milestones' (tahapan) ke 'milestone' yang lainnya.

Bandingkanlah gaya pelari marathon ini dengan gaya seorang pendaki gunung. Saya ingat, saya pun pernah punya berkesempatan mendaki gunung. Sungguh pengalaman yang agak berbeda dengan pengalaman jadi pelari marathon. Dalam mendaki gunung, kami memang punya tujuan yang harus dicapai, yakni puncaknya. Tetapi, sepanjang perjalanan, kami bisa bernyanyi-nyanyi, saling bercerita bahkan sesekali berhenti sejenak jika ada sesuatu yang menarik untuk dinikmati. Sungguh menyenangkan berkesempatan menikmati satu demi satu tempat yang kami lalui. Dan inilah metafora yang saya anggap mewakili orang yang hidupnya bisa bergerak dari 'moment' ke 'moment'.

Nah, dengan kedua metafora tersebut, saya ingin mengajak Anda untuk merefleksikan bagaimanakah kecenderungan sikap Anda dalam menghadapi hidup ini, dalam menyikapi pekerjaan Anda, dalam menyikapi proses perkembangan anak Anda? Terlalu banyak karyawan, pimpinan maupun orang tua yang menyikapi pekerjaan dan keluarganya seperti 'milestones'. Memang sih, pada akhirnya banyak yang bisa mereka raih, tetapi sekaligus, mereka juga banyak kehilangan sisi menyenangkan (fun) dalam hidup ini. Bayangkanlah seorang manager yang stres dan mulai kebosanan karena hidupnya hanya dari satu KPI (Key Performance Indicator) ke KPI lain, satu scorecard ke scorecard yang lain. Ataupun, bayangkan seorang tua yang melihat anaknya seperti sesuatu target yang bergerak. Akan sangat meletihkan.

Sebaliknya, bagi saya, kita bisa tetap sambil menikmati 'moment' sambil berusaha menggerakkan diri kita mencapai yang lebih baik. Kita bisa mencapai 'gunung impian' kita tanpa kehilangan kesempatan untuk berhenti, menikmati indahnya pemandangan dan bercanda ria. Jadi, mulai sekarang perlakukan hidup kita sebagai 'moment' bukan sebagai 'milestone' sehingga pada akhir ajal menjelang kita, akan ada banyak hal moment indah yang bisa dikenang! Salam Antusias selalu!



Best regards,

Anthony Dio Martin




Liu Wei, pianis tak berlengan juara China's Got Talent

Liu Wei, pianis tak berlengan juara China's Got Talent



Liu We, 23 tahun, pianis tak berlengan dan hanya menggunakan jari-jari kakinya memenang final China's Got Talent pada hari Minggu, di Shanghai Stadium. Dia menang mutlak dalam penampilannya yang spektakuler di Shanghai.

Dia membuat kagum juri dan para audiens yang berjumlah sekitar 70.000 dengan memainkan dan menyanyikan You Are Beautiful. Liu mengalahkan enam kontestan lain dalam dua putaran pertama melalui voting sms dan dalam putaran terakhir mengalahkan Zhang Fengxi seorang comedian berusia 7 tahun.

Dia tidak bisa menahan air matanya ketika ia dianugerahi mahkota. Ketika ditanya mengapa ia menangis, kata-katanya membuat kebanyakan orang terkejut. "Shou Junchao (sesama kontestan rap ) dan aku sebenarnya sangat dekat sebagai sahabat di balik panggung. Meskipun kita berada pada panggung yang sama aku tidak senang setelah mengalahkan dia," kata Liu. Liu adalah seorang yang rendah hati. Dia mengatakan bahwa dia hanyalah orang biasa saja dan akan terus menyusun musik sendiri.

"Saya tidak peduli bagaimana orang menganggap saya. Ketika orang lain menyatakan penyesalan dan kesedihan karena saya kehilangan kedua lengan, saya bisa mengatakan dengan yakin kepada mereka bahwa saya memiliki kaki yang sempurna," ia kata.



Liu kehilangan tangannya ketika ia berusia 10 tahun setelah menyentuh kawat tegangan tinggi selama permainan petak umpet. Ia langsung jatuh pingsan. Setelah melewati masa kritis 45 hari, Liu sadar kedua lengannya telah hilang; karena harus diamputasi. Ia menangis sedih. Jangankan mengejar mimpi menjadi musisi profesional dan produser musik ternama, makan saja ia bingung bagaimana caranya!

Orangtua adalah pihak pertama yang menyadarkannya. Mereka bilang, Liu harus segera bangkit dan melanjutkan hidup. Saat itu, mereka bisa membantu semua keperluan Liu. Namun bagaimana nasib Liu jika mereka sudah tiada?
"Kamu enggak berbeda dengan orang lain," kata ibunya berulang kali. "Kamu hanya menggunakan kakimu sebagai pengganti lengan." Sang ibu juga mengatakan, ia tidak muluk-muluk mengharapkan Liu menjadi orang sukses. Ia hanya ingin putra tersayangnya itu hidup bahagia dan sehat lahir batin.
Meski "hancur", pikiran Liu segera terbuka.

"Saya sadar, untuk orang seperti saya, cuma ada dua pilihan. Pertama, melupakan semua impian yang nantinya akan mengakibatkan kematian sia-sia dan cepat. Pilihan lainnya, berjuang tanpa lengan untuk menjalani kehidupan yang lebih baik," demikian tutur Liu.
Saat berumur 19 tahun, Liu memutuskan untuk tetap mengejar impiannya menjadi produser dan musisi profesional, serta menjalani kehidupan yang lebih baik. Dia pun diam-diam belajar piano. "Enggak ada teori kalau piano itu harus dimainkan dengan tangan kan," begitu pikir Liu. Dia berlatih dengan keras, lebih dari tujuh jam sehari

Tapi ... "Berat sekali. Capek, lecet, kaku, kram, sudah menjadi biasa," cerita Liu kepada para juri China's Got Talent. "Tetapi dalam pandanganku, kalau kamu memang mau atau punya keinginan, ya terima dan lakukan saja (semua perjuangan itu)."

