Awareness

Awareness

Seorang lelaki pada suatu hari menemukan sebuah telur burung rajawali dan dia meletakkan telur itu bersama dengan telur-telur ayam di sarang seekor induk ayam peliharaan yang sedang mengeram. Telur itu menetas bersama telur ayam yang lain, dan anak burung itu tumbuh bersama anak-anak ayam diasuh oleh induk ayam itu.

Selama hidupnya burung rajawali itu bertingkah laku seperti ayam, dan menganggap dirinya ayam peliharaan. Dia mengais tanah untuk mencari cacing dan serangga. Dia berkotek dan berkokok. Dia akan mengepak-ngepakkan sayapnya dan terbang beberapa meter di udara.

Tahun berlalu dan burung rajawali itu menjadi tua. Suatu hari dia melihat seekor burung yang sangat gagah terbang di angkasa yang tak berawan. Burung itu melayang dengan anggun dan berwibawa dalam hembusan angin yang kuat, dia hanya membentangkan sayapnya dan jarang sekali menggerakkan sayapnya itu.

Rajawali tua itu terpesona memandang ke atas. ” Siapakah itu?”, tanyanya.
” Itu adalah burung rajawali, raja dari segala burung,” kata ayam yang ada didekatnya. ” Dia penghuni langit dan kita penghuni bumi, kita adalah ayam.” Demikianlah rajawali itu hidup terus dan mati sebagai seekor ayam, karena begitulah anggapan tentang dirinya. (Anthony de Mello, S.J)


Demikan pula kita seringkali tidak menyadari potensi terbaik atau talenta yang ada pada kita. Jika kita dapat mengenali dan menemukan talenta tersebut, yang perlu kita lakukan adalah senantiasa terus menerus mengembangkan talenta tersebut melalui proses pembelajaran terus menerus (continuous learning) dan berlatih dengan keras sampai kita mencapai consistent, near-perfect performance.

Kalau kita membaca cerita diatas cukup banyak dari kita yang bernasib seperti rajawali tersebut. kita seringkali dininabobokkan oleh kemapanan yang semu, sering lingkungan kita membuat potensi kita tidak muncul atau kurang mendapatkan tempat, sehingga kita hanya menjadi seperti yang dibilang orang, bukan menjadi diri kita dengan segala potensi yang kita miliki. Mari bersama melalui blog ini kita berupaya untuk menjadi diri kita sendiri.



Cinta sejati tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan diketahui namun pada apa yang telah dikerjakan tapi tidak diketahui. Kisah pengorbanan ibu adalah wujud sebuah cinta sejati yang tidak bisa dinilai dan digantikan dengan apapun. Inilah makna sesungguhnya dari sebuah cinta yang murni, cinta seorang ibu kepada anaknya tanpa pamrih.

Mari tebarkan cinta dengan ketulusan dan keiklasan, kita akan menemukan kebahagiaan sejati.

(Andrie Wongso)


Begitu banyak pengorbanan yang telah ibu lakukan selama ini dengan tanpa pamrih, sebuah cinta yang luar biasa. namun seringkali kita melupakan itu, kita begitu sering membuat Ibu kita menangis serta bersedih mendengar perilaku kita. tiada ibu yang pingin anaknya terlantar tidak bisa makan, banyak ibu-ibu yang kuat , mereka berjuang dengan segala upaya untuk bisa memberikan terbaik bagi anak dan keluarga. begitu banyak ibu-ibu yang berjuang tanpa pamrih dan tidak kita ketahui telah banyak memberikan kontribusi akan perkembangan kehidupan kita. jadi tidak ada yang patut kita ucapkan pada IBU-IBU YANG HEBAT. Kami berupaya segenap hati , untuk bisa memberikan kebahagian yang sejati bagi IBU-IBU ku, dengan berupaya memberikan yang terbaik bagi dunia ini.

Selamat Hari Ibu

Membuat Hidup Kita akan Lebih Bermakna?

