Facing The Giants

Facing The Giants



Film FACING THE GIANTS bercerita tentang pengalaman seorang pelatih football di sebuah sekolah menengah Kristen bernama Grant Taylor (Alex Kendrick, penulis dan juga sutradara film ini). Dia tengah berjuang agar tim footballnya tetap bertahan. Timnya tidak pernah memenangi kejuaraan selama 6 tahun karir kepelatihannya, pemainnya juga sudah kehilangan semangat. Sementara dia tengah menghadapi masalah yang cukup pelik dalam keluarganya. Mereka masih belum memiliki anak. Istrinya Brooke (Shannen Fields) yang sangat menginginkan anak ternyata tidak kunjung hamil setelah empat tahun pernikahan mereka. Kegagalan semakin bertambah karena uang mereka habis serta belum memiliki rumah yang layak. Puncaknya, ada pembicaraan orang tua siswa yang menginginkan Taylor dipecat!

Allah tidak pernah menyerah dengan kita. Manusia bisa menyerah dan menganggap kita gagal. Orang-orang di sekeliling kita bisa saja meninggalkan kita bahkan mengkhianati kita. Seringkali dalam hidup kita, ada saja orang yang bertindak seperti orang tua dan sponsor yang mengeritik dan mengkhianati, maka perjuangan seolah-olah tidak akan pernah berakhir.
Mungkin kita mengalami, orang-orang yang seharusnya mendukung, malah berbalik dan meninggalkan kita. Ingatlah ini: Tuhan telah berjanji untuk tidak pernah meninggalkan Anda (Ibrani 13:5)! Dia mengasihi Anda. Dia mengasihi Anda dan telah memberikan segalanya untuk Anda, bahkan hidup-Nya! Jika semua orang di dunia seolah-olah meninggalkan Anda, Allah tetap mengasihi Anda dan akan Dia selalu ada dan hadir untuk ANda. Ingatlah, Dia tidak akan pernah meninggalkan apalagi mengkhianati Anda. Dia selalu mengasihimu.

Ketika segala sesuatu tampaknya gagal, Taylor mempertanyakan kemampuannya dan menjerit"Apa yang Allah lakukan." Dengan semua kegagalan yang dia alami, dia mengakui dan berseru pada TUhan. Mereka menundukkan kepala dan menangis bersama, benar-benar dikalahkan oleh kenyataan dan tanpa harapan. Namun, ada harapan dalam Kristus.

Taylor membaca Mazmur 18:1-3, dan mulai melihat begitu banyak perbedaannya. Dia mulai menyerahkan semua hal kepada Tuhan dan percaya bahwa Tuhan melindungi dan melepaskan dia dari lubang kegagalan yang mengancam dan hendak menelan kehidupan. Baik Taylor dan istrinya terus mempercayai Tuhan. Mereka berdoa, merenungkan Firman-Nya, dan berkomitmen untuk percaya pada Tuhan dalam keadaan apapun. Mereka mengimani bahwa bagi Allah tidak ada yang tidak mungkin.

Menonton bagaimana Tuhan bekerja dalam kehidupan masing-masing karakter di film ini sangatlah luar biasa, mengingatkan kita semua bahwa ALLAH melalui hal-hal besar dan segala apapun dapat terjadi, jika kita percaya pada-Nya!

Film ini benar-benar film tidak hanya bernuansa spiritual tetapi juga film keluarga. Tidak ada unsur kekerasan sama sekali, selain biasa bermain sepak bola. Saya melihat ada kepedulian yang dalam di adegan film ini. Salah satu pemain yang terluka dalam permainan dan membantu di lapangan. Tidak ada kata kotor atau adegan vulgar. Film ini patut ditonton bahkan untuk segala usia.

Film ini menarik untuk dijadikan studi kasus dan menantang kita bagaimana menghadapi berbagai situasi hidup secara Bilical. Untuk studi dan diskusi film ini tersedia di situs Web-http://facingthegiants.com

Shawshank Redemption

Shawshank Redemption



Tema dari film ini adalah pengharapan, serta pembebasan. Tokoh dalam film ini Andy Dufresne sebenarnya seorang yang tidak bersalah, tetapi secara keliru dituduh dan divonis membunuh istrinya. Ia dijebloskan ke dalam penjara Shawshank, yang terkenal kesadisannya, untuk menjalani hukuman dua kali penjara seumur hidup. Malam pertama di penjara, salah seorang napi yang masuk bersama-sama Andy pada hari itu mati dihajar oleh kepala penjaga penjara.

Film ini juga mengisahkan persahabatan Andy dengan temannya. Andy bersahabat denganEllis “Red” Redding dan kawan-kawannya. Suatu persahabatan dimulai setelah Red menyelundupkan sebuah palu batu untuk Andy, demi hobinya mengkoleksi batu. Sipir penjara Samuel Norton tidak lama kemudian pun memanfaatkan keahlian Andy. Norton mengusahakan suatu program untuk mempekerjakan para napi di proyek-proyek konstruksi. Andy dipekerjakan secara korup untuk menyembunyikan dana yang dikeruk Norton bagi dirinya sendiri, dan Andy melakukan ini dengan jalan menciptakan identitas palsu.

Seorang napi muda bernama Tommy masuk Shawshank pada tahun 1965. Suatu hari ia bercerita tentang seseorang yang ternyata adalah pembunuh istri dan pria simpanan istri Andy. Mendengar kesaksian ini, Andy meminta Norton supaya kasusnya ditinjau ulang. Akan tetapi, khawatir akan hilangnya dana korupsi yang diurus Andy, Norton memerintahkan supaya Tommy dibunuh dan Andy dikucilkan dalam sel khusus. Dua bulan kemudian, Andy kembali ke penjara utama seperti seorang yang kehilangan harapan. Ia memberikan petunjuk abstrak kepada Red, dan teman-temannya begitu khawatir kalau-kalau ia akan bunuh diri. Keesokan harinya, Andy menghilang dari selnya. Ia ternyata lolos dari penjara melalui terowongan yang selama hampir 20 tahun ia gali menerobos tembok selnya dengan palu batu yang diberikan Red.

Film ini, jelas sekali menggambarkan alegori penebusan Kristus terhadap manusia berdosa. Andy merupakan figur Kristus, sedangkan Red dan semua napi lain di Shawshank melambangkan manusia berdosa. Sebagai alegori, film ini menyediakan perspektif baru dalam melihat problema manusia berdosa dan anugerah penebusan yang dialaminya.