Sayang, guru piano pertamanya menyerah dan berhenti. Alasannya, mustahil bagi seseorang memainkan piano dengan jari-jari kaki. Memang, ada bagian-bagian nada yang tak bisa dimainkan karena Liu tak bisa menekan tuts-tuts tertentu.

Liu pantang menyerah dan akhirnya dia bisa mengembangkan gaya permainan tersendiri dengan jari-jari kakinya dam n mulai menyususn dan memproduksi music sendiri. Setahun kemudian, ia diberi kesempatan untuk bekerja dengan bintang pop Hong Kong terkenal Andy Lau dan mereka menyusun lagu Let It Be.

"Musik adalah seperti air dan udara untuk saya, saya tidak hidup tanpa itu," kata Liu Wei. "There are only two options for the rest of my life: die as soon as possible or live life loud,"

Kaca Jendela yang Kotor

Kaca Jendela yang Kotor

If the doors of perception were cleansed, everything would appear as it is – infinite. – Jika pintu persepsi dibersihkan, segala hal akan nampak sebagaimana adanya – sangat luar biasa.” William Blake


Sebelum memulai membahas artikel ini saya akan menceritakan sebuah peristiwa yang dialami sepasang suami istri. Pasangan tersebut baru pindah ke sebuah kontrakan baru di kampung padat penduduk. Setiap pagi di depan rumah mereka banyak orang sibuk mencuci dan menjemur pakaian.
Pada hari I, sang istri berkomentar, “Aneh ya, kenapa orang-orang kalau mencuci pakaian sama sekali tidak bersih. Kotorannya masih tebal begitu.”
Seminggu berlalu, dan sang istri selalu berkomentar bahwa cucian warga yang dijemur di depan kontrakan mereka itu masih sangat kotor. Selama seminggu sang suami hanya diam saja mendengar komentar-komentar istrinya. Lalu pada hari ke-8, si istri memberikan komentar lagi seperti biasa.
“Nah, itu baru bersih. Pak, lihat cucian mereka sekarang menjadi bersih sekali. Tapi kenapa kemarin-kemarin cucian mereka begitu kotor ya?” gumam si istri.
“Tadi pagi saya bangun pagi-pagi sekali. Saya bersihkan semua kaca jendela rumah kita sampai betul-betul bersih,” jawab suaminya seraya pergi meninggalkan si istri yang masih terperangah.
Kehidupan ini berkaitan erat dengan persepsi, yaitu cara pandang berdasarkan pola pikir dan perilaku individu masing-masing. Setiap orang dapat mendeskripsikan situasi atau kejadian secara berbeda berdasarkan penglihatan mereka. Persepsi itu akan mempengaruhi pola pikir serta tindakan kita selanjutnya.



Realitas kehidupan ini terbentuk oleh persepsi kita atau cara pandang kita terhadap segala sesuatu. Apa yang Anda yakini, itulah yang Anda terima. Tetapi seandainya kita mampu mengubahnya (persepsi) menjadi positif, maka segala sesuatu dalam kehidupan ini akan nampak lebih menyenangkan.
Dr. Wayne Dyer mengatakan, “When you change the way you look at things, the things you look at change. – Ketika Anda mengubah cara pandang terhadap sesuatu, maka apa yang Anda lihat akan berubah.” Inilah beberapa hal pokok untuk menghancurkan persepsi negatif dan menciptakan kehidupan yang seharusnya Anda nikmati.
Pertama adalah selalu berusaha membiasakan diri fokus pada nilai-nilai positif, maka persepsi kita menjadi lebih positif. Contoh ketika kita fokus pada kekurangan seseorang, maka kita akan terus mencari kekurangannya. Tetapi jika kita fokus pada kebaikan seseorang, maka kita akan terus berusaha mencari kebaikan di dalam dirinya dan semakin tertarik pada orang tersebut, bahkan terinspirasi olehnya.
Mungkin sama seperti awal orang sedang dalam masa pacaran, pasti masing-masing memandang pasangan serasa tak memiliki kekurangan karena yang terlihat kelebihannya saja. Hari-hari senantiasa romantis, sebab dalam hubungan itu masing-masing hanya fokus pada sifat-sifat yang positif dan menarik. Semakin ia fokus pada kualitas positif, maka ia pun melihat pasangan semakin menakjubkan sehingga makin jatuh cinta. Begitupun sebaliknya.
Cara lain untuk menjaga persepsi Anda tetap positif adalah dengan selalu berpikir dan bersikap optimis. Saya sangat sependapat dengan Henry Ford yang pernah mengatakan, “If you think you can or if you think you can’t either way you’re always right. – Jika Anda berpikir Anda bisa atau jika Anda berpikir tidak bisa, itu pasti terjadi.” Berpikir dan bersikap optimis tentu membantu persepsi Anda lebih jernih, sehingga nampak jelas peluang-peluang baru yang dapat menolong situasi Anda atau memandu Anda menuju sukses dan kebahagiaan.
Berpikir terbuka dan bersedia belajar tentang banyak hal merupakan salah satu upaya untuk menjernihkan persepsi. Kehidupan ini sangat lengkap artinya terdiri dari beragam situasi, sebab, macam, dan lain sebagainya. Tidak mungkin seseorang menguasai semua ilmu atau menyelami pikiran banyak orang di dunia. Jadi sebaiknya jangan terburu-buru menciptakan kesimpulan, melainkan mencari pelajaran positif yang dapat dipetik sebagai bekal untuk berpikir dan bertindak lebih bijaksana.
Contoh akhir-akhir ini media cetak maupun elektronik di tanah air bahkan luar negri sedang dihebohkan video asusila artis papan atas. Jika benar mereka melakukan tindak asusila itu, bukan berarti semua perilaku mereka negatif. Alangkah bijaksana jika kita menjadikan hal itu sebagai pembelajaran untuk tidak mencoba melanggar norma susila, agama maupun hukum, apapun profesi yang kita jalani, karena dampak buruknya sangat luar biasa tak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga keluarga dan masyarakat.
Jika saya perhatikan, orang-orang yang hidupnya cukup sukses di dunia ini senantiasa menjaga persepsi mereka tetap positif. Sehingga sikap dan tindakan mereka juga positif, contohnya tekun berusaha, rendah hati, disiplin, cermat atau berhati-hati dalam segala hal dan lain sebagainya. Disamping itu, mereka mampu melakukan tanggung jawab dengan baik dan menghasilkan karya luar biasa.
Persepsi seumpama ‘kaca jendela’ untuk melihat segala sesuatu nampak baik atau buruk. Ketika Anda mampu menjadikan persepsi selalu positif, maka Anda juga mempunyai kekuatan untuk melihat segala hal dengan lebih jernih, penuh optimisme, semangat, kasih sayang dan cinta, dan lain sebagainya, sehingga membantu Anda selalu bersikap positif dan tidak menyerah pada keadaan sesulit apapun untuk meraih sukses dan kebahagiaan. Oleh sebab itu, jika Anda ingin mencapai hasil akhir yang menyenangkan, maka jangan pernah membiarkan ‘kaca jendela’ Anda kotor.