Mencapai kehidupan bermakna itu tidak perlu menunggu perubahan nasib atau realitas. Kenapa? Karena makna itu urusan batin dan itu kita yang menciptakan. Makna itu tidak diciptakan oleh kehidupan atau lingkungan. Kitalah yang diberi hak untuk menciptakan makna atas kehidupan. Apa itu makna? Makna adalah pemahaman tertentu yang kita ciptakan terhadap diri sendiri, orang lain, dan kehidupan. Karena kita yang menciptakan, maka sifatnya pilihan.
Dua orang yang berbeda ditempatkan di tempat yang sama akan sangat mungkin memiliki makna hidup yang berbeda. Yang satu bilang, betapa besarnya nikmat Tuhan yang diberikan kepadanya dengan pekerjaan saat ini. Sudah mendapatkan gaji, status, fasilitas untuk berkembang, teman kerja, keluarga yang sehat-sehat, dan lain-lain. Tapi yang satu lagi mungkin tidak. Pekerjaannya saat ini, yang dulu ia cari-cari, adalah neraka dunia. Pasangan dan anak-anak adalah beban.
Jadi, semua orang di dunia ini sebetulnya telah menciptakan makna tertentu di dalam batinnya atas hidupnya. Bedanya, ada yang positif dan ada yang negatif. Makna positif akan membuat batin positif. Batin yang positif akan membuat langkah kita digerakkan oleh energi positif. Sebaliknya, makna negatif akan membuat batin negatif.


Selain itu, ada juga orang yang kurang mempertegas makna dalam hidupnya. Teori motivasi menyebutnya dengan istilah kehampaan (feeling empty): tidak positif dan tidak negatif pula. Kehampaan ini kerap memunculkan dua penyimpangan. Kalau orang itu bertipe agresif dan mendapatkan dukungan eksternal yang pas (kekuasaan, jabatan, dll), dia akan menjadi orang rakus. Kerakusan timbul akibat kehampaan di dalam diri atau oleh rasa takut. Sedangkan kalau orang itu bertipe pasif atau tidak mendapatkan dukungan, kehampaan bisa mengakibatkan keminderan dan apatisme terhadap berbagai macam harapan kemajuan.
Kapankah kita hidup kita akan lebih bermakna?
Pertama, kehidupan bermakna adalah kehidupan yang dinamis, progresif, dan konstruktif. Dasarnya adalah berpikir positif, bersikap positif dan bertindak positif. Jadi, kehidupan kita akan lebih bermakna apabila kita sanggup berpedoman pada sebanyak mungkin filsafat hidup yang positif atau mencerahkan. Memaknai tugas sebagai tantangan akan lebih positif ketimbang memaknainya sebagai tekanan.
Kedua, apabila kita memiliki tujuan-tujuan positif yang terus kita perjuangkan untuk mencapai hierarki prestasi yang lebih tinggi dan lebih bermanfaat. Orang yang bekerja hanya untuk uang semata dengan orang yang bekerja untuk uang, aktualisasi-diri, kesejahteraan keluarga, ibadah, dan seterusnya, pasti akan beda. Meskipun sama-sama kerjanya dan sama-sama mendapatkan uangnya, tapi maknanya beda. Jadi, list-lah sebanyak mungkin tujuan positif dari satu aktivitas positif. Toh kita tidak rugi bahkan malah untung.

Ketiga, kehidupan kita akan lebih bermakna ketika kita sanggup mengekspresikan energi cinta untuk orang-orang yang kita cintai atau pekerjaan yang kita cintai. Anak, pasangan, keluarga, orangtua, kekasih, kelompok masyarakat tertentu yang kita bina adalah sumber makna hidup bagi orang yang mampu mengekspresikan cintanya. Begitu juga dengan pekerjaan atau profesi tertentu yang sanggup kita cintai. Seorang yang berjiwa guru akan merasa hidupnya lebih bermakha apabila energi cintanya tersalurkan untuk mengajar. Orangtua akan merasa hidupnya lebih bermakna apabila sanggup menyalurkan energi cintanya untuk anak-anak atau pasangan yang tersayang.
Selanjutnya, kehidupan akan lebih bermakna apabila kita sanggup mentransformasikan berbagai kemalangan, kepahitan, dan penderitaan yang kita alami, baik yang kecil atau yang besar, ke dalam berbagai bentuk ‘pelampiasan’ yang positif dan untuk orang banyak. Misalnya saja, menulis, terlibat dalam lembaga sosial, dan lain-lain. Betapa bermaknanya hidup sebuah keluarga yang sanggup membebaskan putranya dari jeratan narkoba lalu membagikan pengalaman ini kepada orang banyak. Semoga bermanfaat.