Penjara Shawshank mengiaskan kehidupan manusia dalam dosa. Dalam narasinya, Red berkata mengenai Shawshank, “... when they put you in that cell... and those bars slam home... that’s when you know it’s for real. A whole life blown away in the blink of an eye. Nothing left but all the time in the world to think about it.” Manusia berdosa yang tinggal dalam dunia yang sudah jatuh adalah seperti para tahanan di Shawshank yang menjalani hukuman seumur hidup. Sekali manusia jatuh ke dalam dosa, tidak ada kemungkinan pada dirinya sendiri untuk bebas. Bagi manusia berdosa tanpa anugerah keselamatan, apa yang tinggal hanyalah sepanjang kekekalan untuk menyesali kejatuhannya. Seperti dikatakan Red, “There’s not a day goes by I don’t feel regret. … I look back on the way I was then: a young, stupid kid who committed that terrible crime. I want to talk to him. I want to try and talk some sense to him, tell him the way things are. But I can’t. That kid’s long gone and this old man is all that’s left.”

Film ini juga menggambarkan dilema kehidupan manusia dalam dosa. “These walls are funny. First you hate ‘em, then you get used to ‘em. Enough time passes, you get so you depend on them. That’s institutionalized,” demikian Red berteori. Mereka yang sudah lama hidup dalam penjara akhirnya terbiasa dengan kehidupan penjara, sehingga tidak dapat hidup selain di penjara.

Peristiwa seputar lolosnya Andy dari Shawshank sangat menyerupai kematian, kebangkitan, dan kenaikan Kristus. Selama Andy ada di Shawshank, tidak henti-hentinya ia ditindas. Pertama oleh “the Sisters,” dan pada akhirnya oleh pengawas penjara Shawshank sendiri. Pengawas penjara Shawshank, Norton, tidak lain adalah Farisi pada zaman Tuhan Yesus. Siksaan yang terberat yang harus ditanggung Andy justru datang dari Norton; ia mengurung Andy selama dua bulan dalam sel khusus tanpa alasan yang valid. Menghilangnya Andy dari selnya mirip dengan tidak ditemuinya Tuhan Yesus di kubur-Nya. Pesan yang ditinggalkan Andy kepada Red serupa janji Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya sebelum Ia ditangkap dan disalibkan.

HIDUP kita 'Nasib' atau 'Takdir'

HIDUP kita 'Nasib' atau 'Takdir'

Sangat menarik untuk melihat beberapa dari kita begitu yakin dengan 'nasib' buruk kita, atau 'takdir' kita untuk tidak sukses atau tidak berhasil di bidang kita. Apalagi seolah kalau kita melakukan sesuatu untuk lebih berhasil atau lebih sukses dari kondisi kita sekarang, berarti kita 'melawan' takdir atau nasib tadi. Lebih menarik lagi, beberapa kita merasa tidak menginginkan hal-hal lebih baik untuk kita, karena menurut kita 'takdir' kita adalah apa yang sedang kita hidupi dan nikmati sekarang. Bahkan, walau sejarah sudah membuktikan berkali-kali betapa orang-orang tertentu melewati batas normal dan menghasilkan yang luar biasa sekalipun, kita hanya sampai batas kagum, dan bergumam, "Itu memang sudah 'takdir' mereka!"
Yang jadi pertanyaan khas NLP adalah: darimana kita tahu bahwa itu 'takdir' kita? Bagaimana kita sampai pada kesimpulan bahwa itu adalah 'nasib' kita? Bagaimana pula kita yakin mengenai takdir orang lain?

Oke, mari kita lihat beberapa kemungkinan.
Satu, kita sudah berusaha berkali-kali, tapi tidak melihat dan merasakan perubahan. Generalisasi mudah: sudah takdir saya untuk 'tetap' begini.
Dua, kita sudah menjalankan beberapa inisiatif, tapi tidak melihat dan merasakan perubahan. Generalisasi mudah: saya sudah coba 'semua' cara tapi keadaan tidak berubah, saya sudah ditakdirkan begini.
Tiga, kita sudah melihat beberapa orang dalam jangkauan peta realita kita yang mirip status atau latar belakang dengan kita, yang tidak berhasil atau ber-'nasib' buruk. Generalisasi sederhana: mereka juga tidak berhasil, saya tidak lebih baik dari mereka!
Empat, kita melihat atau mendengarkan betapa di luar sana persaingan dan kompetisi di konteks yang kita geluti semakin sempit dan terlalu banyak orang yang bermain di lapangan yang sama. Generalisasi mudah: saya tidak lebih baik dari mereka yang bersaing, mana mungkin ada kesempatan untuk saya?


Lima, ...........Anda bisa mengisi sendiri dengan asumsi Anda mengenai kemungkinan lain.
Nah, yang menarik, dari hal-hal di atas, walaupun menyangkut asumsi 'nasib' atau 'takdir', ternyata bentuknya adalah GENERALISASI dari apa yang dilihat, didengar, dialami. Tentu saja, tidak ada satupun kita yang benar-benar mendapatkan 'bisikan' dari Tuhan bahwa 'nasib' atau 'takdir' kita sudah demikian? Tentu saja tidak satupun dari kita 'berbincang-bincang' dengan Tuhan lalu mendapatkan penjelasan langsung dari Tuhan tentang apa yang menjadi 'nasib' kita, bukan? Kita hanya menyimpulkan saja! Kita hanya membuat kesimpulan berdasarkan jangkauan penginderaan kita saja, bahwa itu 'nasib' atau 'takdir' kita.
Lalu, kalau begitu, darimana kita tahu 'nasib' kita sebenarnya? Bagaimana kita tahu 'takdir' kita? Kalau memang kita percaya bahwa setiap kita hidup dalam garis yang sudah ditetapkan oleh Tuhan, apakah ada cara untuk mengetahuinya?
Apakah dari peramal nasib? Apakah dari guratan tangan? Apakah dari tanggal lahir? Apakah dari zodiac? Shio? Atau dari setiap langkah kita? Atau dari setiap kejadian yang kita alami?
Atau, apakah kita boleh berasumsi hanya dari pengalaman dan perasaan kita saja? Dan sementara kita mau berasumsi, apakah kita diam, menunggu perkembangan 'nasib', atau kita boleh tetap melakukan sesuatu untuk mencari 'nasib' kita yang sebenarnya? Sampai di mana kita berhenti dan MEMUTUSKAN bahwa itu 'nasib' kita? Bagaimana kita tahu?
Saya pernah tuliskan ini mengenai 'batasan' kita; bahwa BETUL SEKALI manusia punya keterbatasan. BETUL SEKALI manusia punya batasan. Dan dalam terminologi lain, batasan ini bisa serupa dengan asumsi 'nasib' atau 'takdir'. Dan memang, sangat mungkin manusia punya batasan masing-masing atau 'nasib' atau 'takdir' masing-masing. Tapi tidak satupun dari kita yang tahu batasan tersebut. Kita tidak tahu secara pasti batasan kita atau 'nasib' atau 'takdir' kita masing-masing. Kita hanya berasumsi, kita hanya berpersepsi mengenai batasan tersebut, sebatas penginderaan kita saja. Sebatas penglihatan, pendengaran, pengalaman kita saja. Dan, kalau memang kita tidak tahu secara pasti batasan ini, bukankah menarik mencari tahu dengan terus mendaki, naik, berkembang, bertambah baik, pintar, mampu, dan seterusnya? Dan kadang malah mengejutkan diri kita sendiri dengan apa yang bisa kita capai?
Beberapa kita akhirnya berhenti melakukan apapun dan membuat kesimpulan atau asumsi final tentang 'nasib' kita, sementara beberapa tidak pernah berhenti 'mencari' dan terus melakukan apapun. Persamaannya: sama-sama tahu bahwa ada 'batasan' atau ada 'takdir' untuk setiap manusia. Perbedaannya: satu berhenti mencari, satu terus mencari. Ada persamaan satu lagi: di titik KEPUTUSAN tersebut, keduanya sama-sama MEMUTUSKAN mengenai 'batasan'-nya. Yang berhenti MEMUTUSKAN bahwa itulah batasan atau 'nasib' atau 'takdir'-nya, sedangkan yang terus mendaki MEMUTUSKAN bukan itu batasannya atau 'nasib'-nya tidak berhenti di situ.
Anda yang mana? Sampai batas mana Anda bersedia terus berjalan? Sampai batas mana Anda bersedia memberikan segalanya?