*Andrew Ho adalah seorang pengusaha, motivator, dan penulis buku-buku bestseller.Kunjungi websitenya di: www.andrewho-uol.com

Mau Aman? Miliki ‘Aman’!

Mau Aman? Miliki ‘Aman’!

Loh, maksudnya apa ya? Apa ini promo asuransi baru apa credit card? Bukan….Pada dasarnya manusia ingin hidupnya aman di dunia ini. Aman dalam perjalanan, aman dalam kesehatan, aman dalam pekerjaan, aman dalam keuangan di akhir bulan…..Aman dalam posisi di pekerjaan atau jabatan, aman dari bom, aman dari teroris. Pokoknya manusia ingin aman di mana-mana. Tapi sayangnya banyak orang meggantungkan rasa amannya itu pada sesuatu yang sifatnya semu atau sementara.

Mau Aman? Ini dia, miliki ‘aman’. Kata ‘aman’ dalam bahasa Ibrani sebenarnya sama artinya dengan kata 'percaya' atau 'iman'. tapi ini bukan iman biasa atau percaya yang biasa saja. 'Aman' maknanya adalah ‘berpegang teguh’. Kata ‘aman’ itu konsep dasarnya mengacu pada tangan yang kuat dari orang tua yang memegang dengan kuat dan teguh bayinya yang lemah dan tidak berdaya. Contohnya dalam Maz.31:25 "Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu, hai semua orang yang berharap pada TUHAN".

Kata ‘ aman’ ini tidak berdiri sendiri. Jadi kalau di terjemahkan bukan sekedar iman atau percaya. Kata ‘aman’ itu harus ada obyek yang menyertainya. Seseorang tidak bisa beriman dalam iman atau percaya dalam percaya. Jadi persoalannya adalah iman atau percaya pada siapa? Siapa yang dipercayai?

Kata ‘aman’ dalam Alkitab selalu dipakai dengan Allah sebagai obyeknya. Jadi ‘aman' itu artinya berpegang teguh pada Allah. Beriman bukan hanya sekedar berpegang atau bersandar tetapi bersandar dengan kuat pada Alah, bersandar dengan eratnya pada Allah, bersandar sepenuhnya pada Allah karena Allah adalah Pencipta kita, Penyelamat, dan Penolong kita. Beriman berarti memegang Allah erat-erat karena Allah adalah sumber hidup dan sumber rasa aman kita. Dengan berpegang erat-erat pada Allah maka itulah sumber kekuatan dan perlindungan kita. Pemazmur mengatakan bahwa hanya dekat Allah saja aku tenang dan daripada-Nyalah keselamatanku. (Maz.62:1).Perhatikan kata Pemazmur, hanya "Allah saja", jadi bukan yang lain. Hanya Allah doang, titik.

Apa yang kita pegang erat-erat saat ini? Hartakah? kedudukankah? Jabatankah? Orang kuatkah? Ingat bahwa semua ini memiliki keterbatasan dan tidak bisa memberikan rasa aman yang pasti. Harta bisa hilang, kedudukan bisa digeser, orang kuat tidak bisa diandalkan. Hanya Allah satu-satunya sumber keamanan dan kepastian kita dalam hidup.

Tidak memiliki ‘aman’ atau tidak memiliki iman kepada Allah itu artinya memisahkan diri dari Allah Pencipta dan Penopang hidup kita! Tidak beriman atau tidak berpegang teguh pada Allah sangatlah fatal karena adalah Allah sang sumber hidup kita. Tidak memiliki ‘aman’ akan membuat Anda sangat tidak aman dalam hidup ini maupun hidup yang akan datang.

Kedua, 'aman' artinya berpegang pada kepastian atau keyakinan kepada Allah karena Allah kita Maha Kuasa. Dari kata 'aman' inilah kita mengenal kata 'Amin' yang berarti pasti, ya, sungguh. Allah kita tak terbatas, Hikmat-Nya ajaib, janji-Nya pasti. Dalam Kejadian 15:6 dikatakan,"lalu percayalah Abram kepada Allah," menunjukkan keyakinan dan kepastian iman Abram yang membawanya menjadi bapa orang beriman. Kepercayaan kita didasarkan pada keyakinan yang kuat di dalam diri Allah. Inti-Nya adalah kita memiliki Allah yang bisa dipercaya dan diandalkan, itulah yang menjadi sumber jaminan, kepastian atau keyakinan kita. Itulah yang menjadi dasar iman atau pengharapan kita yang membuat iman kita menjadi kokoh atau kuat. Inilah juga yang membedakan iman Alkitabiah dengan teori motivasi atau positive thinking dunia! Konsep iman dunia adalah berharap pada sesuatu yang kelihatannya mungkin tapi belum tentu pasti. ‘Aman’ adalah percaya dengan keyakinan karena Allah yang menjamin, Allah sendiri yang memberi kepastian. Keyakinan kita pada Allah bukan didasarkan pada ‘moga-moga’ atau mudah-mudahan bisa, tetapi didasarkan pada kepastian yang kokoh di dalam Tuhan.