First: All Copy Paste

All sciences is not must from us. All ideas of jenius is not must from our idea. All knowledges is not we must diging it.

In reality, altogether has made available, remains we to look for whom is returned altogether that.

Not necessarily stir and busy. We are not necessarily repeat experience of they. They have been straining after pouring it. They have got it.

We only enjoy it is only. Why no? For that is hence science always need to be alloted so that is enjoyed. Sees its, the source so much. Select; chooses any kind...

This world has made bright us. We are bright imitates... We are bright because there are teacher. But with era progress, we can become more than the scientists. We instead does them. Yeah.. we are doing people jenius. Instead we don't pay [for] fee for them. They exactly love to make rich us.

Enough with simple science. That Is COPY and PASTE

(Ops... this also only copy-paste from translator machine. Be at the discretion of)

First: All Copy Paste

Semua ilmu tidak harus dari kita
Semua pemikiran jenius tidak harus dari pemikiran kita
Semua pengetahuan tidak harus kita yang menggalinya

Kenyataannya, semuanya telah tersedia, tinggal kita mencari siapa dibalik semuanya itu.
Tidak perlu sibuk dan repot. Kita tidak perlu mengulangi pengalaman mereka. Mereka sudah bersusah payah menuangkannya. Mereka telah mendapatkannya.

Kita hanya menikmatinya saja. Kenapa tidak? Untuk itulah maka ilmu selalu perlu dibagikan supaya dinikmati. Lihatlah sumbernya begitu banyak. Pilih apa saja...

Dunia ini telah membuat kita pintar. Kita pintar meniru... Kita pintar karena ada yang selalu digugu dan ditiru (guru). Namun dengan kemajuan jaman, kita bisa menjadi lebih dari para ilmuwan. Kita malah memperkerjakan mereka. Yah.. kita sedang memperkerjakan orang-orang jenius. Malah kita tidak membayar upah untuk mereka. Mereka justru senang membuat kita kaya.

Cukup dengan ilmu sederhana. Itulah COPY dan PASTE

Togog Menggugat Para “Dewa”

Togog Menggugat Para  “Dewa”

Dalam sebuah penampilan wayang kulit yang di dalangi oleh seorang dalang yang cukup terkenal. Namun ada kejadian aneh pada saat pementasan yang mengharuskan tokoh wayang yang identik dengan kejelekan, keburukan, kerakusan, keserakahan, tapi juga sebenarnya juga dewa “menghilang”, tokoh itu adalah Togog. Perwatakan keburukan tokoh ini sudah nampak dari bentuk fisik yang buruk. Saat sang dalang meminta togog keluar ternyata togog ‘mbalelo’, dia pilih lari dari pementasan tersebut. Hingga sang dalang kebingungan mencarinya, namun oleh tokoh wayang yang identik dengan pengayom para pendawa sebagai pelambang kebenaran, tokoh tersebut adalah Ki Semar. Menunjukkan pada dalang bahwa Togog sedang ngumpet ke kamarnya tidak mau pentas malam ini. Oleh Ki dalang Semar di minta merayu togog untuk keluar, karena penonton sudah tidak sabar menunggu togog keluar, selain Ki dalang takut nantinya penonton demotrasi. Ki Dalang takut nanti ada kerusuhan, dan ujung-ujungnya Ki Dalang tidak dapat bayaran.
Namun walaupun Ki dalang sudah mengutus juru rayunya Semar dan di Tambah Kresno, tetapi Togog tetap tidak mau keluar. Dalam negoesasi togog sempat mengeluarkan option, “Togog mau keluar kalau nantinya dalam pementasan peran togog tidak identik dengan keburukan dan kebatilan. Ia ingin berperan sebagai juru selamat dunia, karena ia ingin berbuat baik bagi manusia dunia, ia ingin menjadi penasehat Pandawa, ingin menyembarkan kedamaian pada seluruh dunia pewayangan. Ia ingin menyerukan pada Pandawa dan Kurawa bahwa mereka di ciptakan sebagai saudara dan untuk berbuat baik, tidak perlu berebut kekuasaan yang akhirnya menimbulkan korban”. Option itu di sampaikan pada Semar dan Kresna agar di sampaikan pada Ki Dalang. Kalau tidak disepakati ia akan tetap tidak mau keluar, sebab ia sudah bosan menjadi tokoh yang tugasnya menghasut, mengadu domba, dan membuat kerusakan di muka bumi. Ia ingin berbuat yang lain dalam dunia ini. Ia ingin berkarya sebelum ajal menjemputnya.