Have a positive day!

(Hingdranata Nikolay)

Mendongkel Yesus dari salib-Nya!

Kekristenan mengimani dan meyakini secara historis bahwa Yesus adalah Allah yang menjadi manusia, mati di salib dan bangkit pada hari yang ketiga. Tetapi ada saja pandangan-pandangan baik dari dalam maupun luar Kekristenan yang meragukan hal ini. Dalam hal kematian Yesus sendiri, ada yang menganggap bahwa bukan Yesus yang disalib tetapi Simon orang Kirene. Ada pula yang mengatakan Barabas atau Yudas Iskariot dan ada yang menawarkan alternatif lain yaitu saudara Yesus sendiri karena katanya mirip baik muka maupun jenggotnya sehingga prajurit Romawi salah sangka lalu menyalibkannya. Pandangan lain mengatakan bahwa memang Yesus disalib tetapi Dia tidak sampai mengalami kematian karena langsung diangkat oleh Allah. Ada lagi yang namanya teori pingsan atau "Swoon theory", teori ini menyatakan bahwa Yesus hanya pingsan di salib. Pandangan ini telah muncul pada abad II oleh Celsus, filsuf Romawi. Pandangan ini terus berkembang sampai saat ini. Seorang theolog seperti Karl Friedrich Bahrdt, sekitar abad 17 mendukung pandangan ini! Beberapa buku yang mendukung teori ini antara lain, Hugh J. Schonfield (1965, The Passover Plot), Holger Kersten (1994, Jesus lived in India). Pandangan-pandangan inilah yang saya simpulkan dengan istilah “mendongkel Yesus dari salib-Nya”.
Benarkah bukan Yesus di salib? Apakah Dia hanya pingsan saja? Alkitab mencatat fakta bahwa Yesus mengalami kematian dengan disaksikan bukan hanya oleh pengikut-Nya tetapi oleh tentara Romawi beserta Imam Kepala dan orang Farisi. Dokumen di luar Alkitab juga uniknya memberikan kesaksian seputar kematian Yesus. Tokoh sejarawan dunia termasuk Cornelius Tacitus seorang sejarawan Roma menyatakan bahwa Yesus mati di salib pada masa pemerintahan Pontius Pilatus. Josephus , sejarawan Yahudi mengakui kematian Yesus dalam bukunya yang tersohor, Antiquities. Talmud Yahudi juga memuatnya. Kesaksian Bapa-Bapa Gereja mulai dari Tertullian sampai Justinus Martyr juga menuliskan tentang kematian Yesus.
Melalui tulisan ini, saya akan memaparkan kembali kesengsaraan Tuhan Yesus yang dikenal sebagai The Passion of the Christ. Deskripsi tentang kesengsaraan Tuhan ini untuk menunjukkan bahwa Tuhan Yesus benar-benar disalibkan dan mati di salib, dan akumulasi kesengsaraan yang Dia derita dalam pengadilan, pencambukan serta penyaliban sesungguhnya telah menyebabkan kematian-Nya secara mendadak. Penelitian secara historis, arkeologis dan medis mendukung fakta tentang hal ini.


Awal Penderitaan
Penderitaan Yesus sesungguhnya telah dimulai di taman Getsemani. Lukas mencatat fenomena yang dialami Tuhan Yesus,"peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah." Fenomena ini dikenal dengan nama"hematidrosis". Fenomena ini terjadi di tengah tekanan batin yang sangat tinggi. Secara medis dijelaskan bahwa pembuluh darah yang kecil di bawah kulit menjadi rapuh dan kemudian pecah lalu mengeluarkan darah. Karena tidak ada jalan keluar maka keluarnya melalui pori-pori keringat.
Dalam kesendirian-Nya Dia bergumul dan berdoa. Kegentaran dan ketakutan Yesus jelas bukan hanya penderitaan fisik tapi penderitaan secara rohani karena Dia akan menanggung segala dosa dan kutuk manusia dan Allah Bapa akan berpaling dari Anak-Nya karena Allah terlalu suci untuk memandang dosa dan kejahatan manusia.


Pengadilan
Dalam kurun waktu kurang dari 12 jam Yesus harus menghadapi kurang lebih tujuh macam pengadilan secara maraton tanpa istirahat tanpa makan dan minum. Belum pernah ada dalam sejarah seorang seperti Yesus yang diadili secara non stop seperti itu. Saya mencatat ada 7 macam pengadilan yang dihadapi Yesus. Pertama di hadapan Hanas, seorang Imam Besar senior; kedua, di hadapan Kayafas, Imam Besar yang memimpin Mahkamah Sanhedrin; ketiga, di hadapan Pontius Pilatus; keempat, di hadapan Raja Herodes; kelima, di hadapan Pilatus kembali; keenam, di hadapan massa; serta ketujuh, di hadapan serdadu Roma
Pengadilan yang dihadapi Tuhan Yesus itu sebenarnya licik karena memakai saksi dusta dan cacat secara hukum. Orang Yahudi tidak boleh mengadakan sidang apalagi Majelis Sanhedrin menjelang Sabat dan Paskah Yahudi. Nyatanya mereka melanggar aturan yang mereka buat sendiri!
Pengadilan yang dihadapi Tuhan Yesus adalah pengadilan yang penuh kelicikan, intrik, kekerasan dan provokativ. Yesus sebagai Anak Allah yang suci dan benar diadili lewat pengadilan manusia yang korup. Kalau kita pernah mengalami ketidakadilan lihatlah Yesus pernah melewati semuanya ini. Dia tahu betul apa artinya ketidakadilan. Ada ungkapan 'vox populu vox dei,' suara rakyat adalah suara Tuhan. Tapi hal ini tidak berlaku ketika massa mengadili Yesus. Suara mereka justru menghendaki kematian Yesus. Dengan kebencian yang memuncak mereka berteriak: Salibkan Dia! Salibkan Dia!