Mau aman? Miliki ‘aman’! berpegang teguh pada Allah, jangan yang laen. Bersandar pada-Nya. Jangan ragu dan bimbang, percaya saja pada-Nya. Amin.

Natalia, Tetap Tersenyum dan Tabah Menghadapi Lupus

Natalia, Tetap Tersenyum dan Tabah Menghadapi Lupus

Menonton Letters to God, saya jadi teringat salah seorang siswa sekolah karunia Jakarta bernama Natalia. Dia waktu itu seharusnya sudah kelas 1 SMA karena saya mengajar di kelas yang seangkatan dengannya tapi karena menderita penyakit lupus membuat dia tidak bisa melanjutkan sekolah. (Dalam referensi yang saya dapat ternyata lupus itu adalah penyakit baru yang mematikan dan setara dengan kanker, menyerang sistem kekebalan tubuh. Banyak penderita penyakit lupus tidak terdeteksi dan tidak tertolong hidupnya). Sesuai dengan namanya lupus dalam bahasa Latinnya adalah serigala, jadi penyakit ini ibarat serigala, sangat ganas dan mematikan.

Kembali ke Natalia, saya secara pribadi tidak mengenalnya, tapi saya melihata dia adalah seorang remaja putri yang berwajah manis dan selalu tersenyum. Saya beberapa kali sempat meihat dia datang ke sekolah dan melihat teman-teman sekelasnya dulu menghampiri dia untuk berbincang-bincang dengannya. Saya juga sering meihat dia datang ke gereja di kebaktian pagi karena saya gerejanya sama dengan dia. Kendati rambut di kepalanya nyaris tidak terlihat , mungkin efek dari penyakit lupus atau efek pengobatan tapi hal itu tidak mempengaruhinya sama sekali. Dia tetap tersenyum dan tidak mau menutupi kepalanya dengan wig.

Suatu pagi di hari minggu, saya bangun dengan malasnya dan mengingat hari itu adalah hari minggu. Sebenarnya masih kepingin tidur tapi saya memilih lebih baik ke kebaktian pada jam 7 karena nantinya banyak watktu yang luang setelah itu. Jadi denga memaksakan diri saya ke gereja. Saya mengambil tempat di bagian balkon dan melihat si Natalia sudah duduk di tempat sepeti biasanya.

Saya tersentak saat melihat senyumnya yang seperti biasa, karena anak ini kesannya bagi saya seperti tidak sedang menderita. Dan senyumnya bukanlah senyum yang dibuat-buat tapi senyum yang manis dan tulus , senyum yang memancar dari hatinya. Saya mencoba tersenyum saat itu tapi tidak bisa karena hati saya rasanya masih berat. Saya lalu memperhatikan wajahnya sepintas, rambut di kepalanya masih belum terlihat juga dan karena kulitnya putih terlihat ada beberapa bagian tertentu dari kulitnya yang kelihatan berbeda mungkin reaksi dari pengobatan yang dia terima. Sebagai remaja putri saya berpikir bahwa dia mungkin akan minder dan sedih atas penampilannya. Tapi ternyata tidak, dia tetap menunjukkan senyum yang melampaui kondisi fisiknya. Senyumnya adalah sukacita yang melampaui penderitaan dan kelemahan fisiknya.

Saat melihat senyumnya, hati saya tertegur dengan keras. Pada saat itu saya datang beribadah tanpa sukacita, datang dengan malas-malasan ke gereja dan dengan hati yang berat pula. Saat melihat Natalia yang datang beribadah dengan tersenyum kendati sedang menderita membuat saya menjadi malu. Saya jauh lebih kuat dan lebih sehat dan tidak sedang menderita apapun tapi kok tidak ada sukacitanya sama sekali. Seolah-olah ada suara yang mengatakan,”Coba liat diri kamu jauh lebih sehat dan lebih baik ketimbang dia, tapi senyumnya mana? Sukacitanya mana???”.

Saya yang mengenal Tuhan jauh lebih lama ketimbang dia dan tahu bahwa datang beribadah itu harusnya dengan hati yang bersukacita tapi ternyata saya datang terpaksa dan tanpa senyum sama sekali. Saya langsung minta ampun sama Tuhan, karena pasti saat itu Tuhan mengetahui isi hati dan motivasi saya saat datang beribadah. Saya percaya Tuhan memakai Natalia untuk menegur sikap hati saya dan sikap ibadah saya saat itu.

Pada akhirnya Natalia dipanggil Tuhan dalam usia yang masih muda. Saya sempat datang dengan beberapa teman guru saat jenazahnya sedang disemayamkan. Kami lalu dibagikan sebuah kertas yang berisi tulisan mengenai kesaksian dia. Yang saya ingat dalam tulisan itu adalah bagaimana dia menceritakan bahwa dia sudah memiliki Kristus dan menerimanya secara pribadi dalam hidupnya. Cicinya juga bercerita bahwa selama dia sakit, dia tidak pernah mengeluh atau complain. Saat melihat wajahnya yang terbaring waktu itu memang nampak secara natural dia tetap tersenyum.

Natalia tidak pernah berkhotbah atau member kesaksian secara langsung tapi hidupnya sungguh menjadi kesaksian yang luar biasa. Saya jadi ingat lagu, dalam suka duka ku kan tetap tersenyum. Sukacita yang dia miliki adalah sukacita Tuhan yang melampaui kondisi dan kerapuhan fisiknya. Sukacitanya memancar ibarat cahaya surya di tengah penderitaannya. Hidupnya ibarat emas yang memancar di tengah lumpur penderitaan, hidup yang memancarkan kemuliaan Tuhan. Hidupnya memang sangat singkat tetapi dia menunjukan kualitas hidup yang luar biasa.