Dalam negoisasi yang a lot, akhir Semar dan Kresna membawa option Togog untuk di sampaikan pada Ki Dalang. Walaupun Semar dan Kresna merasa option Togog tidak mungkin di kabulkan, sebab itu merusak pakem, melawan kodrat, melawan takdir sang Dewa. Tapi Semar dan Kresna tetap menjujung tinggi pendapat si Togog, karena mereka hanyalah sebagai tim lobi saja, masalah keputusannya bagaimana itu terserah pada Ki Dalang sebagai yang berhak memutuskan kebijakan.
Akhirnya Semar dan Kresna menghadap Ki Dalang mengutarakan option yang di sampaikan Togog. Mendengar itu Ki Dalang “Muntap” bagaikan kejatuhan meteor dari kahyangan. Sebab tidak mungkin option Togog itu di kabulkan. Kalau option itu di kabulkan maka bisa di artikan sebagai sikap ‘mbalelo’ pada Dewa. Dan itu berarti bisa di katakan sebagai Kiamat bagi dunia pewayangan.
Ki Dalang bingung menghadapi option Togog. Agar penonton tidak demontrasi maka Ki Dalang minta izin untuk Ke-Kahyangan menghadap menghadap Batara Guru untuk meminta rekomendasi agar mengizinkan memainkan watak Tokoh Togog seperti option yang di sampaikan pada Semar dan Kresna walaupun dengan pesimis.
Ki dalang dengan di antar Narado menghadap Batara Guru dan menyampaikan permintaan Togog. Ki Dalang dengan memberikan argumen yang kuat agar Batara Guru mengizinkan Togog berperan sebagai tokoh yang baik dalam satu malam saja. Dan tentunya dengan alasan agar penonton tidak mendemo Ki Dalang. Batara Guru meminta pada Ki Dalang menunggu sebentar, Batara Guru akan merapatkan dengan staf “Kadewatan”. Maka Kahyangan geger dengan panggilan mendadak dari Batara Guru. Karena mulai dewa kematian serta dewa kehidupan di panggil, untuk melihat kemungkinan-kemungkinan keinginan Togog itu di kabulkan. Setelah mengadakan rapat yang cukup a lot, maka Batara Guru mengizinkan pada pementasan malam ini Togog menjadi tokoh kebaikan, tapi dengan syarat setelah pementasan surat izin mengdalang bagi Ki Dalang tersebut di cabut. Karena dengan mengizinkan permintaan Togog berarti telah memutarbalik perjalanan dunia pewayangan. Takutnya nanti di ikuti oleh tokoh wayang lain dan juga para dalang-dalang. Untuk itu juga agar tidak terjadi kerusuhan dan pertumpahan darah pada malam ini, intinya juga agar rakyat tidak menderita.
Kemudian setelah mengungkapkan hasil rapat dengan para dewa, Batara Guru, didampingi oleh Narado serta Ki Dalang mengadakan jumpa Press agar dunia pewayangan tidak terjadi gunjang-ganjing. Dalam jumpa press ini Batara Guru membacakan Surat Keputusan Para Dewa yang isinya mengizinkan Ki Dalang memerankan tokoh Togog sebagai tokoh kebaikan dan juru selamat dunia pewayangan.
Setelah jumpa press Ki Dalang turun ke bumi dan menemui Togog dengan membawa SK Para Dewa. Akhirnya Togog mau kembali ke pentas dengan melakonkan sikaf yang baik dan bijak, walaupun masih sering terpeleset dengan perwatakan keburukan yang dia tokoh selama ini, hingga mendarah daging.
Pementasan ini akhirnya semakin terkenal dan para Dewa semua menyempatkan diri untuk melihat Togog yang melakonkan kebaikan. Karena pementasan mengandung nilai sejarah dan momumental sebab tidak akan terulang lagi. Selain Para Dewa melihat bahwa sebenarnya dalam Naluri manusia itu ada secercah cahaya kebaikan, walaupun sekotor apapun watak dan perilaku seseorang.
Di akhir pementasan Ki Dalang juga mengadakan Jumpa Press akan keputusan Para Dewa bahwa dia harus mengundurkan diri sebagai Ki Dalang. Dihadapan penonton dan para wartawan mengutarakan ke-ikhlasannya mundur dari profesi Dalang dan akan menyepi, memantapkan perguatan wacana tentang kehidupan yang secara tidak langsung telah juga di lontarkan pada permintaan Togog, yang menunjukkan begitu mengdalamnya pemahaman Togog tentang kehidupan terutama tentang baik-buruk, hitam-putih. Ke-mbalelo-an Togog dalam pementasan malam ini, merupakan bahan reflesi para tokoh di dunia Pewayangan.