Pencambukan
Dalam pencambukan yang dialami Yesus, tipe pencambukan yang dialami-Nya adalah pencambukan jenis verberatio. Pencambukan ini adalah pencambukan yang paling brutal dan kejam. Pencambukan ini sendiri bahkan diasosiasikan dengan hukuman mati. Menurut para saksi mata, pencambukan ini menyebabkan kulit dan daging terbuka sehingga tulangpun kelihatan. Bahkan ada yang meninggal dengan cara dicambuk seperti ini. Dalam pencambukan dengan tipe verberatio ini, cambuk yang dipakai sebenarnya pendek, talinya terbuat dari kulit dan di sepanjang tali diikatkan besi runcing, tulang yang tajam dan bola besi. Bahkan talinya sendiri ada semacam gerigi-gerigi yang tajam.
Prosedurnya, Yesus bajunya dilucuti dan Dia berpegangan atau dirantai di sebuah tiang kayu. Para algojo terdiri dari dua orang berdiri di sisi kanan dan kiri Yesus melakukan pencambukan. Jadi ada dua cambuk dengan tipe yang sama yang dipakai untuk mencambuk Yesus. Pencambukan dilakukan sekuat-kuatnya dan sekencang-kencangnya. Apalagi pencambukan Romawi tidak mengenal batas jumlah pukulan seperti Yahudi.
Akibat dari pencambukan bukan hanya lebam atau bonyok tetapi tetapi menyebabkan kulit dan daging tercabik-cabik . Ungkapan kata "bilur" dalam I Petrus 2:24 artinya luka yang robek atau tercabik-cabik dan menimbulkan pendarahan. Efek dari pencambukan adalah penderitaan dan kehilangan darah yang cukup banyak (hipovolemia). Setelah dicambuk, Yesus dikenakan mahkota duri. Mahkota duri yang dikenakan pada Yesuis bukan cuma dikenakan di tepi atau di pinggir kepala-Nya tetapi menutupi seluruh kepala-Nya semacam topi. Para serdadu memukul mahkota yang di kepala Yesus, menyebabkan duri-duri semakin tertancap di kepala-Nya.


Penyaliban
Hukuman Penyaliban dipakai oleh tentara Romawi untuk menghasilkan kematian secara perlahan-lahan dengan intensitas kesakitan yang maksimal. Orang Romawi sendiri memandang penyaliban adalah hukuman yang paling kejam dan mengerikan. Makanya orang Romawi dilindungi dari hukuman penyaliban. Sedangkan menurut orang Yahudi, penyaliban adalah kutukan. Penyaliban adalah kematian yang terkutuk, kata Josephus, sejarawan besar Yahudi.
Penyaliban terhadap Yesus diawali dengan pemanggulan balok salib yang horizontal. Balok kayu itu cukup berat dan kedua tangan diikatkan dengan terentang di sepanjang balok salib itu. Dengan kondisi tubuh yang lemah, Yesus tidak akan kuat memanggulnya. Pada waktu terjatuh di jalan yang berbatu-batu wajah Yesus akan berbenturan dengan batu-batu di sepanjang jalan karena tangan-Nya terikat.
Sesampainya di Golgotha, Yesus dibaringkan dan kedua tangan-Nya direntangkan. Paku yang dipakai kira-kira 7-11 inci. Pemakuan dilakukan di telapak tangan. Sebelumnya ada pandangan yang menyatakan bahwa pemakuan dilakukan di pergelangan karena telapak tidak kuat. Tetapi studi terbaru menunjukkan bahwa pemakuan dilakukan di telapak karena tangannya diikat dengan tali. Pemakuan itu menimbulkan kesakitan karena pergeseran paku dengan tangan akan menimbulkan pergesekan dan menghancurkan syaraf-syaraf yang teramat peka dan hal itu akan menimbulkan kesakitan yang luar biasa. Pemakuan di kedua telapak kaki juga demikian. Kemungkinan paku yang dipergunakan juga lebih panjang dan lebih besar karena kedua telapak kaki harus ditumpuk menjadi satu sebelum dilakukan pemakuan.

Pada waktu tiang salib ditegakkan, akibat gravitasi bumi maka tubuh Tuhan Yesus akan merosot ke bawah sedangkan kedua tangan-Nya terentang kuat. Hal ini semakin menambah penderitaan Yesus karena pada waktu pernafasan, pengambulan nafas harus dilakukan dengan cara mengangkat tubuh ke atas. Pergerakan naik turun untuk mengambil nafas ini menimbulkan kesakitan yang amat luar biasa karena bagian belakang tubuh Yesus yang terluka kembali berdarah. Justru di tengah pengambilan nafas yang susah payah inilah Yesus mengucapkan perkataan salib. Akumulasi dari penyiksaan yang dialami Yesus akhirnya memmpercepat kematian-Nya. Kira-kra pada jam 3 sore Yesus berseru dengan suara nyaring,"Sudah selesai." lalu Ia menyerahkan nyawa-Nya,"Ya Bapa ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku." Untuk memastikan kematian Yesus, prajurit yang terlatih lalu menikam lambung Yesus di bagian kanan mengarah miring ke kiri atas. Penikaman itu akan mengenai organ utama yaitu sebagian paru-paru dan puncaknya menghujam ke jantung. Hal itu adalah bagian dari prosedur penyaliban untuk memastikan kematian Yesus.
Dengan adanya bukti-bukti baik dari segi historis dan arkeologis maka tidak bisa disangkal lagi bahwa Yesus benar-benar mengalami kematian di atas salib. Kematian Yesus tidak hanya merupakan fakta historis tetapi memiliki signifikansi yang amat dalam. Kematian Yesus adalah untuk menebus manusia dari dosa. Salib yang tadinya merupakan alat penghukuman dan kutukan telah menjadi tanda keselamatan dari Allah. Dengan kematian-Nya manusia memperoleh keselamatan secara cuma-cuma karena Kristus telah menanggung segala dosa dan penghukuman kekal yang seharusnya menjadi jatah kita. Salib juga membuat hidup kita berarti dan berharga karena kita telah dibeli dengan harga yang sangat mahal yaitu darah Kristus lewat pengorbanan-Nya. Terpujilah Kristus untuk pengorbanan-Nya yang telah menyelamatkan kita semua. Amin

* Renungan ini diikutsertakan di Writing Competition CIBFest 2009 *

Fireproof


Di tempat kerja, di dalam bangunan yang terbakar, Capt. Caleb Holt (Kirk Cameron) memiliki moto pemadam kebakaran : Jangan pernah tinggalkan rekan Anda di belakang. Capt. Caleb Holt mengetahui cara menghadapi bahaya terutama kebakaran. Setiap hari, ia bersama dengan timnya dengan cepat menanggapi panggilan darurat bilamana ada yang membutuhkan pertolongan. Pada saat yang sama, ia tidak menyadari bahaya yang mengancam dalam perkawinannya. Di rumah, pernikahannya sendiri bagaikan bara api. Putus asa dalam upaya untuk mendapatkan kembali istrinya Catherine (Erin BETHEA), Caleb pergi kepada ayahnya untuk meminta nasihat guna memperbaiki pernikahannya, Caleb perlahan belajar untuk mengasihi, mengampuni dan menerima istrinya.