Saya jadi ingat kata-kata Patrick Doughtie, ayah Tyler yang menjadi asisten sutradara Letters to God. Dia mengatakan bahwa penderitaan itu tidak akan peduli apa yang anda percayai dan berapa banyak uang yang anda miliki. Kalau sudah tiba dia akan mengetuk pintu anda nggak peduli siapa anda. Tapi yang terlebih penting adalah kalau Tuhan mengijinkan penderitaan itu terjadi, biarlah hal itu memuliakan Tuhan. Biarlah nama Tuhan dimuliakan dalam hidup dan mati kita. Amin

Soli Deo Gloria

Kisah Ibu Yang Mengorbankan Nyawanya Untuk Anaknya

Kisah Ibu Yang Mengorbankan Nyawanya Untuk  Anaknya

Kasih ibu ini sangatlah luar biasa, bahkan rela mengorbankan nyawanya demi anaknya. Donna Blank, 32, akhirnya menghembuskan nafasnya terakhir sejak melahirkan bayinya tiga belas bulan yang lalu. Perjuangannya untuk mendapatkan anak tidaklah mudah. Dia bersama pasangannya telah menanti selama 13 tahun sementara kondisi kesehatannya juga sangat bermasalah. Perjuangannya saat kehamilan dan saat melahirkan dilaluinya dengan penderitaan yang luar biasa. Tapi ini menghadapi semua resiko ini demi kasihnya kepada anak.

Dia sempat dihadap[kan pada pilihan : melanjutkan kehamilan dengan beresiko kematian karena kehamilan itu bisa membunuhnya atau mengaborsi bayinya jika ia ingin bertahan hidup.Dia memilih yang pertama.
Donna berjanji untuk memenuhi impian seumur hidup nya menjadi seorang ibu - meskipun ia tahu ia akan membayarnya dengan nyawanya.


Donna dan pasangannya, Gary Thomas, sangat gembira ketika ia menemukan dirinya hamil setelah 13 tahun penantian panjang dirinya untuk hamil.
Tapi mimpi mereka hancur ketika dokter mengatakan bahwa ginjal Donna yang gagal - dan menyarankan pasangan ini untuk menggugurkan bayi mereka.
Ibu yang pemberani ini memutuskan untuk mengabaikan nasihat dokter dan tetap terus mempertahankan,”mujizat kecilnya” . Ibu Donna, Sallie, 52, dari Newport, South Wales, mengatakan bahwa menjadi seorang ibu adalah satu-satunya yang ingin dilakukannya dalam hidup.Dia yakin dia telah diberkati dengan mukjizat ketika dia menemukan dirinya hamil - dan akan mengorbankan apapun untuk melindungi bayi yang dikandungnya - bahkan dirinya sendiri.'Tidak ada apa pun di bumi ini yang akan menghentikannya. Ia akan memiliki bayi apakah itu akan mengambil hidupnya atau tidak.

Donna, yang bekerja sebagai perawat bantu, menderita diabetes yang mengakibatkan ginjalnya tidak berfungsi sejak ia masih remaja, dan berpikir dia tidak pernah mungkin bisa memiliki anak.
"Dia dilahirkan untuk menjadi seorang ibu, dan ketika ia menemukan dirinya hamil, tidak ada yang akan menghentikan dia untuk mewuudkan impiannya."

Selama kehamilannya bukannya tanpa kesulitan, dia terus mendapatkan perawatan dan mengkonsumsi obata-obatan untuk ginjalnya yang membuatnya menderita kesakitan luar biasa.
Setelah 27 minggu, Donna melahirkan bayi prematur Cade. Yang diprediksi dokter tidak akan bertahan karena lahir dengan katup jantung bocor. Bayinya akhirnya selamat melalui operasi yang melelahkan di jantungnya - dan menjalani operasi dua kali lebih rumit untuk memperbaiki masalah dengan isi perutnya.

Tapi saat dia melihat anaknya tumbuh lebih kuat, Donna malah kesehatannya semakin lemah dari hari ke hari. Donna mulai menjalani proses cuci darah tiga kali seminggu di rumah sakit University of Wales bersama dengan anaknya yang masih dirawat di rumah sakit anaknya.

Setelah tiga bulan lebih, bayi Cade cukup kuat untuk meninggalkan rumah sakit - dan Donna memutuskan untuk membawa pulang anaknya dan mengubah proses cuci darah agar bisa mendampingi anaknya.

Donna senang karena impiannya sudah terwujud tapi kesehatan Donna terus memburuk.
Dokter mengatakan bahwa Donna akan membutuhkan transplantasi ginjal. Ayahnya, Russell, 52, dan saudara Christopher, keduanya disebut sebagai donor yang akan menyumbangkan ginjal untuk menyelamatkan Donna.

Namun Donna ternyata mengalami masalah dengan jantungnya yang berarti dia tidak bisa menjalani pencangkokan langsung.
Dia dibawa kembali ke rumah sakit di September setelah dokter memperingatkan dia perlu menjalani proses cuci darah di rumah sakit.

Terakhir kali Donna berbicara kepada keluarganya, ia mengatakan kepada ibunya dia merasa baik-baik saja dan berharap bahwa dia akan pulang keesokan harinya.
Namun pada dini hari 22 September dokter menelepon Sallie untuk memberikan kabar bahwa putrinya telah meninggal.
Donna telah meninggal karena serangan jantung ketika staf keperawatan pergi untuk mengecek - dan setelah 40 menit mencoba untuk menyadarkan dia, Donna dinyatakan meninggal.
Pasangannya, Gary, mengatakan: 'waktu saya dengan Donna tidak cukup lama. Dia adalah orang yang mengagumkan yang selalu melakukan segalanya untuk orang lain. "Dia tidak akan pernah terlupakan."