BENARKAH KITA SUNGGUH-SUNGGUH BELAJAR?

BENARKAH KITA SUNGGUH-SUNGGUH BELAJAR?

“Saya termasuk orang yang percaya bahwa bila kita mempelajari kebenaran dan tidak mengalami perubahan hidup, hanya ada dua kemungkinan: kita tidak sungguh-sungguh belajar atau yang kita pelajari bukan kebenaran.”
~ Andrias Harefa
Nasihat tersebut saya dapat dari sebuah buku pemberian seorang teman, belum lama ini. Cukup lama saya mencerna kata-kata dari Guru Andrias Harefa di atas. Berulang kali saya membacanya. Saya mengangguk-angguk, mengidentifikasikan adanya pemahaman atas kata-kata tersebut. Jika bisa saya mengajukan diri di antara deretan nama-nama yang telah mengalami perubahan hidup karena belajar, berarti bolehlah ditambahkan nama saya.
Ini serius. Begitu saya belajar dengan sungguh-sungguh, saya segera mengalami perubahan hidup. Berarti apa yang saya pelajari tersebut memang sebuah kebenaran. Buktinya, hal itu telah membuat hidup saya berubah. Dari pribadi yang tertutup, malu, gagap, dan minder karena dibesarkan dalam sebuah keluarga yang tidak kondusif, berubah menjadi pribadi yang terbuka dan percaya diri. Dari pribadi yang berpikir, “Saya tidak berharga, miskin, kumuh, pemulung, dan hanya pantas menjadi pembantu rumah tangga,” berubah menjadi, “Saya begitu berharga, selanjutnya terserah saya.” Kemudian saya membuat artikel, dibukukan, dan diundang untuk berbicara tentang motivasi, menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan, dan sharing pengalaman.