Sejauh ini, inilah film keluarga terbaik Amerika yang menunjukkan apa yang Tuhan inginkan dalam pernikahan. Baik yang single maupun yang sudah menikah dapat menyaksikan rekonsiliasi dari dua orang yang hatinya sama-sama sudah hancur dan melihat bagaimana Allah dapat memulihkan suatu relasi yang sudah rusak.

Pada awalnya, Caleb sudah menyerah apalagi istrinya ngotot minta cerai. Keduanya sama sama menderita dalam pernikahan mereka sudah berlangsung selama tujuh tahun. Caleb merasa istrinya tidak menghargainya sedangkan istrinya merasa telah berkorban untuk keluarganya tetapi suaminya tidak peduli. Kisahnya sebenarnya simpel tetapi ini bukankah juga merupakan masalah yang banyak dialami pasangan-pasangan pada saat ini? Caleb mencoba untuk merebut kembali hati istrinya. Melalui nasihat ayahnya yang bijak, ayahnya menantang Caleb untuk mengikuti eksperimen 40 hari yang disebut "The Love Dare." Tiap hari selama empat puluh hari Caleb harus melakukan sesuatu untuk istrinya justru dalam proses perceraian mereka.

Caleb sempat frustrasi karena usahanya dalam menunjukkan kasih terhadap istrinya sama sekali tidak mendapatkan respons. Ia akhirnya bertanya kepada ayahnya, "Bagaimana aku bisa mencinta seseorang yang terus saja menolak aku ?" Ketika ayahnya menjelaskan bahwa ini adalah cinta yang Tuhan tunjukkan kepada kita, Caleb membuat komitmen perubahan yang mengubahkan hidupnya untuk mencintai Tuhan. Dan dengan pertolongan Tuhan, ia mulai mengerti apakah artinya untuk mencintai istrinya dengan cinta yang sejati.

Cinta bukanlah mengharapkan apa yang terbaik dari pasangan anda, tetapi cinta adalah mencari apa yang terbaik untuk untuk pasangan Anda. Agar bisa mengasihi pasangan Anda, Anda harus terlebih dahulu mengerti bagaimana untuk mencintai seseorang dengan kasih Agape, unconditional atau kasih yang tak bersyarat yang bersumber dari Allah.

Dalam masa 40 hari "The Love Dare", Caleb juga berkonfrontasi dengan kecanduan prornografinya. Seperti kata ayahnya, bahwa ada pengganggu dalam pernikah yang harus disingkirkan. Kenyataannya itulah juga yang menjadi perusak hubungan Caleb dan Catherine. Caleb akhirnya menyingkarkan PC dari rumahnya untuk menunjukkan bahwa dia mau melepaskan diri dari godaan dan kecanduan tersebut.

Ini adalah film yang patut ditonton. O ya pembuat film ini juga yang membuat film Facing the Giants. Akting Kirk Cameron dalam film ini sangat bagus. Sinematografi film ini juga bagus. Menurut Movie Trivia, Kirk Cameron tidak menerima honor dalam film ini.

Saya benar-benar tersentuh dengan film ini. Kayaknya kalau ada teman yang mau married, film ini bisa buat kado pernikahan, he he. Serius... Tapi ya kadonya tentunya jangan film doang. Mau lihat trailernya? lihat di tab video di sidebar kanan blog ini :)


FIREPROOF
"Never leave your partner behind"
Pemain : Kirk Cameron, Erin Bethea, Alex Kendrick, Bailey Cave, Jason McLeod, Tommy McBride, Jim McBride, Janet Lee Dapper, Ray Wood, etc
Sutradara : Alex Kendrick
Produser : Michael Catt, Jim McBride, David Nixon / Sherwood Pictures and Provident Films
Audiens : Remaja, Dewasa
Genre : Action, Drama

WHEN I AM WEAK, THEN I AM STRONG

WHEN I AM WEAK, THEN I AM STRONG


2 Korintus 12 : 9-10

Saya baru-baru saja merasakan dahsyatnya kuasa Tuhan dalam hidup saya. Pada tanggal 15 Febuari 2009, tidak pernah saya duga, saya akan mengalami kecelakaan yang membuat saya semakin bersyukur atas hidup saya. Bibir saya robek karena saya pingsan. Saya segera dilarikan ke rumah sakit. Luka yang saya alami cukup parah sampai dokter jagapun tidak berani mengambil tindakan. Setelah kejadian itu, saya tidak masuk sekolah selama 1 minggu. Sepanjang hari saya menangis di kamar, apalagi ketika sedang bercermin. Saya terus bergumul, “Tuhan, apa yang ingin Kau nyatakan dalam hidupku?” Setelah lama menanyakan hal yang sama kepada Tuhan, akhirnya saya menemukan jawabannya. Tuhan ingin menyatakan kepada dunia dan diri saya sendiri, sekalipun saya memiliki kekurangan, tetapi saya dapat tetap bersukacita dan kuat karena saya memiliki Yesus yang menyatakan kuasaNya atas saya. Saya bersyukur banyak orang yang dikuatkan imannya setelah melihat bahwa saya masih dapat bersukacita karena saya memiliki Tuhan seperti Tuhan Yesus. Lewat peristiwa yang saya alami, kuasa Tuhan menjadi nyata dan namaNya semakin dipermuliakan.
Maka dari itu, jangan menyerah jika kita memiliki kelemahan karena justru dalam kelemahan itulah Tuhan dapat berkarya lebih lagi dalam hidup kita. Percayalah bahwa jika kita lemah, maka kita kuat. “disaatku tak berdaya, kuasaMu yang sempurna. Ketika kupercaya mujizat itu nyata. Bukan kar’na kekuatan, namun RohMu ya, Tuhan. Ketika ku berdoa mujizat itu nyata”

Frisca Christabella 9a/6

Cukupkah Berpikir Positif?

“Jangan hanya menenggelamkan diri pada kesibukan demi kesibukan tetapi bertanyalah tujuan dari kesibukan yang Anda jalani.”