Letters to God

Letters to God


Letters to God adalah film yang diangkat dari kisah nyata anak sang asisten sutradara film itu sendiiri yang bernama Patrick Doughtie. Anaknya yang menderita kanker bernama Tyler Doughtie, meninggal pada tahun 2005. Kata Patrick, anaknya adalah inspirasi hidupnya. Dua tahun setelahnya, dia menulis screenplay untuk film ini. Patrick mengatakan bahwa dia ingin penonton tahu film Letters to God bukanlah film kesedihan tentang seorang anak yang menderita kanker. Dia mengatakan bahwa film ini adalah film inspirasional tentang iman dan pengharapan. Message atau berita dari film ini adalah pengharapan.

Sinopsis:
Tyler Doherty adalah seorang anak yang berusia delapan tahun dan didiagnosa menderita kanker otak. Tyler sangat mencintai Tuhan dan seperti anak-anak lainnya, dia juga senang sepakbola. Tyler selalu berdoa seorang diri dan doanya ditulis dalam bentuk surat yang kemudian diambil setiap minggunya oleh Pak Pos.

Bagi Tyler, Tuhan adalah Sahabatnya, dia curhat segala keinginan dan harapannya kepada Tuhan. Dia menceritakan momen demi momen yang dia alami kepada Tuhan. Salah satu keinginannya sangat sederhana, dia kepingin Mamanya ceria dan tertawa karena Tyler tahu bahwa penyakitnya pastilah menyusahkan mamanya.

Keluarga Tyler sendiri sedang dalam pergumulan berat dalam iman dan kepercayaan mereka kepada Tuhan. Papa Tyler telah meninggal dunia dan Mamanya mulai kecewa terhadap Tuhan. Kakaknya Tyler bahkan merasa mereka telah ditinggalkan Tuhan. Tapi Tyler tetap menunjukkan keyakinannya yang tak tergoyahka kepada Tuhan. Imannya dan keyakinannya menghadapi penyakitnya mengubah keluarganya, sahabatnya dan komunitas di mana mereka tinggal.

Salah satu sahabatnya adalah Brady McDaniel, seorang veteran perang Irak yang kemudian menjadi pengantar suratr. Dia sedang menghadapi kecanduan alkool dan telah kehilangan kasihnya terhadap anak dan istrinya. Saat pikirannya kalut dan dia ingin kembali untuk minum, dia membaca surat-surat Tyler dan membutanya tertegun. Anak ini sedang menderita tapi imannya begitu kuat dan masih peduli kepada orang-orang yang ada di sekelilingnya. Dalam suratnya dia mengharapkan yang terbaik buat mereka. Brady tersentuh dan dia dikuatkan kembali.

Bagi saya, salah satu tema dalam film ini adalah tentang persahabatan. Pertama, persahabatan antara Tyler dengan Allah. Tyler menjadikan Allah sebagai sahabat sejati dalam suka dan dukanya. Lalu persahabatan, antara Tyler dengan temannya yang selalu menjadi pembelanya, Samantha. Saat diejek di sekolah, Sam selalu membela Tyler walaupun Sam membela dengan caranya sendiri. Tyler kepingin Sam bertindak seperti apa yang Yesus lakukan,”What Would Jesus Do.” Tyler juga bersahabta dengan Brady yang menjadi Pak Pos yang setia mengantar surat dan mengambil suratnya Tyler. Selain persahabatan, jelas kasih sayang juga nampak mewarnai keluraga ini, kasih Mamanya Tyler dan nenekya yang menyayangi Tyler.
Film ini mengekspresikan dengan jelas bagaimana doa itu dipraktekkan di dalam kehidupan keluarga Tyler, baik doa pribadi maupun doa bersama. Khususnya Tyler yang menulis doa melalui surat, apa yang dilakukan Tyler juga dia tularkan kepada orang lain. Dia meminta kakaknya menulis doanya kepada Allah. Tyler mengatakan bahwa berdoa itu seperti texting, sms kepada sahabat….

Bagaimana dengan kehidupan doa kita? Bagi Tyler, doa bukan cuma berisi keluhan dan permohonan demi permohonan. Tyler menikmati berdoa bersama Tuhan dan mengingat momen demi momen yang dia alami sebagai anugerah Tuhan. Dia mengingat dan mensyukuri serta mengapresiasi orang-orang di sekelilingnya yang mengasihi dia. Mugkinkah menunjukkan apresiasi dalam doa? Bagi Tyler, mungkin. Doanya bukanlah doa yang egois, bukan? Kita mungkin selama ini doanya begitu terburu-buru dan bahkan tidak menikmati doa bersama Tuhan. Doa hanya berisi keluhan-keluhan belaka atau kita berdoa karena terpaksa. Doa kita juga mungkin lebih bersifat satu arah dan mengarah kepada memerintah Tuhan. Berbeda dengan Tyler, Tuhan itu adalah Tuhan dan sahabatnya, dia mengkhususkan waktunya untuk berdoa dan berdialog kepada Tuhan.

Film ini juga mengungkapkan bagaimana menguatkan orang lain, menunjukan kepedulian, menghibur dan mengapresiasi sesama lewat ucapan atau kata-kata. Kakek Samantha memberi dorongan kepada Tyler bahwa dia adalah “the warrior of God”. Dia bahkan mengatakan bahwa Tyler adalah orang yang terpilih, dipilih Allah untuk suatu peran yang istimewa dalam hidupnya. Guru Tyler mendorong murid-muridnya yang adalah teman-teman sekelas Tyler untuk peduli dan memperhatikan Tyler. Ada lagi komunitas mereka yang mengadakan acara khusus untuk mensuport Tyler dan keluarganya…So sweet.

Mungkin bagi orang yang berharap mujizat, akan kecewa karena penyakit Tyler tidak sembuh. Atau doa minta kesembuhan ternyata tidak dijawab Tuhan. Tapi Tuhan justru bekerja dalam penderitaan yang dialami Tyler. Melalui imannya dan doanya, Tyler mengubah banyak orang. Salah satunya adalah Brady, Pak Pos yang kecanduan alcohol dan memiliki masa lalu yang kelam. Brady bingung menjalani hidupnya yang penuh ketidakpastian. Akhirnya melalui surat kepada Allah mengubah haluan hidupnya menjadi baru dan pasti dalam Kristus.