Mungkin kisah saya tidak jauh berbeda dengan cerita yang dituturkan oleh Brian Tracy dalam buku Change Your mind, Change Your Life sebagai berikut: Seorang wanita yang tertutup, takut, pemalu, dan rendah diri karena dibesarkan dalam keluarga yang tidak kondusif. Ketika mengalami amnesia karena kecelakaan, dia belajar tentang amnesia, membuat artikel tentang kondisinya, diundang untuk berbicara dalam sebuah konvensi kedokteran dengan membawakan makalah yang ditulisnya, menjawab berbagai pertanyaan, berbagi pengalaman serta ide-ide baru dalam bidang fungsi neurologis. Dia telah berubah menjadi pribadi yang percaya diri, positif, ramah, berpengetahuan luas dan pandai berkomunikasi.
Tidak jauh beda, bukan? He he he... Bedanya adalah, saya tidak mengalami amnesia. Tentang kondisi keluarga yang tidak kondusif, jika dia diperlakukan tidak adil dan selalu dikritik oleh kedua orangtuanya, saya merasa tidak aman karena berada di wilayah konflik yang berkepanjangan tanpa adanya niatan untuk gencatan senjata. Begitulah, sehingga timbul dampak yang sangat tidak diinginkan oleh pribadi manapun akibat kondisi yang tidak kondusif tersebut. Saya tidak bisa mengubah kedua orang ua saya, tetapi saya bisa mengubah diri saya sendiri dengan pribadi yang sekarang, mengasihi mereka, sehingga hidup menjadi indah. Semua karena saya belajar. Sungguh-sungguh belajar.
Ketika saya menjadi salah satu pembicara untuk motivasi menulis yang audiensnya adalah para guru, beberapa hari yang lalu, ada hal menarik yang ingin saya ceritakan di sini. Ribuan audiens yang hadir (mulanya diperkirakan yang akan hadir adalah ratusan orang) sangat antusias mengikuti seminar yang memilih tema “Menulis Karya Ilmiah dan Artikel Populer untuk Meningkatkan Profesionalisme Guru”. Dengan menulis artikel di media massa, otomatis mereka, para guru golongan IV-A ke atas akan mendapatkan kenaikan jabatan atau naik pangkat setingkat lebih tinggi, apalagi menulis buku. Dengan menulis artikel atau karya tulis lainnya berarti keprofesionalan mereka diakui. Karena, “Tulisan, disadari atau tidak, adalah suatu pengakuan dan kepercayaan publik terhadap kompetensi penulisnya,” demikian kata Edy Zaqeus dalam bukunya yang berjudul Resep Cespleng Menulis Buku Bestseller Edisi Revisi.
Menarik, bukan? Apalagi menulis adalah keseharian mereka. Mereka bisa mengambil tema di mana saja seperti di koran, internet, dari diskusi, bahkan dari tingkah laku murid-muridnya. Dari segi motivasi, ilmu pengetahuan, minat baca, minat para siswa terhadap pelajaran-pelajaran matematika, bahasa Inggris, komputer dan lain-lain, sistem belajar-mengajar yang konon meluluskan siswa-siswa yang gagal di kehidupan, atau bagaimana seharusnya sistem belajar-mengajar yang bagus, kurikulum yang sangat memberatkan siswa, kurangnya pengendalian diri sehingga terjadi tawuran pelajar, kurangnya peran orangtua untuk memotivasi anaknya. Wah… masih banyak tema yang tidak bisa saya sebutkan satu-per satu di sini. Mereka juga bisa menulis artikel dengan tema yang sebelumnya sudah di tulis oleh orang lain. Sah-sah saja. Karena tiap orang adalah unik dan memiliki gaya penuturan sendiri-sendiri yang khas. Jika mereka seminggu sekali menulis artikel, sudah berapa artikel yang dihasilkan dalam setahun? Sudah berapa poin yang telah dikumpulkan untuk syarat pengangkatan jabatannya?
Di balik suksesnya acara seminar tersebut, saya sempat dibuat terperangah oleh salah seorang peserta yang menghampiri, ketika acara telah selesai. Beliau mengatakan seakan-akan mewakili mereka yang hadir: “Walah, kami ini bukannya tidak bisa menulis, bukannya takut menulis, bukannya malas, tapi kami tidak sempat menulis, karena kami mengajar dan banyak tugas (ssssstt… ini kan hanya alasan, ya?). Kenapa susah-susah menulis, serahkan saja sama orang lain dan kami naik pangkat?”
Sah-sah saja jika kita menyuruh orang lain untuk menyiapkan bahan-bahan atau literatur yang akan dijadikan tema serta menuliskannya untuk kita, asalkan yang disuruh mau. Tetapi hendaknya ide-ide atau gagasan-gagasan itu benar-benar dari kita dan kita sendiri yang mengeksplorasi. Kita bisa mengeksplorasi ide atau gagasan secara lisan untuk kemudian ditulis oleh orang suruhan kita. Segampang itu. Jika kita membaca buku Edy Zaqeus di atas, kita bisa mendapatkan berbagai cara atau alternatif dalam hal tulis-menulis.
Jika kita menyuruh orang lain menulis dari ide, gagasan atau tema sampai pengembangannya, bukankah keprofesionalan kita patut dipertanyakan? Justru yang professional adalah orang suruhan kita. Sementara, kita hanya mendapatkan pangkat dan kenaikan gaji dengan kemampuan yang penuh tanda tanya, bukan? Wah, apa kata dunia?
Taruhlah kita mengalami perubahan finansial dengan kenaikan pangkat dan gaji, tetapi tingkat keprofesionalan kita tidak berubah. Dan, saya percaya nanti kita akan mengalami seleksi alam, bukannya mengalami perubahan hidup lebih baik, tetapi kemunduran yang didapat. Jika ini yang terjadi, berarti kita tidak sungguh-sungguh belajar tentang kebenaran atau yang kita pelajari bukan kebenaran. Karena, uang akan cepat habis, sementara ilmu dan keprofesionalan kita…? Dan, nasehat dari Guru Andrias hanya numpang lewat saja jadinya.


Copyright © Spesial Unik. All rights reserved. Template by CB. Theme Framework: Responsive Design