Antara Jalan & Tujuan
Abraham Maslow pernah mengeluarkan nasehat bahwa salah satu yang penting untuk diingat bagi siapa pun yang ingin mengaktualisasikan potensinya adalah membedakan antara jalan dan tujuan dalam praktek hidup. Dalam teori, pasti semua orang sudah tahu apa itu perbedaan antara jalan dan tujuan, tetapi dalam praktek, jawabnya belum tentu.
Andaikan semua orang sudah mengerti perbedaan antara jalan dan tujuan dalam praktek, tentulah ilmu manajemen tidak sampai berpetuah: “Jangan menjadikan aktivitas sebagai tujuan”. Aktivitas adalah jalan, cara atau sarana sedangkan tujuan adalah sasaran yang hendak kita wujudkan dengan cara yang kita terapkan. Aktivitas bukanlah tujuan dan tujuan bukanlah aktivitas, dan karena itu perlu dibedakan.
Andaikan semua orang sudah mengerti perbedaan antara cara dan tujuan dalam praktek, tentulah Thomas Alva Edison tidak sampai berpetuah: “Jangan hanya menenggelamkan diri pada kesibukan demi kesibukan tetapi bertanyalah tujuan dari kesibukan yang Anda jalani.” Kesibukan kerapkali melupakan kita akan tujuan dari kesibukan itu dan karena itulah maka perlu diingatkan.
Dalam kaitan dengan pembahasan kali ini, mungkin sekali-sekali kita perlu bertanya kepada diri sendiri, apakah berpikir positif itu jalan atau tujuan? Menggunakannya sebagai jalan berarti setelah kita berpikir positif masih ada proses positif yang perlu kita jalani sedangkan menggunakannya sebagai tujuan berarti kita cukup hanya sampai pada tahap menciptakan pikiran positif atas kenyataan buruk di tempat kerja, di sekolah, di kampus dan di mana-mana.
Memilih sebagai jalan atau tujuan, sebenarnya adalah hak kita. Tidak ada orang yang akan melaporkan kita ke polisi dengan memilih salah satunya. Tetapi kalau kita berbicara manfaat yang sedikit dan manfaat yang banyak maka barangkali sudah menjadi keharusan-pribadi untuk selalu mengingat bahwa berpikir positif itu adalah jalan yang kita bangun untuk mencapai tujuan yang kita inginkan. Logisnya bisa dijelaskan bahwa jika jalan yang kita pilih itu positif, maka perjalanan kita menuju terminal tujuan juga positif atau terhindar dari hambatan-hambatan negatif akibat dari kekeliruan kita dalam memilih jalan. Begitu ‘kan?
Hal ini agak berbeda sedikit dengan ketika kita memilihnya sebagai tujuan. Dibilang baik memang sudah baik dan dibilang untung memang sudah untung. Untung yang paling riil adalah mendapatkan suasana batin yang positif atau terhindar dari hal-hal buruk yang diakibatkan oleh pikiran negatif. Dale Carnegie menyimpulkan: “Ingatlah kebahagiaan tidak tergantung pada siapa dirimu dan apa yang kamu miliki tetapi tergantung pada apa yang kamu pikirkan.”
Hanya saja, jika ini dikaitkan dengan persoalan mengaktualkan potensi atau meraih prestasi yang lebih tinggi di bidang-bidang yang sudah kita pilih, tentulah masih belum final. Mengapa? Perlu disadari bahwa suasana batin yang sepositif apapun tidak bisa mengaktualisasikan potensi sedikit meskipun kalau suasana batin kita keruh akibat pikiran negatif, maka usaha kita untuk mengaktualisasikan potensi itu dipastikan terhambat. Jangankan potensi, sampah pun, menurut Tom Peters, tidak bisa dibuang oleh pemikiran yang jenius atau oleh strategi yang jitu.
Bahkan menurut Charles A. O'Reilly, Professor, Stanford Graduate School of Business, dunia ini tidak peduli dengan apa yang kita tahu kecuali apa yang kita lakukan. Puncak dari kehidupan ini adalah tindakan, bukan pengetahuan. Mahatma Gandhi menyimpulkan bahwa ukuran penilaian manusia yang paling akhir adalah aksi, titik. Ini sudah klop dengan penjelasan Tuhan bahwa kita tidak mendapatkan balasan dari apa yang kita khayalkan (fantasi) melainkan dari apa yang kita usahakan.
Rahasia Berpikir Positif
Dengan memiliki suasana batin positif, maka ini akan menjadi sangat kondusif (mendukung) untuk menjalankan proses positif berikutnya, yang antara lain:

1. PELAJARAN
“Hukum Tuhannya” mengatakan bahwa pelajaran positif itu ada di mana-mana sepanjang kita mau menggali dan menyerapnya: di balik kesalahan, kegagalan, pengkhianatan orang lain atas kita, di balik musibah buruk yang menimpa kita dan seterusnya. Hanya saja, meskipun pelajaran positif itu ada di mana-mana, tetapi prakteknya membuktikan bahwa pelajaran positif itu tidak bisa kita serap kalau batin kita sudah keruh oleh pikiran-pikiran negatif.
Mendapatkan pelajaran positif memang tidak langsung mengangkat prestasi kita tetapi kalau kita ingin mengubah diri kita untuk menjadi semakin positif maka syarat mutlak yang harus dimiliki adalah menambah jumlah dan kualitas pelajaran positif yang kita serap, seperti kata Samuel Smile dalam salah satu tulisannya: “Tidak benar jika orang berpikir bahwa kesuksesan diciptakan dari kesuksesan. Seringkali kesuksesan dihasilkan dari kegagalan. Persepsi, study, nasehat dan tauladan tidak bisa mengajarkan kesuksesan sebanyak yang diajarkan oleh kegagalan.”
2. KEPUTUSAN
Satu kenyataan buruk yang kita hadapi pada hakekatnya tidak mendekte kita harus mengambil keputusan tertentu tetapi menawarkan pilihan kepada kita. Tawaran itu antara lain adalah: a) boleh memilih keputusan untuk mundur,b) boleh memilih keputusan untuk mandek / kembali ke semula dan c) boleh memilih keputusan untuk terus melangkah dengan menyiasati, mencari celah kreatif, dan lain-lain.
Nah, salah satu syarat mutlak yang harus dimiliki untuk melahirkan keputusan yang nomor tiga adalah memiliki batin yang kondusif dan positif. Kita saksikan sendiri di lapangan bahwa meskipun semua orang punya keinginan untuk memilih keputusan nomor tiga, tetapi karena hanya sedikit orang yang punya kemampuan menghilangkan pikiran negatif, maka prakteknya justru keputusan nomor dua atau nomor satu yang menjadi pilihan favorit.
Jika dikaitkan dengan praktek hidup sehari-hari, ada hal yang tidak bisa diingkari bahwa semua orang setiap saat telah memilih keputusan tertentu tentang apa yang akan dilakukannya. Dari keputusan yang dipilih itulah lahir sebuah tindakan yang menjadi penyebab sebuah hasil. Karena itu ada saran Brian Tracy yang patut kita renungkan bahwa yang menentukan nasib kita itu bukan apa yang menimpa kita melainkan keputusan yang kita ambil atas apa yang menimpa kita. Artinya, keputusan mundur akan menghasilkan kemunduran; keputusan mandek akan menghasilkan kemandekan dan keputusan maju akan menghasilkan kemajuan.
3. KETERATURAN LANGKAH
Apa yang menyebabkan langkah kita terkadang mudah diserang virus keputusasaan dan kepasrahan? Apa yang terkadang membuat kita mudah bongkar-pasang rencana hanya karena mood sesaat? Sebab-sebabnya tentu banyak tetapi salah satunya adalah pikiran negatif. Sekuat apapun fisik kita atau sekuat apapun keinginan kita untuk mewujudkan tujuan, biasanya akan tidak banyak membantu apabila pikiran ini sudah penuh dengan kotoran negatif. Kita menjadi orang yang putus asa bukan karena kita tidak mampu bertahan, melainkan karena kita telah mengambil keputusan yang fatal.
Nah, dengan menciptakan pikiran positif atas hal-hal buruk yang menimpa kita setidak-tidaknya ini menjadi bekal buat kita untuk melakukan hal-hal positif secara terus-menerus dalam arti tidak mengandalkan perubahan keadaan atau tidak mudah disakiti oleh pukulan keadaan. Seperti pesan Denis Waitley, “Bukan dirimu yang menjadi penghambat kemajuanmu tetapi muatan pikiran yang kamu bawa.”
Dari pesan itu mungkin ada satu hal yang perlu kita ingat bahwa pikiran negatif yang kita bawa atau yang kita biarkan itulah yang terkadang menjadi penghambat langkah kita atau mengganggu kelancaran langkah kita dalam menapaki tujuan yang sudah kita tetapkan. Karena itu paslah jika ada permisalan yang menggambarkan bahwa pikiran negatif itu akan memberikan kotoran di dada kita. Dada yang penuh dengan kotoran yang kita biarkan akan membuat punggung kita terbebani oleh muatan-muatan yang memberatkan lalu mengakibatkan langkah ini tidak selancar seperti yang kita inginkan.
Hal-hal Apakah yang Perlu Dijalani?
Di atas sudah kita singgung bahwa menggunakan pikiran positif sebagai jalan berarti setelah kita berpikir positif masih ada proses positif yang perlu kita jalani. Apa yang perlu untuk dijalani?
1. Temukan pelajaran khusus
Entah sadar atau tidak, kerapkali istilah berpikir positif ini hanya kita praktekkan sebatas berprasangka baik, meyakini adanya hikmah yang mencerahkan, atau sebatas punya opini positif. Tentu ini sudah benar dan sudah baik tetapi kalau kita kaitkan dengan hasil sedikit dan hasil yang lebih banyak, maka proses positif yang perlu kita lakukan adalah mengaktifkan pikiran kita untuk menemukan pelajaran-pelajaran spesifik yang benar-benar cocok dan relevan dengan keadaan-diri kita pada hari ini.
Sebut saja misalnya kita gagal dalam usaha. Memang sudah benar kalau kita berpikir bahwa di balik kegagalan itu ada hikmah buat kita. Hanya saja hikmah di sini mengandung pengertian yang seluas isi daratan, alias masih umum. Kegagalan usaha kita bisa disebabkan oleh waktu yang belum tepat, kesalahan memilih orang, kurang gigih, kurang skill, keadaan eksternal yang di luar kontrol, dan lain-lain. Karena tidak mungkin kita menyerap hikmah secara keseluruhan dalam satu waktu, maka yang paling penting adalah menyerap hikmah yang relevan saja sebagai bahan mengoreksi diri.
2. Gunakan dalam hal khusus
Banyak pengalaman yang sudah menguji bahwa memiliki rumusan tujuan yang jelas dan jelas-jelas diperjuangkan, ternyata memiliki manfaat cukup besar bagi proses positif. Dengan kata lain, untuk bisa menggunakan pelajaran yang sudah kita serap menuntut adanya rumusan tujuan yang kita upayakan realisasinya. Tanpa ini, mungkin saja pelajaran positif yang kita temukan itu akan nganggur alias kurang banyak manfaatnya.
J.M. Barrie memberikan contoh dari pengalamannya: “Selama lebih dari 30 tahun saya memimpin, saya sampai pada kesimpulan bahwa yang paling penting di sini adalah memiliki kemampuan yang saya sebut “kegagalan maju”. Kemampuan ini bukan sekedar memiliki sikap positif terhadap kesalahan. Kegagalan maju adalah kemampuan untuk bangkit setelah anda dipukul mundur, kemampuan untuk belajar dari kesalahan dan kemampuan untuk melangkah maju ke arah yang lebih baik.”
Dengan kata lain, agar kita bisa menjadikan kegagalan kita sebagai dorongan untuk meraih kemajuan tidak cukup hanya dengan memiliki pikiran positif dan sikap positif atas kegagalan itu, melainkan dibutuhkan upaya kita untuk menggunakan pelajaran yang sudah kita dapatkan dalam usaha meraih keinginan berikutnya. Pelajaran, pengetahuan, dan petunjuk pengalaman yang tidak kita gunakan untuk membimbing praktek kita pada hari ini akan menjadi dokuman yang nilai dan manfaatnya kurang.
3. Membuka Diri
Seperti yang sudah kita singgung di muka bahwa pelajaran positif yang ada di balik satu masalah, satu kenyataan buruk, atau di balik peristiwa yang kita alami dalam praktek hidup itu sangatlah tidak terbatas, tidak tunggal, tidak mono, dan karena itu sering disebut petunjuk (hidayah). Saking banyaknya itu, maka tidak mungkin ruangan milik kita bisa sanggup menyerap seluruhnya dan sekaligus sehingga yang dibutuhkan adalah membuka diri atas berbagai pelajaran positif yang diwahyukan oleh kesalahan kita, kesalahan orang lain yang kita lihat, temuan ilmu pengetahuan, nasehat, dan seterusnya.
Cak Nur pernah berpesan: “Sikap terbuka adalah sebagian dari pada iman. Sebab seseorang tidak mungkin menerima pencerahan dan kebenaran jika dia tidak terbuka.” Sikap terbuka menurut Ajaran Kejawen (Javanese Spiritual Doktrine) merupakan syarat untuk mengarungi jagat “kaweruh” (sains, tehnologi, dst). “Syarat utama bagi pelajar adalah memiliki kemampuan dalam menghilangkan atau menyimpan untuk sementara waktu pemahaman dogmatis yang telah dimiliki dan mempersiapkan diri dengan keterbukaan hati-pikiran untuk merambah jagat ilmu pengetahuan. Selamat menggunakan. (jp: Ubaydillah, AN )
Have a positive day!
Have a positive day!