Pada akhirnya Letters to God itu adalah hidup Tyler itu sendiri. Dia adalah surat Kristus yang bahkan menarik pengantar surat untuk datang kepada Kristus karena dia melihat hidup Kristus nyata dalam diri Tyler. Kita adalah surat Kristus yang dilihat dan dibaca banyak orang. Sejatinya kita adalah surat Kristus yang memancarkan hidup Kristus dalam hidup kita sehari-hari. Sudahkah orang melihat hidup Kristus dalam diri kita. Sudahkah orang tertarik dan mau mengenal Kristus dengan melihat kehidupan kita?
“Kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup.” (2 Korintus3:3).

Catatan akhir : film sangat direkomendasikan buat segala usia, khususnya bagi mereka yang menghadapi penderitaan, kehilangan anggota keluarga atau dalam menghadapi penyakit. Film ini bukan hanya menguatkan tapi jug amenghibur, ada adegan-adegan yang lucu dan menarik di dalamnya. Ini film keluarga, film rohani dan film yang cocok untuk anda yang sedang menghadapi pergumulan.

Menantikan Tuhan

Menantikan Tuhan


Kaye O’Bara adalah seorang wanita yang luar biasa, dia menunggui anaknya yang koma dari awal Januari 1970. Dengan setia dia menjaga anaknya, mengubah posisi berbaring anaknya setiap dua jam, menyuapi, membacakan cerita, memperdengarkan music dan berdoa bagi anaknya. Dia berharap dan menantikan suatu saat anaknya bisa pulih seperti sedia kala.

Edwarda O'Bara putri dari Kaye O'Bara adalah seorang remaja penderita diabetes ringan. Tanggal 3 Januari 1970 dia bangun dengan kesakitan yang luar biasa akibat obat insulin yang tidak masuk ke dalam aliran darahnya dan dia dibawa masuk ke ruang gawat darurat. Sebelum kehilangan kesadaran, dia berkata kepada ibunya,”Ma, janji ya untuk tidak meninggalkan aku.” Kata Mamanya,”Ya, Sayang. Mama berjanji. Janji adalah janji”. Ternyata itulah kata-kata terakhir dari sang anak, dan Ibu Kaye O’Bara membuktikan ucapannya. Dia menjaga dan menanti selama 39 tahun dengan penuh harap suatu saat anaknya bisa sadar kembali. Dia akhirnya meninggal dunia di usia 80 tahun, tepat di sisi ranjang anaknya. Walaupun penantian panjangnya seolah tidak membuahkan hasil, anaknya tetap tetapi kesetiaannya dalam penantian itu sangatlah luar biasa.

Menanti atau menunggu adalah salah satu kata yang sangat tidak kita inginkan dan kita ingin hindari, bukan. Kita hidup di zaman yang memuja dan mengutamakan speed, kecepatan. Kita mengnginkan segala sesuatu serba cepat, ekspres, instan, kilat atau 'nggak pake lama'. Kalau lama, nada suara kita mulai meninggi dan muka kita mulai berubah…..Kita ingin segala sesuatu berjalan dalam waktu yang kita bisa control atau dalam waktu yang kita inginkan. Saya pernah mau beli susu anak saya di Super market, stoknya di etalase ternyata habis jadi disuruh nunggu. Udah nunggu lama ternyata di gudang juga habis. Setelah itu saya ke kasir, ternyata kertas print di kasir habis dan saat mau diganti, ada kertas yang nyangkut lagi di mesin printernya. Hati saya udah deg-degan dan mulai panas…..Kita punya masalah dengan namanya menanti tak terkecuali yang mengajar karakter.

Bicara soal menanti atau menunggu, ternyata hal yang kita tidak suka itu dipakai Tuhan untuk memproses iman kita. Menunggu adalah cara yang dipakai Tuhan untuk membentuk karakter dan kedewasaan rohani kita. Ingat Abraham yang menanti sedemikan lama untuk memperoleh keturunan, ingat Yakub yang menanti dengan waktu yang sangat lama untuk mendapatkan kekasih sejatinya. Bangsa Israel tidak langsung masuk ke Kanaan karena Allah ingin menguji hati dan iman mereka.

Salah satu tokoh yang dalam hidupnya menunjukkan teladan dalam menanti Allah adalah Daud. Daud berulang-ulang berkata,”Nantikanlah Tuhan”. Mazmur 27:14 "Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!" Apa yang Daud tuliskan itu bukan hanya untuk menginspirasi orang lain. Menantikan Tuhan adalah bagian dari life stye, gaya hidup yang Daud lakukan di masa mudanya. Mau lihat buktinya? Daud rela menunggu dua dekade lamanya untuk menjadi raja Israel padahal dia sudah lama diurapi oleh nabi Samuel. Dua puluh tahun menunggu bukanlah waktu yang singkat! Bahkan setelah Raja Saul mati, Daud tidak otomatis menjadi raja Israel karena ada keturunan Saul yang memerintah yaitu Isybosyet. Daud diangkat dulu menjadi Raja atas Yehuda di usianya yang ketiga puluh. Dia masih menunggu tujuh tahun lagi barulah dia secara resmi menjadi Raja atas Israel.

Selama masa dua puluh tahun itu ada banyak kesempatan yang bisa Daud manfaatkan untuk mengambil alih tampuk kekuasaan baik dari raja Saul maupun dari pengganti Saul yakni Isybosyet. Dia bisa mengklaim bahwa dirinya sudah diurapi oleh Tuhan, Raja Saul sudah ditolak oleh Tuhan dan mengejar-ngejar Daud sehingga alas an membela diri bisa dipakai untuk membunuh Saul. Daud punya skill dan leadership sebagai panglima perang, punya anak buah yang berani mati dan berpengalaman di medan tempur kayak Taliban tapi catat: Daud tidak pernah sekalipun berniat merebut /megkudeta/ menggusur /merampok atau merampas kekuasaan baik dari tangan Saul maupun dari Isybosyet. Bahkan setelah kematian Saul, Daud tidak langsung mengangkat dirinya sebagai raja atau mendeklarasikan dirinya sebagai pengganti Saul. Bukan hanya karena Daud memegang janjinya dengan Yonatan (janji adalah janji….). tapi lebih dikarenakan Daud mau menanti Allah terlebih dahulu.
Setelah Saul meninggal dan selesainya masa berkabung, Daud bertanya kepada Tuhan dengan pertanyaan :”Apakah aku harus pergi ke salah satu kota Yehuda?”. Firman Tuhan kepadanya,”Pergilah.” Tanya Daud lagi: “Ke mana aku harus pergi?” Firman-Nya,”Ke Hebron”.
Pelajaran apa yang bisa kita dapatkan dari Daud?

Pertama, menantikan Tuhan berarti meminta pimpinan Tuhan. Sebelum melangkah ke tahta kerajaan, Daud menunggu Tuhan terlebih dahulu. Daud mungkin punya penasihat atau orang-orang berpengalaman yang bisa dimintai pendapat bahkan dia sendiri bisa berinisiatif untuk melangkah. Tetapi Daud mencari Tuhan dan meminta pimpinan yang jelas dari Tuhan. Dia bertanya sebanya dua kali dan secara spesifik untuk memastikan pimpinan Tuhan. Daud menunjukan bahwa dia tidak mau melangkah tanpa Tuhan dan tanpa penyertaan Tuhan. Seolah-ola Daud berkata sama Tuhan, Tuhan tunjukan tanganmu kea rah yang Engkau kehendaki untuk aku tempuh. Aku tidak mau melangkah di tempat yang Engkau tidak kehendaki. Menantikan Tuhan di sini berarti merelakan hati dan pikirannya untuk mengikuti pimpinan dan langkah dari Tuhan.
Daud, walaupun berkedudukan tinggi dan sebagai kandidat raja, dia tidak mau gegabah untuk bertindak. Dia bahkan sebagai panglima menempatkan dirinya sebagai dombanya Tuhan dan Tuhan sebagai Gembala yang Agung. Sebagai domba, dia menanti panduan dan kompas dari sang Gembala agung. Menanti di sini bukan berarti diam saja atau pasif. Daud mengambil langkah secara aktif datang kepada Tuhan, bertanya dan meminta pimpinan Tuhan sebelum melangkah.

Ada orang yang sering melangkah dulu atau mengambil tindakan dulu baru berdoa. Doanya hanya untuk meminta konfirmasi saja dari Tuhan. Doa seperti ini sebenarnya pemaksaan atas kehendaknya sendiri. Sebelum melangkah, apakah kita sudah belajar untuk menantikan Tuhan dalam kehidupan kita. Apakah kita sudah menggumulinya melalui doa, bertanya kepada Tuhan dan mencari kehendak-Nya. Dengan membaca dan merenungkan Firman Tuhan maka Tuhan akan mengarahkan kita untuk melangkah ke arah yang dikehendaki-Nya. Memang tidak mudah dan seringkali kita menanti sedemikian lama, tetapi pertanyaannya sudahkah kita mencari pimpinan-Nya terlebih dahulu atau mencari pimpinan-Nya ataukah kita mencari pimpinan Tuhan kalau kita sudah kelabakan akibat kita melangkah sendiri?

Kedua, menantikan Tuhan berarti memiliki pengharapan yang kuat di dalam Tuhan. Daud mampu menanti dengan sabar karena dia punya dasar pengharapan yang kuat. Sebelum Daud menjadi raja, dia dikejar-kejar Saul dan pasukannya karena dia ibarat 'the public enemy number 1', 'the most wanted' di Israel. Dalam pelariannya yang berliku-liku dia pasti mengalami pergumulan yang berat. Dari sorang pahlawan kina menjadi target yang dikejar untuk dibunuh. Dalam pelarian dan ketidakpastian yang dia hadapi, Daud senantiasa berharap kepada Tuhan.

Alasan Daud untuk berharap kepada Tuhan karena Daud mengenal Allahnya dengan baik. Dia percaya Allah sebagai Gembala, Kekuatan dan Perlindungannya. Pengharapan Daud kepada Tuhan karena Daud melihat bahwa Tuhan pasti tidak tinggal diam, Tuhan pasti bertindak. Kita bisa berharap pada seseorang karena kita mempercayainya dan mengenalnya dengan baik. Sama seperti itulah pengharapan yang Daud miliki terhadap Allah.

Penantian pengharapan Daud tidak sia-sia. Ketiba tiba waktunya Tuhan, Tuhan mengangkat daud menjadi raja atas Israel. Daud tidak mengangkat dirinya sendiri sebagai raja tapi diangkat oleh Tuhan. Daud tidak meminta dirinya menjadi raja tetapi Tuhan meminta dia<”Engkaulah yang harus bmenggembalakan umat-Ku Israel dan engkaulah yang menjadi raja atas mereka.” (2 Samuel 5:2). Wow, keren khan? Kualitas menanti sebenarnya bisa dikatakan sebagai kualitas seorang raja, kualitas yang ekselen. Kualitas ini, adakah ada dalam diri kita?
Allah menanti dan mencari oang-orang yang setia menanti di hadapan-Nya. Apakah kita termasuk di dalamnya? Mulailah dengan belajar mencari pimpinan Tuhan dalam setiap aspek hidup kita dan belajarlah terus berharap pada Allah. Kiranya Tuhan mengutakan kita untuk terus belajar menantikan dia dalam hidup kita.

Soli Deo Gloria
Copyright © Spesial Unik. All rights reserved. Template by CB. Theme Framework: Responsive Design