"Basketball Girl", Qian Hongyan

"Basketball Girl", Qian Hongyan

Qian Hongyan adalah seorang anak perempuan China yang tidak memiliki kedua kaki. Kecelakaan yang dialaminya membuatnya kehilangan kedua kakinya bahkan pinggulnya.
Keluarganya di Cina miskin dan tidak dapat membeli kaki palsu, maka ia menggunakan bola basket untuk memudahkan gerakannya. Qian Hongyan juga dikenal sebagai Basket Ball Girl.
Qian menggunakan dua sangga kayu untuk menyeret tubuhnya dan tidak mengeluh, walau dia telah gonta ganti bola basket 6 kali.
Dan.. ia tetap tersenyum menyambut dunia. Setelah bbrp lama, Ada yang berbaik hati dan menyumbangkan kedua kaki palsu untuk Qian HongYan.
Walaupun dia memiliki kekurangan tetapi dia selalu tersenyum dan tidak merasa minder. malah Hongyan sering mengunjungi rumah sakit untuk menghibur pasien-pasien di situ.

Kisah ini saya dapatkan dari Frisca Christabella, grade 9A SMP Dian Harapan


What do you expect from the interface?

Read a great article today - Liskov Substitution Principle (LSP). It let me understand that Interface is not just a list of methods.

JBoss Seam usage makes the application code crazy!

Seam Application has a number of good innovations but let's find out if we lose some advantages that we had before. I started application development with JBoss Seam one year ago. With the code base growth I have had more and more problems in workflow development .

Mari Belajar dari Ulat

Mari Belajar dari Ulat

Bagi penggemar tanaman atau yang memiliki hobi berkebun, seringkali menemukan binatang yang menjengkelkan, dimana dedaunan muda yang tumbuh segar, menjadi tak beraturan dan bolong-bolong bahkan habis dan tinggal tangkainya saja. Ternyata setelah kita perhatikan ada hewan yang biasanya berwarna hijau, sehijau dedaunan untuk kamu flase, binatang tersebut adalah ulat.
Ulat adalah salah satu binatang yang sangat rakus dalam melahap hijaunya dedaunan tanaman yang kita sayangi. Rasa marah yang sangat bila kita jumpai tanaman kesayangan kita telah habis dedaunannya, bahkan hanya tinggal ranting-ranting saja. Sedih dan marah rasanya karena usaha kita terasa terampas begitu saja karena ulah sang ulat.
Dibalik kekesalan dan rasa marah, pernahkah kita mencoba untuk melihat atau sedikit tertegun mengernyitkan dahi atas ulah sang ulat tersebut atau sebaliknya kita membunuhnya untuk melampiaskan kekesalan hati, setega itukah?
Hasil yang diakibatkan oleh ulah sang ulat memang sangat mengesankan bila dibanding dengan wujud ulat yang lemah dan lunak tubuhnya.
Melihat dari akibat yang dihasilkan maka dapat kita katakan bahwa karakter ulat adalah pekerja keras dalam menggunduli dedaunan tanaman kita, seakan-akan mereka seperti dikejar deadline dan harus buru-buru untuk menyelesaikan. Hasilnya sangat mengesalkan sekali buat kita, yaitu tanaman yang gundul dalam waktu yang relatif singkat dan sekali lagi sungguh mengesankan.
Dalam menjalani misinya sang ulat tak membiarkan sedikit waktu terbuang. Sang ulat baru berhenti ketika sampai pada saat yang ditentukan dimana ia harus berhenti makan untuk menuju ke dalam kondisi puasa yang keras. Puasa yang sangat ketat tanpa makan tanpa minum sama sekali, dalam lingkupan kepompong yang sempit dan gelap.


Pada masa kepompong ini terjadi sebuah peristiwa yang sangat menakjubkan, masa dimana terjadi transformasi dari seekor ulat yang menjijikkan menjadi kupu-kupu yang elok dan indahnya dikagumi manusia. Sang kupu-kupu yang terlahir seakan-akan menjadi makhluk baru yang mempunyai perwujudan dan perilaku yang baru dan sama sekali berubah.
Haruskah kita membiarkan begitu saja sebuah peristiwa yang sangat indah dan mengesankan ini, tentu tidak. Sebenarnya kita patut malu bila melihat tabiat ulat yang pekerja keras. Ulat seakan tak mempunyai waktu yang terluang dan terbuang sedikitpun. Waktu yang tersedia adalah waktu yang sangat berharga bagi ulat untuk menggemukkan badan sebagai persiapan menuju sebuah keadaan dimana diperlukan energi yang besar yaitu masa kepompong, seakan dikejar- kejar oleh deadline sehingga sang ulat tak pernah beristirahat ejenakpun untuk terus melahap dedaunan.
Berpacunya sang ulat dengan waktu, ternyata disebabkan sang ulat telah mempunyai sebuah tujuan yang sangat jernih dan jelas yaitu mengumpulkan semua potensi yang ada untuk menghadapi satu saat yang sangat kritis yaitu masa kepompong, dimana pada masa kepompong tersebut dibutuhkan persiapan yang prima. Datangnya masa kepompong adalah sebuah keniscayaan, maka sang ulat mempersiapkan dengan kerja keras untuk menghadapinya.
Sebuah persiapan diri dengan kerja keras dilakukan juga pada hewan- hewan yang mengalami musim dingin.Dimana untuk menghadapi masa sulit di musim dingin, banyak hewan yang melakukan hibernasi selama musim dingin di gua-gua atau liang-liang, agar terhindar dari ganasnya musim dingin. Agar tubuh tetap hangat dan tersedianya energi maka sebelum menjelang musim dingin, hewan-hewan tersebut akan menumpuk lemak sebanyak-banyaknya di dalam tubuhnya, untuk dipakai sebagai bekal dalam tidur panjangnya.
Lalu coba kita berkaca dan mereview diri kita, adakah semangat yang luar biasa selayaknya ulat yang telah menggunduli dedaunan, bukankah sebuah masa depan dan tanggung jawab yang begitu beratnya harus kita pikul dan tunaikan. Namun kita terbuai dan masih sering suka bermain- main, selayaknya tertipu oleh permainan yang sangat melenakan.
Masa-masa dalam kehidupan kita sebagai individu atau kelompok, pasti tak akan pernah luput dari masa yang menyenangkan dan kemudian digantikan masa-masa yang sulit, itu adalah sebuah kepastian, sepasti bergantinya musim hujan disongsong oleh musim kemarau yang memayahkan.
Janganlah kita terlena bahkan kalah dengan hewan yang bernama ulat yang mempunyai etos kerja unggul dan memiliki pola pandang yang jauh ke depan yang meniti masa depan tersebut dengan kerja keras, karena masa depan dengan kesulitan dan cobaan itu pasti akan datang dan menghampiri kita, maka persiapan yang matang dan kerja keras yang mampu menolong kita dan bukan kemalasan dan menunda-nunda pekerjaan.
Have a positive day!
Salam,
Mohamad Yunus


Copyright © Spesial Unik. All rights reserved. Template by CB. Theme Framework: Responsive Design